○•°•°•°•°○
Garvi berdiri di balkon kamarnya, satu-satunya tempat di rumah ini yang terasa sedikit lebih lapang dibandingkan dadanya yang sesak. Ia menghela napas panjang sebelum mengangkat sebatang rokok ke bibirnya, menyalakannya dengan gerakan yang hampir otomatis. Asap tipis mengepul di udara malam, bercampur dengan pikirannya yang berantakan.
Rumah ini terlalu luas, terlalu sepi. Di tempat yang begitu besar, seharusnya ada kehangatan, ada kehidupan. Tapi yang ada hanya sunyi, persis seperti yang ia rasakan sekarang.
Ketukan di pintu mengalihkan perhatiannya. Suara itu tidak keras, tetapi cukup untuk menyadarkannya dari lamunan. Garvi mematikan rokoknya di asbak kecil yang ia bawa, lalu berjalan ke pintu dan membukanya.
Di sana, seorang wanita paruh baya berdiri dengan senyum ramah. “Nak Garvi, makan malam sudah siap.” ujarnya lembut.
Garvi menatapnya sejenak, mencoba mengingat apakah ia pernah melihat wanita ini sebelumnya.
Seolah menyadari kebingungannya, wanita itu segera memperkenalkan diri, “Saya Ratna, asisten rumah tangga di sini. Tadi Pak Bagus mungkin sudah menyebutkan nama saya.”
Garvi mengangguk pelan. “Oh, iya… Bi Ratna.”
“Biar saya antar ke ruang makan. Mungkin Nak Garvi belum terlalu familiar dengan rumah ini.” lanjutnya dengan nada sopan.
Garvi melirik ke sekeliling kamar. Sejak datang tadi, ia belum benar-benar menjelajahi rumah ini. Mungkin ada baiknya ia turun sekarang, sebelum tersesat di rumah ayahnya sendiri.
Tanpa banyak kata, ia mengikuti Bi Ratna keluar dari kamar. Langkahnya terasa berat, tapi setidaknya untuk malam ini, ia tidak akan sendirian.
Saat tiba di ruang makan, Garvi menatap meja yang telah tertata rapi dengan hidangan yang terlihat lezat. Aroma masakan memenuhi ruangan, mengingatkannya pada makan malam di rumah bundanya. Bedanya, kali ini ia makan di tempat yang asing.
Bi Ratna berdiri di dekat meja, menunggu Garvi duduk sebelum ia beranjak kembali ke dapur. Namun, sebelum wanita itu pergi, Garvi menoleh padanya.
“Bi, ayo duduk, makan bareng aja.” ucapnya, sedikit canggung tapi tulus.
Bi Ratna tersenyum kecil, menggeleng pelan. “Tidak usah, Nak Garvi. Saya sudah makan tadi.”
Garvi menghela napas, menyandarkan punggungnya di kursi. “Kalau gitu, temani saya aja, Bi. Saya masih canggung makan sendirian di sini.”
Bi Ratna ragu sejenak, tetapi akhirnya mengangguk dan duduk di kursi di seberang Garvi. “Baiklah, saya temani.”
Garvi mulai makan sambil melirik wanita itu. Setelah beberapa suap, ia akhirnya membuka percakapan. “Bi Ratna udah lama kerja di sini?”
Bi Ratna tersenyum. “Sudah lima tahun. Sejak tuan Yudhis pindah ke rumah ini.”
Lima tahun. Garvi memproses kata-kata itu. Berarti ayahnya sudah tinggal di rumah ini cukup lama.
Garvi melanjutkan makan dalam diam, sementara Bi Ratna duduk menemaninya seperti yang ia minta. Keheningan sempat menyelimuti, hanya terdengar suara dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan piring.

KAMU SEDANG MEMBACA
Garvitara [END]
General FictionHanya sebuah kisah tentang kehilangan, pengkhianatan, dan perjuangan untuk bertahan hidup, karena kadang, bertahan adalah bentuk cinta terbesar yang bisa kita berikan untuk diri sendiri. Disclaimer: ☆ 100% fiksi ☆ Slow update ☆ Terdapat kata-kata ka...