12. Presque

1.1K 144 8
                                    

Amara yang baru saja kembali setelah menemui dokter Arya mengkerutkan dahinya bingung saat melihat beberapa perawat yang berlarian mendahului dirinya memasuki ruangan anaknya.

Dengan cepat Amara pun ikut berjalan dengan tergesa memasuki ruangan itu. Terlihat seorang perawat sedang membuka pintu dengan menggunakan kunci lalu Sangga yang segera memasuki kamar mandi setelah pintu itu berhasil terbuka.

Amara yang sedikit menyadari situasi setelah mendapati ranjang anaknya itu kosong segera melangkahkan kakinya memasuki kamar mandi. Hatinya mencelos melihat Sangga yang tengah memanggil nama Garvi mencoba mengembalikan kesadaran anak itu walaupun hasilnya hanya sia-sia karena Garvi tetap bergeming tanpa adanya respon. Bahkan tubuh itu sudah sepenuhnya terkulai bertumpu pada Sangga.

"K-kak, ada apa ini? Adek kenapa?"

Amara bertanya dengan menatap cemas anak bungsunya. Berjongkok di samping sang anak lalu menggenggam tangan yang terasa dingin itu.

"Ners, tolong bantu angkat ya."

Alih-alih menjawab pertanyaan wanita di hadapannya, Sangga meminta bantuan pada perawat yang sedari tadi ada di sampingnya. Dirinya segera mengangkat tubuh sang adik dengan hati-hati diikuti perawat yang membantu membawakan kantung cairan infus yang masih terpasang pada punggung tangan Garvi.

"Adiknya kenapa lagi, Sangga?"

Dokter Arya yang kebetulan berada di nurse station yang tak jauh dari ruangan Garvi segera membawa langkah kakinya ke sana saat seorang perawat memanggil dokter itu.

"Tadi minta pengen ke kamar mandi tapi ternyata malah dikunci dari dalam dok. Dipanggil karena udah kelamaan, ga nyaut juga. Dibuka ternyata udah ga sadar."

Jelas Sangga selagi dokter Arya memeriksa keadaan adiknya itu.

"Hey, ada keluhan?"

Perkataan dokter Arya yang tiba-tiba membuat semua orang yang ada di sana segera mengalihkan pandangannya pada ranjang di mana Garvi terbaring. Anak itu tengah mengerjapkan matanya perlahan. Amara yang melihat itu segera mendekat dan mengusap lembut punggung tangan anaknya.

"P-pulang"

"Kamu masih perlu dirawat beberapa hari lagi." Tutur Amara lembut menjawab lirihan anaknya.

"Bunda yang pulang." Dahi Amara mengerut mendengar ujaran anaknya itu.

"Engga, malam ini biar bunda yang jaga kamu di sini." Ucap Amara sambil mengusap pelan dahi anaknya yang sedikit berkeringat.

"Pulang!"

Semua yang ada di sana tersentak kaget saat mendengar bentakkan yang keluar dari mulut Garvi, anak itu juga menepis kasar tangan sang bunda yang semula mengusap dahinya itu.

"Tar-"

"Ibu Amara, bisa ikut saya sebentar? Ada yang perlu sampaikan lagi." Tukas dokter Arya memotong perkataan Ibu dari pasiennya itu setelah sedikit mengerti situasi yang terjadi.

Dengan berat hati, Amara pun menyetujui itu dan segera mengkuti langkah dokter yang sudah terlebih dahulu beranjak. Tak lupa lelaki yang sedari tadi berdiri disamping Amara juga mengekor di belakang wanita itu.

"Ibu, seperti yang sudah saya jelaskan tadi berdasarkan info yang saya dapatkan dari Sangga maupun bibi yang menjaganya kerap kali Garvi terlihat cemas bahkan sempat mengalami serangan panik. Hal ini dapat disebabkan oleh stres maupun trauma yang dialami selama pra & post operasi, serta perubahan fisik dan fungsi otak yang mungkin terjadi."

"Melihat kejadian dan respon Garvi barusan yang seperti itu sepertinya pemicunya ada pada salah satu diantara semua orang yang berada di ruangan itu. Untuk sekarang mungkin biarkan Garvi menenangkan dirinya. Ibu bisa kembali lagi besok saat keadaan psikis Garvi membaik. Kita juga tidak bisa membiarkannya terus seperti ini karena bisa mempengaruhi kondisinya yang belum sepenuhnya pulih."

GarvitaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang