2. Garvitara

1.4K 115 6
                                    

"Kamu tau sendiri kan anak suami Bunda bersikeras tidak ingin tinggal di sini, papa barumu itu tidak bisa meninggalkan anaknya terlalu lama di sana sendiri. Bunda sudah menjelaskan keadaannya bukan? Bunda harap kamu mengerti, ini hanya sementara, tunggu bunda untuk menyelesaikan ini semua hingga kita bisa tinggal bersama. Bisa kan Tara?"

Dengan perasaan hati yang gundah, Tara segera mengemasi semua pakaian dan barang-barang miliknya kedalam koper setelah beberapa jam yang lalu Bundanya datang menemuinya dan mengatakan jika ia harus segera pergi dari rumah ini.

Sungguh menyedihkan, Bunda lebih mementingkan anak dari lelaki itu dari pada anak kandungnya. Dengan menahan rasa kecewa, ia semakin cepat untuk membereskan semua pakaian yang akan ia bawa ke rumah Ayah, ia lelah jika harus menjalani harinya dengan terus beradu argumen dengan suami baru Bunda.

"Sudah?"

Tara terperanjat kaget saat Bunda tiba-tiba sudah berada di depan pintu kamarnya. Ah sepertinya ia terlarut dalam lamunan sehingga tidak menyadari kehadiran Bunda. Tara hanya memberikan anggukan sebagai jawaban, ia terlalu kecewa untuk berbicara dengan Bunda.

"Ya sudah kita berangkat sekarang ini sudah terlalu sore. Kamu tidak perlu khawatir, Bunda sudah memberitahu Ayahmu dari jauh hari mengenai hal ini, Ayahmu tidak keberatan."

Tanpa sempat menjawab, ia segera membawa semua barang bawaannya lalu melangkahkan kakinya mengikuti Bunda yang telah terlebih dulu pergi. Tara berhenti sejenak di depan pintu lalu kembali menoleh ke dalam, berbagai memori berputar didalam kepalanya saat ia memindai kamarnya. Ada sedikit perasaan sedih dan tak rela bahwa ia akan meninggalkan kamar kesayangannya dan juga rumah ini.

Tak ingin terlalu lama larut dalam kenangan, ia segera membawa kakinya menuju luar, di sana sudah ada mobil yang sudah siap mengantarnya ke rumah Ayah. Setelah memasukkan semua barang bawaannya ke dalam bagasi, sekali lagi ia memindai rumahnya yang telah ia tempati selama 18 tahun untuk yang terakhir kalinya. Setelah dirasa cukup ia segera masuk ke dalam mobil dan duduk di samping kemudi.

Sepanjang perjalanan terasa begitu sunyi karena baik bunda maupun dirinya sama-sama memilih untuk diam, tidak ada satupun obrolan yang keluar dari kedua mulut orang yang berada dalam mobil itu hingga tak terasa keduanya telah sampai pada tujuan. Beruntungnya perjalanan kali ini tidak membutuhkan waktu yang lama karena masih berada di kota yang sama.

Sebelum keluar dari mobil, Bunda tiba-tiba menahan tangannya.

"Maafkan bunda, Tara. Bunda janji akan segera mencari jalan keluarnya agar kita bisa tinggal bersama lagi. Bunda yakin di sini hidupmu akan semakin baik."

Akan semakin baik katanya? Dirinya bahkan tidak yakin jika ayah serta kakaknya tidak keberatan dengan kehadirannya yang tiba-tiba. Selama ini hubungan mereka kurang baik, sudah lama pula tidak saling bertukar kabar. Tanpa membalas perkataan bunda, segera ia buka pintu mobil dan bergegas untuk mengeluarkan barang-barangnya.

Sambil menurunkan barang dari bagasi, sayup-sayup ia mendengar Bunda mengobrol dengan satpam yang menjaga rumah besar itu. Ini pertama kalinya Tara mengunjungi rumah Ayah, sepertinya Ayah semakin sukses jika dilihat dari rumahnya yang besar dan megah.

Tanpa berlama-lama, Tara segera menghampiri keduanya. Dari yang dijelaskan satpam tersebut Pak Yudhistira, Ayahnya sedang dalam perjalanan bisnis ke luar negeri dan Ayah telah memberi tahu perihal kepindahan dirinya kepada Pak Bagus sebagai satpam di rumah ini.

Setelah Bunda pamit, Pak Bagus membawanya masuk ke dalam rumah. Tara dibuat takjub dengan isi rumah ini, semua terlihat luas dan mewah. Hanya saja rasanya dingin, sepi dan kosong seperti tidak ada kehidupan. Lalu di mana kakaknya?

"Tuan Yudhis jarang ada di rumah karena pekerjaannya begitu juga dengan Tuan Sangga, ia jarang pulang ke rumah, selama ini tinggal di apartemen yang tak jauh dari kampusnya, sesekali pulang jika ada keperluan atau Tuan Yudhis sedang di rumah."

GarvitaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang