𝟎𝟑. 𝐒𝐞𝐧𝐭𝐢𝐦𝐢𝐞𝐧𝐭𝐨 𝐝𝐞 𝐜𝐮𝐥𝐩𝐚

887 127 113
                                    

Gadis itu kini memasuki ruangan sang atasan dengan raut tak bersahabat, takut dan kesal setengah mati, namun juga pasrah, siapa yang dapat menyelamatkannya kali ini? jelas tidak ada, misinya gagal total, ia mengorbankan dirinya dalam misi ini dan ternyata itu sia-sia?.

Bruakk!

Gerar menggebrak meja hingga refleks gadis itu berjengkit, lalu membenarkan posisinya lagi.

"Sudah berapa lama kau dalam devisi ini Zymne!"

"Dua tahun kapten" jawab Zymne dengan lugas, memang sudah peraturan untuk mengalahkan rasa takut sebersalah apapun dirinya, saat ini ia hanya bisa pasrah, kalaupun ia harus dikeluarkan dari devisi.

"Dua tahun? dan kau bisa-bisanya gegabah, kau mempermalukan devisi kepolisian!"

Lea dan Dellon menguping dari balik pintu, Zymne benar-benar dimarahi habis-habisan oleh Gerar, ia membabi buta, memang sudah biasa karena pemimpin devisi itu sangat gila validasi dan harga diri adalah nomor satu, sehingga ia tidak akan mengampuni para bawahannya ketika melakukan kesalahan, terlebih kesalahan yang sampai membuatnya harus menanggung malu.

Dua hari kemudian,

Perempuan itu meneguk kasar alkoholnya, ia berharap bisa menenangkan pikiran setelah mendapatkan skorsing tiga bulan dan disinilah wanita itu berada, ditempat asal ia dilahirkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perempuan itu meneguk kasar alkoholnya, ia berharap bisa menenangkan pikiran setelah mendapatkan skorsing tiga bulan dan disinilah wanita itu berada, ditempat asal ia dilahirkan. Madrid___Spanyol.

Sengaja ia menyewa bar VIP seorang diri, merayakan kemalangan nasibnya sendiri yang gagal mendapatkan posisi, sialan memang. Gadis itu merasakan tubuhnya mulai kehilangan keseimbangan, sehingga ia tidak sadar apa yang ia lakukan.

Meninggalkan ruang VIP dan turun menuju tempat yang lebih ramai, gadis itu hendak merokok, tetapi tidak menemukan koreknya, mungkin tertinggal diatas, sehingga ia mendekati seorang pria yang berdiri di pojok, pria berkemeja putih gading dengan jam tangan rolex sedang mengepulkan asap ke udara.

"Aku tidak membawa korek" Livory mendekat, dan pria itu segera menyalurkan rokok di mulutnya, dengan rokok milik gadis itu, tak berselang lama Livory juga mengepulkan asap rokok miliknya ke udara.

"Terimakasih" katanya,

"Ngomong-ngomong kenapa kau di pojokan, sedang menunggu teman?" tanya Livory sok akrab, sejujurnya kalau tidak teler gadis itu tidak akan mengajak kenalan orang sembarangan apalagi seorang pria.

Pria itu hanya diam saja, tidak ingin menanggapi, ia hanya meneliti wajah gadis itu dengan tatapan seduktif, sehingga membuat Livory kesal.

"Kau tidak punya mulut ya, tuan sombong.. hei aku mengajakmu berbicara" baru Livory ingin menuding pria itu tiba-tiba tubuhnya terdorong oleh seseorang, sehingga refleks semakin mengikis jarak diantara keduanya, pria itu juga dengan cekatan mendekap pinggang sang puan agar tidak terjatuh.

"Ikut aku"

"Kemana?"

Livory yang benar-benar sudah hilang kesadaran, ia hanya melangkah sembari tangannya digenggam oleh pria asing itu. Dan kini mereka sedang berada disebuah kamar, insting manusianya bekerja walau kesadarannya sudah 0,5 persen.

Secret Lust [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang