Tapp...tapp..
Suara sepatu Heels terus terdengar di lorong rumah sakit.Sang pemilik sepatu yang sedang berlari menuju ke ruang ICU, sambil menangis.
Brakk...
Wanita itu membuka pintu ruangan, dengan kasar.Melihat ada 2 orang paru baya, berdiri disamping ranjang seseorang.
Wanita itu menatap laki laki yang tengah terbaring lemah diranjang, namun masih menampilkan senyuman untuknya.
Dengan langkah beratnya, wanita ini menghampiri laki laki itu yang tak lain adalah kekasihnya.
"Appa dan Eomma tinggal dulu nee..". Ucap laki laki paruh baya yang berdiri disamping ranjang anaknya
"Nee Appa". Jawab laki laki yang tengah terbaring itu
Sang Eomma mengelus pundak wanita yang baru.
"Gwenchanha sayang..". Ucapnya dengan mata berkaca kaca lalu berjalan keluar ruangan
Sang Appa pun ikut menyusul istrinya keluar ruangan, membiarkan sepasang kekasih itu ruang untuk berbicara.
Setelah kedua orang tua laki laki itu keluar, hanya ada keheningan mengitari mereka.
Wanita yang diam, namun air mata terus berjatuhan. Sang laki laki yang masih bisa menampilkan senyumannya, walaupun kepalanya diperban, dadanya yang terpasang beberapa alat alat, memakai selang di hidungnya, infus ditangan kanannya.
"Sayang, mendekatlah..". Ucap sang laki laki
Sang wanita nurut, berjalan lebih dekat ke ranjang.
Sang laki laki merentangkan satu tangannya yang terpasang infus.
Sang wanita kembali nurut, sedikit membungkukan badannya, guna memeluk sang kekasih.
"Argghhhh...kenapa...Raka..kenapa...". Tangisnya seketika pecah dipelukan sang kekasih
Raka hanya bisa mengelus punggung Dea, masih tetap tersenyum, meskipun air mata sudah mengalir dari sudut matanya.
"Maaf....". Hanya 1 kata yang bisa Raka ucapkan
Dea menangis terisak dipelukan Raka, memeluk kekasihnya
"Jangan nangis.. aku gak sanggup liat kamu nangis gini..". Ucap Raka masih setia mengelus punggung sang kekasih
"Hiks.. kenapa kamu sembunyiin penyakit kamu dariku Ka.. kenapa..".
Raka diam, dan sedetik ia ikut menangis dalam diam, memeluk sang kekasih dengan erat.
Setelah beberapa menit dilanda keheningan...
"Sayang...". Ucap Raka sambil mengelus pipi Dea yang masih sesenggukan kecil
Dea sudah sedikit tenang, duduk dikursi samping ranjang.
"Kenapa kamu harus menyembunyikan hal sepenting ini dariku Ka?".
"Karena aku tidak ingin melihatmu mengkhawatirkanku, apalagi melihatmu menangis seperti sekarang.. membuat hatiku hancur De..".
"Aku akan lebih hancur Ka.. kalau aku tidak mengetahui penyakit yang di idap kekasihku. Kita pacaran udah 3 tahun Ka.. itu bukan waktu yang sebentar..".
"Maaf...".
Dea diam, menggenggam tangan Raka yang terpasang infus.
Tangan Raka yang satunya terulur mengelus pucuk rambut sang kekasih. Tangan yang digenggam Dea juga mengelus punggung tangan Dea.
"Bagaimana keadaanmu?".
"Jauh lebih mendingan, karena kehadiranmu De..".
Dea kembali diam.