6. Hospitalisé

1.4K 120 5
                                    

Sangga yang sedang duduk sambil memainkan ponsel melirik bingung kepada Bi Ratna yang tergopoh-gopoh berlari ke arahnya sambil meneriaki nama dirinya. Tetapi saat mendengar kalimat selanjutnya tanpa pikir panjang ia langsung mengikuti bi Ratna. Dirinya dibuat terkejut saat melihat Garvi yang tergeletak di lantai.

"Ini kenapa lagi bi?" Sangga bertanya kepada bi Ratna.

"Garvi?" Sangga mengguncang bahu Garvi untuk melihat respon anak itu. Tapi hanya erangan yang didapat.

"Muntah-muntah tuan, apa gerd lagi ya? Tadi pagi ga sempat sarapan dulu soalnya." Jelas bi Ratna dengan raut khawatir.

"Garvi, mana yang sakit? Denger kakak ga? Coba buka mata dulu." Sangga kembali memberi perintah, tapi lagi-lagi anak itu tidak merespon.

"Garvi." Sangga kembali memanggil untuk mencoba mengembalikan kesadaran, mencubit lengan anak itu, berhasil. Garvi mengerang kesakitan dan sedikit membuka matanya sebentar.

"Hey, napasnya pelan-pelan. Tenang, Garvi."

Sangga sedikit panik melihat napas adik yang terlalu cepat dan tidak beraturan.

"Bi, tolong panggilkan ambulan sekarang ya."

Setelah mengatakan perintah itu, Sangga menggendong adiknya dan dibaringkan di sofa ruang tamu sambil menunggu ambulan datang.

Sebagai mahasiswa yang sedang mengampu pendidikan kedokteran tentu Sangga segera melakukan pertolongan pertama pada seseorang yang tidak sadarkan diri. Sedikit menaikkan kaki sang adik menggunakan bantalan sofa guna mengembalikan aliran darah kembali ke otak. Ia juga melonggarkan pakaian adiknya itu agar lebih mudah bernapas mengingat tempo napas adiknya cukup berantakan.

Sambil terus mencoba menyadarkan sang adiknya, Sangga meraih lengan itu, meraba bagian pergelangan tangan untuk sekedar mengecek denyut nadi. Melirik jam tangan, ia jadi semakin gusar, ini hampir memasuki menit ke sepuluh tapi adiknya masih belum benar-benar sadar. Lebih tepatnya, kesadaran Garvi menurun.

Suara derap langkah kaki menyentak lamunan Sangga. Akhirnya ia merasa sedikit lega kerena bantuan medis telah tiba.

Sangga menyingkir memberi ruang dan segera memberi informasi terkait kondisi adiknya itu saat petugas memeriksa tanda vital Garvi. Dimulai dari adiknya yang sempat mengeluhkan sakit kepala, tiba-tiba muntah hingga adiknya yang tak sadarkan diri. Ia juga menjelaskan jika Garvi sempat pingsan dan muntah juga kemarin.

"Adiknya ada riwayat sakit?"

Sangga menggelengkan kepalanya. Ia tidak yakin dengan jawabannya, dirinya bahkan baru bertemu kembali dengan Garvi beberapa hari yang lalu. Ia sama sekali tidak mengetahui apapun tentang sang adik. Tapi setahu Sangga ketika dulu masih tinggal bersama, adiknya itu sehat. Ya selain gerd.

"Adiknya pernah kecelakaaan, atau kepalanya terbentur? Karena adanya penurunan kesadaran, respon psikomotornya juga lambat dikhawatirkan ini ada indikasi cedera kepala."

Sudah Sangga duga, tapi ia benar-benar tidak tahu. Bahkan sejak pertama kali bertemu, adiknya itu terlihat cukup baik-baik saja. Ya hanya saja tadi adiknya itu memang terlihat sedikit lemas, tapi ia benar-benar tidak mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi sebelumnya.

~~~

"Wali Garvita Rahandika."

Mendengar nama sang adik, Sangga yang sedang duduk pada kursi IGD pun beranjak dan menghampiri perawat itu. Dirinya dibawa menuju bilik tirai di mana sang adik terbaring di sana. Melirik sebentar untuk melihat keadaan sang adik, dirinya kembali menaruh perhatian pada dokter yang menangani adiknya itu.

"Setelah pemeriksaan fisik dan amnesis, ditemukan sedikit benjolan pada belakang kepala pasien. Diagnosis awal adanya risiko perfusi serebral tidak efektif. Mengingat pasien mengalami perubahan pola kesadaran yang khas, ini biasa terjadi pada pasien yang mengalami epidural hematoma atau pendarahan yang terjadi di ruang antara selaput pelindung otak (dura) dan tulang tengkorak. Tentu kita perlu melakukaan pemeriksaan neurologis seperti CT-scan dan MRI jika diperlukan untuk menilai fungsi otak dan mengkonfirmasi ada atau tidaknya perdarahan dan tekanan pada otak." Jelas dokter yang diketahui bernama Rafi itu.

GarvitaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang