Happy Reading 🖤
GORESAN🍓
Aurora membuka pintu rumahnya perlahan. Suara gebrakan meja langsung membuatnya terkejut.
Aurora melihat ayahnya yang kini menatap dengan tatapan tajam, Aurora berjalan perlahan seraya menautkan jari jemarinya. Ia menunduk ketakutan.
"Bagus ya kamu, anak perempuan baru pulang! Siapa yang suruh kamu main! Belajar!" ujar Dirgantara, ayah dari Aurora.
"Maaf pa, tadi Rora suntuk, jadi main," ujar Aurora jujur.
Dirgantara mendekat kearah Aurora tanpa belas kasihan ia menampar anaknya itu dengan kasar, sampai membuatnya tersungkur.
Aurora memegang pipinya yang terasa panas. Aurora mendongak melihat papanya. Napasnya memburu, dadanya naik turun menahan amarah. "Selalu saja seperti ini, mau ayah apa? Rora juga sudah belajar, Rora hanya main, apa Rora ngga boleh? Itu hak Rora pa," ucap Aurora memburu.
"Kamu bodoh Aurora, harusnya kamu sadar diri, contohlah kakak kamu, dia dapat beasiswa sampai keluarga negeri," ujar Dirgantara.
"Rora capek pa, kalau dibanding-bandingin terus sama kak Venus, Rora ya Rora, Kak Venus ya kak Venus," balas Aurora.
"Jangan ngebantah, sebelum jam 12 kamu belajar, jangan tidur," ujar Dirgantara seraya menarik tangan Aurora kedalam ruangan yang sudah ia siapkan untuk belajar Aurora.
Aurora dimasukkan kedalam ruangan dengan banyak buku, dan terdapat satu laptop disana. "Ayah akan buka setelah jam 12, pastikan kamu jangan tidur, hp ayah sita." Dirgantara mengambil tas Aurora kasar.
"Makanan apa ini?" Dirgantara mengambil paksa makanan dari tangan Aurora. Dirgantara melihat makanan itu teliti. "Makanan dengan banyak micin tidak baik untuk otak, jangan jajan sembarangan, makan yang sudah bibi siapkan," ujar Dirgantara yang langsung pergi dan mengunci pintu tersebut.
Aurora berjalan mendekati laptop yang saat ini sudah menyala. "Capek."
"Rora rindu bunda, pengen nyusul bunda," gumam Aurora seraya membuka buku tebal berisi rumus matematika itu, tiba-tiba air matanya jatuh membuat buku dihadapannya basah.
"Andai ada bunda, pasti nggak bakal jadi kayak gini."
Aurora mengusap air matanya kasar. "Oke, semangat Rora, buktikan sama papa kalau lo juga bisa pinter." Aurora mulai membaca dan menulis rumus-rumus di notebook nya dengan telaten.
Jam mulai berjalan. Rasa kantuk Aurora pun terasa, ia seringkali menguap namun, ia tahan. Ia melihat jam yang melingkar indah ditangannya, terlihat disana jam menunjukkan pukul 12.20.
Aurora melihat pintu yang tak kunjung ayahnya buka, ia juga merasa sangat lapar, karena sedari tadi ia belum makan malam. Rasa yang awalnya lapar kini berubah menjadi sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZEPHYER
Teen FictionPertemuan Zephyer dan Aurora ibarat melodi angin dan cahaya. Melodi angin yang mengalun lembut, bercampur cahaya matahari yang menari berirama. Keduanya bersatu, menciptakan simfoni alam yang indah. Di antara tembok pemisah dan ketegangan yang memba...