2. An Unchanging Feeling

2.6K 279 39
                                    

Lisa POV

"Yak aku tidak tau kau akan datang hari ini, bagaimana aku bisa menunda semua rapatku untukmu Park Chaeyoung!!" aku berbicara dengan keras pada seseorang via telpon.

"Kau, kau benar-benar akan membuatku mati muda hah?!" aku kembali menaikkan nada bicaraku karena tingkah konyolnya itu.

Ia hanya terkekeh di seberang sana dan menutup telponnya dengan buru-buru, padahal aku masih ingin meneriakinya. Aku tidak tahu dosa apa yang telah aku perbuat sehingga kadang-kadang aku merasa dia adalah anugrah yang dikirim Tuhan untukku, namun juga tidak jarang aku merasa dia adalah cobaan.

"Miss, so what should i do about your meeting schedule today?" tanya sekretarisku padaku.

"Kau tidak perlu formal begitu padaku saat di rumah tingkahmu sangat tidak menghormatiku" jawabku ketus padanya.

"Bagaimana bisa, kau sepertinya sedang marah, jika aku berulah padamu saat ini aku benar-benar akan kau tendang menjadi gelandangan di kota ini" ucapnya yang sangat mendrama menurutku.

Dia adalah Diana, seorang sekretaris sekaligus sahabat dekat ku. Umurnya berada beberapa tahun di atasku dan kami satu almamater. Menurutku kalimatnya yang selalu seakan-akan takut aku telantarkan itu atau dalam tanda kutip ku pecat, sangatlah drama. Dia terlalu merendahkan dirinya saat aku tau banyak sekali perusahaan yang ingin dia bergabung dengan mereka. Tapi lihatlah, dia masih setia bersamaku, selain karena upah yang tinggi, dia memiliki bonus untuk bersikap kurang ajar padaku.

"Jangan ada satupun meeting yang kau batalkan" jawabku memerintahnya.

"What? Lalu bagaimana dengan Rose?" tanyanya yang terlihat kaget.

"Apanya yang bagaimana? Aku tidak akan kehilangan uang-uangku hanya demi manusia konyol seperti dia. Biarkan dia kedinginan di luar, aku tidak peduli, aku tidak menyuruhnya datang ke sini tiba-tiba. Dia kira aku siapa? Aku adalah orang sibuk, harusnya seminggu sebelum dia berangkat dia sudah memberitahuku hingga aku bisa menyusun jadwalku!" masih banyak keluh kesah yang rasanya ingin aku keluarkan untuk kekonyolan sahabatku itu.

"Karena kau sibuk aku selalu tidak punya waktu istirahat" celetukan Diana terdengar samar namun telingaku masih dapat menangkapnya dengan jelas.

"Aku tidak pernah memintamu untuk selalu ikut bekerja denganku, kau saja yang ingin" jawabku membela diri, harga diriku merasa tercoreng, aku tidak ingin beredar isu bahwa aku tidak memedulikan kehidupan sosial pegawaiku.

"Ah, kau benar, tidak ada yang bilang kau penyebabnya" jawabnya dengan wajah menyebalkan, padahal aku tau sekali dalam hati dia sedang mengutukku.

***

Aku masuk ke dalam salah satu hotel elit yang ada di tengah kota ini. Di lantai paling atas, ada dua buah unit milik pribadi yang salah satunya adalah milikku dan tentu saja dibeli dengan uang yang tidak sedikit. Namun hal ini sangat setimpal menurutku, sesuai antara harga yang dikeluarkan dan seluruh fasilitas yang bisa dinikmati. Dapur di rumah ku tidak pernah digunakan sesuai fungsinya, aku selalu sarapan di bawah dan selalu makan malam di bawah, di restoran yang dimiliki oleh hotel ini. Aku tidak pernah berpikiran untuk memiliki satu saja pekerja untuk mengurusi rumah ku, tidak sama sekali. Bagiku, rumah adalah tempat dimana seluruh privasi ku harus dijaga setelah seharian aku sibuk di luar.

Aku sedang berada di dalam lift dan melangkahkan kakiku saat pintu lift sudah terbuka. Aku berjalan menuju unit ku dan memasukkan kode rumah ku sendiri, melepaskan sepatu dan meletakkannya di rak dan samar-samar aku mendengar suara televisi serta gelak tawa seorang perempuan. Aku berhenti, saling pandang dengan Diana, aku berjalan mengendap-endap penuh kecurigaan, siapa yang ada di rumahku?

Rest of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang