17. The Collaboration

2.4K 248 21
                                    

Lisa POV

Aku meninjau proposal yang disiapkan oleh tim Tae Kwan untuk aku berinvestasi di proyeknya. Tapi sedari awal proposal ini sampai ke tanganku, aku hanya tertawa sinis menatapnya. Bagaimana bisa dia benar-benar tidak punya sentuhan bisnis? Proposal ini sangat buruk meski dia mengatakan sudah memilih proposal terhebat dari yang lainnya.

"Pria ini memang tidak bisa diharapkan, dia sangat tidak kompeten" aku mendongak menatap pamanku, paman Smith, yang menghina menantunya saat ini.

Bagaimana bisa dia berbicara padaku sekarang? Ini adalah sesuatu yang aku sendiri sulit untuk ku percaya, pada awalnya.

Flashback...

"Biar aku saja granny" Ahyeon bangkit dari duduknya menawarkan diri untuk memberi sarapan kakeknya.

"Kau harus sekolah Ahyeon, aku saja" semua orang kini sedang menatapku dengan tatapan yang aneh, bukankah ini adalah hal yang wajar?

"Lisa, kau serius?" tanya bibiku dengan raut wajah terkejutnya.

"Eum, siapa lagi yang bisa? Bibi harus pergi karna ada urusan, Ahyeon harus sekolah, Jennie juga harus mengantar Ahyeon sekolah dan kembali ke rumahnya. Aku sedang menganggur, aku bisa melakukannya" ucap ku menjelaskan semuanya, mereka memang punya agenda masing-masing. Aku menatap Jennie sekilas, raut wajahnya juga terkejut.

"Gomawo Lisaya" ucap bibiku yang ku jawab dengan senyuman dan pergi meninggalkan meja makan untuk mendatangi pamanku di kamarnya.

Aku membuka pintu kamar dan berjalan terus hingga terlihat pamanku yang sedang terbaring di atas kasurnya dengan dua orang maid yang daritadi berusaha membujuknya untuk membuka mulut agar disuapi makanan.

"Biar aku saja yang melakukannya, kalian bisa melakukan pekerjaan yang lain" ucapku pada mereka berdua, pamanku cukup kaget melihat keberadaanku di kamarnya.

"Baik nona Lisa, terima kasih" ucap salah satunya dan mereka berdua membungkuk padaku sebelum benar-benar keluar dari kamar ini.

Aku mengambil semangkuk bubur yang sudah disiapkan untuk sarapan pamanku. Dalam pikiranku, apakah dia tidak bosan setiap hari, bahkan setiap makan yang masuk ke dalam mulutnya adalah bubur. Stroke yang di derita oleh pamanku ini membuat dia tidak bisa mengunyah dengan benar dan dokter menyarankan untuk diberi bubur agar dia hanya tinggal menelan makanannya.

Aku mengaduk-aduk bubur yang terlihat masih panas ini karena asap mengepul dari mangkoknya. Aku tidak bersuara sama sekali, pun tidak menatapnya. Ini adalah situasi yang canggung, aku memang tidak membencinya, tapi bukan berarti aku juga menyukainya.

"Aku sudah menunggu lama untuk bisa bicara empat mata denganmu Lisa" aku menghentikan tanganku yang bergerak mengaduk bubur ini, kepalaku mendongak dan mataku menatap pria tua yang rebahan di kasurnya ini. Dia tersenyum padaku.

Tunggu, apa tadi dia benar benar berbicara? Atau aku yang sedang berhalusinasi.

"Kau kaget? Atau kau mengira tadi salah dengar?" tanyanya lagi yang membuat ku semakin kaget dan berdiri dari dudukku.

Pria tua ini yang tak lain adalah pamanku menggeser tubuhnya dan merubah posisinya menjadi duduk menyandar. Aku benar benar tidak mengerti situasi ini, bukankah dia sakit?

"A-apa ini?" tanyaku gugup.

"Yaaa Lisa, lima belas tahun berlalu, dan kau tumbuh menjadi wanita yang hebat" pujinya menatapku dengan senyuman dan mengabaikan pertanyaanku.

"Maafkan aku sudah membohongimu, tapi aku perlu melakukan ini untuk menyelamatkan semuanya, terutama Jennie dan cucuku" ucapnya lagi yang membuatku semakin bingung tidak mengerti.

Rest of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang