7. Emergency

1.3K 118 7
                                    

Sangga melirik pada jam tangan yang melingkar dipergelangan tangannya. Sudah 1 jam 30 menit berlalu sejak adiknya memasuki ruang operasi. Setelah tadi adiknya itu mengalami muntah-muntah lagi yang membuat sang Bunda dilanda kepanikan. Dokter pun segera melakukan pemeriksaan kembali dan memutuskan untuk melakukan operasi darurat karena kondisi Garvi yang menurun.

Hasil CT-scan awal menunjukkan jika pada kepala Garvi mengalami epidural hematoma kondisi ketika darah masuk dan menumpuk di ruang antara tulang tengkorak dan selaput pelindung otak paling luar yang kemudian menyebabkan pembengkakan otak yang mengakibatkan otak mengalami pergeseran.

Volume pendarahan pada kepala Garvi dipemeriksaan awal masih volume yang sedikit, hanya saja saat pemeriksaan CT-scan ulang, terdapat penambahan volume pendarahan yang menyebabkan peningkatan tekanan pada otak. Tekanan tinggi di dalam otak itulah yang berisiko mengakibatkan kerusakan jaringan otak serta membahayakan nyawa jika tidak cepat ditangani. Oleh karena itu mengapa Garvi segera melakukan operasi.

Sangga melirik ke arah bunda yang duduk tak jauh darinya. Mata wanita itu terlihat sembab sebab terus menangis menghawatirkan anak bungsunya. Perkataan dokter terkait hal yang bisa terjadi pasca operasi masih terngiang-ngiang di dalam kepala sehingga membuat Amara merasa sangat cemas.

"Garvi pasti baik-baik aja."

Lamunan Amara buyar saat merasakan usapan pada punggung tangannya. Melihat tatapan lembut itu membuat Amara meluruhkan air matanya. Rasa bersalah itu kembali muncul. Disaat dia sudah membuat anaknya kecewa, bahkan Amara tahu rasa kecewa itu masih ada, anaknya masih menjadi orang pertama yang selalu ada untuk menenangkannya.

"Bunda pulang aja, ini udah melem. Ga enak suami Bunda ikut nunggu lama. Di sini ada aku, ayah sebentar lagi juga balik ke sini lagi. Lagian nanti setelah operasi, Garvi ga bakalan bisa langsung dijenguk, jadi lebih baik bunda pulang aja ya."

Amara mengalihkan pandangan pada suaminya yang berada duduk di sebrang sana. Raut muka suaminya itu sudah terlihat masam dan lelah. Memang tadi sore, Amara mengabari suaminya dan lelaki itu langsung datang menyusul pada pukul 7 malam setelah menyelesaikan pekerjaannya 1 jam yang lalu.

"Nanti tolong kabari kondisi Tara ya, kak?"

Walau dengan hati yang berat, Amara memutuskan untuk pulang. Dia juga merasa tidak enak pada suaminya itu jika menunggu hingga operasi selesai.

Menyenderkan badannya pada kursi, Sangga kembali melirik jam tangannya. Kurang dari 15 menit lagi menuju jam 9 tapi ayahnya masih belum terlihat. Dirinya harus segera bersiap mengingat ia mendapatkan jaga shift malam.

Berbicara tentang Sangga, lelaki itu sedang menjalankan masa Koasnya di rumah sakit yang sama di mana adiknya melakukan operasi. Lebih tepatnya, tadi Ayahnya itu meminta rumah sakit sebelumnya untuk merujuk Garvi menjalankan operasi di rumah sakit lain. Yudhis ingin anak bungsunya itu mendapatkan penanganan terbaik dengan membawanya ke rumah sakit yang lebih besar. Selain itu, dengan adanya Sangga yang bertugas di rumah sakit yang sama memudahkan ia untuk memantau adiknya pasca operasi mengingat dirinya tahu ayahnya itu kedepannya pasti akan kembali sibuk dengan urusan pekerjaan.

Sangga menghelas napas lega saat ayahnya muncul, tanpa membuang waktu yang terus berjalan. Ia segera pamit untuk pulang ke apartementnya. Untung saja jarak rumah sakit dan apartement miliknya cukup dekat. Jadi waktu 15 menit cukup untuk dirinya bersiap.

Sebenarnya ayahnya itu menyarankan dirinya untuk mengambil izin. Bisa saja, hanya saja Sangga sudah pernah mengambil izin 1 kali, ia tidak ingin terlalu banyak izin karena persentase kehadiran koas sangat penting untuk ujian utama nanti. Sebisa mungkin jangan sampai ia harus mengulang stase. Berganti shift dengan temannya pun tidak ada yang bersedia karena terlalu mendadak. Jadi mau tak mau ia harus tetap pergi untuk jaga malam. Dan secara kebetulan, saat ini dirinya sedang berada di stase neurologi atau saraf yang artinya sudah pasti ia akan bertemu dengan adiknya itu.

GarvitaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang