1. Space For Loneliness

6.1K 363 76
                                    

Lisa POV

Ketika sesuatu yang hilang bukanlah cinta melainkan dia, samar-samar ulu hati masih dikikis dengan besi tajam bernamakan masa lalu. Ketika yang memisahkan bukan lagi jarak namun komitmen, dia yang berkomitmen dengan orang lain, dan aku yang berkomitmen dengan diriku sendiri. Setiap hari udara di tempat yang ku pijaki terasa berkurang setengah. Berat, sempit, paru-paru ku kesakitan setiap waktu. Sinar mata yang dulu dipuja-puja olehnya, kehilangan binar. Seluruh dunia terasa menjadi suram, apa hanya duniaku?

Lima belas tahun berlalu, aku tidak pernah kembali menginjakkan kaki di sana. Bukan karena ada rasa benci yang begitu meraja, melainkan aku yang begitu pengecut untuk bertabrak mata dengannya. Tidak ada malam yang ku lewatkan tanpa memimpikannya, tidak ada lelap yang absen tanpa setetes air mata saat aku terbangun. Jika seluruh dunia bertanya, maka kesedihan adalah identitas diri ku saat ini. Memeluk semua luka-luka, kecewa akan rasa gagal menghindar dari penyampakan, pun gagal dalam berlutut untuk memaksanya tetap memilihku, bagaimanapun keadaannya.

Tapi apa semua bisa dibebankan padanya? Apa ini semua salahnya? Jawabannya adalah tidak. Aku yang sangat pengecut untuknya. Jiwa-jiwa kemiskinan ternyata masih melekat di sekujur tubuhku, aku tidak cukup angkuh untuk memperjuangkannya.

Jennie Kim, lihatlah aku yang sekarang. Apa aku sudah cukup meng-copy semua sifat mu? Seorang wanita yang gila kerja, lupa cara untuk bersenang-senang, lupa cara untuk jatuh cinta dan merasa dicintai, atau apakah aku lebih buruk dari mu yang dulu?

"Arrghh di luar sangat dingin sekali. Kenapa perkiraan cuaca di sini tidak bisa dipercaya. Aku sudah mengeceknya tadi pagi katanya tidak akan turun salju tapi kenapa sekarang tiba-tiba turun salju? Aku tidak membawa syal sama sekali, leher ku terasa sekeras pohon sekarang" seorang wanita yang empat tahun ini tinggal bersama ku menggerutu sambil melepas sepatunya.

"Ugghh ini terasa lebih baik" ucapnya lagi saat ku lihat ia sedang duduk dengan nyaman di depan perapian. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya dan kembali melihat ke luar jendela.

Salju yang tidak pernah berubah, di jalanan masih ramai, harusnya mereka lekas kembali ke rumah sebelum jalanan akan ditutupi oleh setumpuk benda dingin berwarna putih dan mereka harus terjebak berjam-jam di luar rumah. Terjebak berjam-jam di luar? Bukankah aku dan Jennie pernah mengalaminya?

Flashback

"I really really love this restaurant" ucap Jennie dengan senyuman manis yang membuat pipi mandunya terlihat menggemaskan.

"Kau selalu memesan sup yang sama tiap kali kita ke sini" ucapku sambil melihat mangkok sup milik Jennie sudah kosong, dia selalu menghabiskannya.

"Um, kau benar, tempat yang sama, sup yang sama, dan orang yang sama, setiap ke sini aku selalu menginginkan hal yang sama" jawabnya dengan tatapan hangat, aku selalu terjerumus masuk ke dalam tatapannya. Tatapan yang membuat aku merasa dicintai dengan hebat oleh seseorang yang ku cintai dengan sepenuh hati.

"Apa sebelum dengan ku kau tidak pernah ke sini?" tanyaku penasaran, ini adalah ke tiga kalinya kami selalu ke restoran ini setiap Jennie ada urusan pekerjaan di New York.

"Tidak, aku menemukan restoran ini tujuh bulan lalu saat menyiapkan kencan pertama dengan mu di New York" jawabnya dengan senyuman lagi. Aku membalas senyuman lembutnya.

"Bagaimana jika kesempatan berikutnya kita tidak bisa ke sini?" tanyaku yang memang mengkhawatirkan hal tersebut.

"Wae?" tanyanya mengerutkan kening.

"Kau lupa sayang, sebentar lagi adalah hari kelulusanku, aku khawatir urusan kantormu berdempetan dengan acara itu. Dan, mungkin kau lebih tau bahwa ayahmu suka makan malam keluarga untuk suatu momen tertentu" ucapku yang membuatnya diam sesaat.

Rest of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang