Semenjak perdebatan kecil malam itu, hubungan Arka dan Dea sedikit renggang.
Dea lebih banyak diam. Sikapnya kembali seperti dulu, menghabiskan waktunya dikantor hampir seharian. Walaupun begitu dia masih melakukan kewajibannya. Seperti menyiapkan sarapan dan keperluan Arka. Dea juga selalu memberikan kabar pada Arka tanpa Arka memintanya lebih dulu.
Entah apa yang membuat Dea berubah, tapi yang pasti itu membuat Dea merasa lelah akan semua hal. Seperti sekarang..
Dea tengah menikmati suasana malam, di balkon kamarnya, disamping ada coklat panas yang menemani.
Srettt~
Pintu balkon terbuka."Museun mariya?". Tanya Arka sambil meletakkan sebuah amplop diatas meja samping Dea
Dea diam, sekilas melirik amplop itu. Menurunkan pandangannya mencoba menahan rasa sesak ini, yang hadir melihat amplop itu. Tapi terlihat dari matanya, sudah berkaca-kaca.
"Jawab pertanyaan aku, Dea. Museun mariya, mengirimkan surat gugatan cerai ini? ".
Mata Dea terpejam, mendengar suara Arka yang berbeda.
"Aku tidak pantas untukmu Arka. Jadi aku ingin kita mengakhirinya". Jawabnya
Walaupun kalimat itu keluar dengan mudahnya, tanpa Arka tau, Ia sedang menguatkan dirinya, untuk tidak menangis, menahan rasa sesak ini.
"Mworago?!". Tanya Arka mulai sedikit emosi
Dea menghela nafas pelan, lalu beranjak. Merubah posisinya miring kesamping, menghadap Arka.
Yang langsung mendapatkan hadiah tatapan tidak percaya, oleh Arka.
Dea mendekat, kedua tangannya membenarkan dasi yang Arka pakai, lalu membenarkan kera bajunya, terakhir mengelus jasnya sebentar. Sambil menampilkan senyuman hangatnya.
"Kamu baik-baik kedepannya ya... Mungkin ini menjadi kalimat terakhir aku, Ar..". Ia menjeda kalimatnya dengan helaan nafas, karena rasa yang begitu sesak didadanya
"Terima kasih.. mau mengenal pribadiku yang tidak semua orang tau. Terima kasih.. sudah mau menemaniku dan bertahan sampai sekarang Ar. Dan terima kasih.. sudah mencintaiku, Ar. Aku gagal dan hari ini, aku berusaha ikhlas untuk semuannya". Sambil merintikkan air mata, namun masih menampilkan senyuman manisnya
Arka diam, mendengar dan menatap Dea, matanya terlihat sudah berkaca-kaca.
"Hiduplah dengan bahagia setelah terlepas hari burukmu bersamaku. Aku berharap kamu bisa memilih orang yang jauh lebih baik. Tidak seperti diriku yang hanya bisa menyakitimu". Untuk kesekian, Air mata kembali mengalir di pipi Dea
Arka masih diam, tapi air matanya perlahan mengalir dipipinya, yang tidak bisa ia tahan.
"Berbahagialah Ar.. Maafin aku, aku sudah berusaha sebaik mungkin. Namun tugasku sudah usai Ar.. dan kamu.. bisa melanjutkan perjalananmu". Dea tersenyum sambil air mata yang kembali mengalir dipipinya
Dea mengambil nafas dan menghela nafas panjang.
"Aku...Dea Aulia...". Ia menjeda kalimatnya dengan memejamkan matanya sekilas
"Memutuskan...un-untuk...meng-gugat ce-cerai kamu, Arka Athalla Naufal". Dengan suara gemetar, air mata mengalir, dada terasa sesak, ia akhirnya mampu mengeluarkan kalimat itu
Kalimat yang sebenarnya hati kecilnya menolaknya. Tapi kalau tetap bertahan, ia merasa menjadi Wanita egois. Bukan tanpa alasan Dea melakukan ini, Dea hanya tidak ingin Arka lebih terluka lagi, cukup 2 tahun ini saja Dea memberikan luka itu.
Dea menurunkan pandangannya, setelah mengucapkan kalimat itu, menangis dalam diam, berusaha menahan suara isakannya.
Arka yang mendengar kalimat yang selama ini dia takutkan seketika membuat Air mata kembali mengalir dipipinya, dadanya tiba-tiba terasa sesak. Dunia terasa seakan runtuh.