Happy Reading 🖤
PINGSAN🍓
Aurora merebahkan tubuhnya di kasur dengan perlahan, luka diperutnya sudah mulai membaik, hanya saja jika di pegang masih terasa sakit.
"Aurora!" teriakan dari lantai bawah membuat Aurora mengurungkan niatnya untuk merebahkan tubuhnya.
Sudah jelas dari nada bicaranya dia adalah papanya. Dengan tertatih Aurora berjalan keluar kamar. Ia menuruni anak tangga dengan perlahan. "Iya, apa pa?" tanya Aurora ramah di iringi dengan senyuman.
"Mau tidur kamu? Siapa yang izinin kamu buat tidur, sana belajar," ujar Dirgantara tegas.
"Aurora habis sakit pa, kalau belajarnya besuk gimana?" tanya Aurora.
"Kamu itu sudah bodoh, bukannya makin perketat belajar malah di perlonggar, mau sakit atau enggak, kamu tetap belajar, lihat kakak kamu, baru saja dia masuk sekolah, langsung mengikuti olimpiade pekan ini."
Aurora menghembuskan napasnya pasrah, lagi dan lagi ia dibandingkan dengan kakak nya itu. "Iya, Aurora belajar."
Aurora menuju ruangan tempat ia belajar, jika menurut kalian Aurora bisa melakukan banyak hal di ruang itu kalian salah, ayahnya telah memasang cctv disana untuk memantau Aurora.
Aurora duduk di kursi berwarna merah itu, ia memejamkan matanya dalam-dalam kemudian menghembuskan napasnya perlahan. Ia membuka matanya seraya tersenyum.
"Lo sudah bertahan sampai sekarang, itu hebat Ra," gumam Aurora.
"Semangat dan bertahan masih ada banyak makian dari ayah yang lo belum dengar kedepannya."
"Semangat."
Aurora memberikan semangat kepada dirinya, ia mengepalkan tangannya kuat diikuti dengan gerakan membuka laptop beserta alat tulisnya, di sebelahnya sudah ada banyak buku, yang ia yakini dari papanya.
30 menit berjalan, Aurora nampak berpikir dengan rumus yang sedang ia geluti sedari tadi. Deringan ponsel membuat konsentrasi Aurora terpecah. Ia melirik ponselnya, terpampang nama Zeze disana membuat Aurora mengangkat telepon itu dengan cepat.
"Halo Zeze."
"Waalaikumussalam."
Aurora tersenyum kikuk. "Iya lupa, Assalamualaikum."
"Gue ada banyak susu strawberry, mau?" tanya Zephyer dari seberang telepon, sontak membuat Aurora membelalakkan matanya senang.
"Mauuuu."
"Gue nanti anter," ujar Zephyer.
"Nggak usah, nanti gue jam 3 kerumah lo aja, masa iya gue minta lo yang nganter."
"Tumben punya attitude?"
"Attitude gue diatas lo ya," jawab Aurora tidak terima.
"Ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
ZEPHYER
Teen FictionPertemuan Zephyer dan Aurora ibarat melodi angin dan cahaya. Melodi angin yang mengalun lembut, bercampur cahaya matahari yang menari berirama. Keduanya bersatu, menciptakan simfoni alam yang indah. Di antara tembok pemisah dan ketegangan yang memba...