Pangeran keempat

306 23 0
                                    

Aku yang sudah mulai tenang pun berdiri, lalu membuka sihir kedap suara.

"Tidak perlu, kembalilah," Jawabku, yang setelah itu pergi mandi. Karena aku berkeringat tadi. Diluar sana, Viera menunduk tidak mau menatap mata jingga yang menatap marah.

"Udah saya bilang, kalau kau tidak boleh melampaui batas kau. Sini kau pelayan ku tak tau diri,".

Bertepatan dengan Halilintar yang keluar, Viera memeluk tubuh tinggi di sekitarnya. Halilintar terkejut, mata orang itu menatap horor.

'Tubuh siapa ini, kok kotak-kotak?,' batin Viera yang sama sekali tidak tau kondisi.

"Berapa lama kau akan memeluk tubuhku?," Suara dingin itu!, Viera dengan takut menatap orang tinggi di depannya. Walaupun dia mantan putra mahkota, peran sebagai tokoh utama pria tidak diragukan lagi!.

"Maaf atas kelancangan saya yang mulia, jangan hukum keluargaku dengan hukuman mati,".

"Ya ya, menyingkirlah. Oh pangeran ke empat?, mau menemui raja?," Halilintar menatap Blaze yang terkejut, karena Halilintar menyapa nya.

"Ayo, kita bersama kesana,".

Viera yang merasa bebas, langsung meminta izin untuk melakukan tugasnya sebagai pelayan.

Perjalanan terasa lebih lama, karena tidak ada yang memulai pembicaraan untuk memecah keheningan.

"Pangeran pertama dan pangeran keempat memasuki ruangan," Suara itu, membuat lamunan Halilintar pecah.

"Si@lan, tidak bisakah tidak berteriak," Gumaman Halilintar, di tatap aneh oleh Blaze pangeran ke empat.

"Apa anda baru saja mengumpat kakak pangeran pertama?,"

"Hm?, tidak," Halilintar menatap datar Blaze yang masih menatap dirinya aneh.

"Salam kepada cahaya matahari keluarga kerajaan penuntun kedamaian, semoga raja diberkahi," ucap bersamaan mereka berdua.

"Ya, kalian juga," Raja mengangguk, lalu dirinya mengambil sesuatu.

"Putra mahkota Taufan menyerahkan gelar putra mahkota untukmu putra ku Halilintar, dan putraku Blaze karena pencapaian penaklukan di selatan. Kamu diangkat jadi penasihat putra mahkota yang baru,". Blaze terkejut, namun berusaha senormal mungkin.

"Serahkan gelar itu pada pangeran ke tiga ataupun kedua jika dia bangun, aku tidak cocok dengan panggilan itu," Suara Halilintar terdengar sedingin Es. Raja tersentak.

"Kalau kamu menolak seperti ini, ku mohon terimalah perjodohan dengan Duke Gravien. Seminggu lagi,"

"Gila," Respon Halilintar yang menahan untuk tidak meledakkan amarah yang tiba-tiba ada.

"Aku tidak ada waktu untuk menemui dia, aku berencana untuk pergi ke utara dalam waktu dekat. Saya permisi," Halilintar pergi, menahan amarahnya yang sudah diubun - ubun.

Raja hanya terkekeh melihat itu, dan Blaze menatap aneh ayahnya.
"Taufan benar, jika mengerjai Halilintar semenyenangkan ini. Ehem, apa kamu keberatan putraku Blaze?,".

"Sama sekali tidak, itu memudahkan ku untuk menyelidiki kasus Kak Ufan," Raja mengangguk, itu juga alasan sebenarnya.

"Baiklah putraku, kamu boleh pergi,"
"Hamba undur diri ayah,"

Halilintar pov
Aku melampiaskan amarahku dengan membunuh mata - mata, entah itu milik kaisar atau milik musuh.

"Aku seribu satu kali lipat, tidak akan rela menjadi boneka istana. Mati aja sana,".

Brak

Brug

Tang.

Sedangkan seseorang yang menyaksi - kan itu, sedang menggigil ketakutan menyaksikan kebrutalan seorang Halilintar di malam hari.

"Sebaiknya, aku pergi. Sebelum kena tebas," Meninggalkan tempat kejadian.

Halilintar menghela nafas, tadi diri nya terlalu mengebu - gebu. Dirinya duduk di taman seraya menatap langit malam yang terlihat indah.

"Apa iya, gue asal orang sini?. Kira - kira mereka kangen nggak ya sama gue," gumam Halilintar yang menyandar di pohon.

"Kangen siapa?," Disana ada Solar, yang menatap dengan penuh selidik. Rasanya Halilintar ingin menutup mata itu.

"Apa pedulimu," Halilintar mengang - gap Solar tidak ada, dan itu membuat Solar ingin menembak dengan sihir milimnya.

"Lu jadi lebih nyaman," Halilintar menoleh ke Solar sejenak, mengerut kan kening. Binggung dia tuh

"Beban saya hilang, saya sudah gagal bukan?. Mengapa saya terus berjuang mati-matian, jika bakal mati jadinya," Halilintar membiarkan Solar yang duduk disebelahnya.

"Sepertinya anda perlu terapi, kakak pertama. Walau saya sedikit mem - benci sama kamu, saya gak mau kau mati," Solar menjitak kepala Halilintar. Wah, adek yang berbaik hati kan?.

"Sakit loh, gak mau saya mati. Karena ingin saya sengsara bukan?, ubah saya jadi batu sekarang," Erzan menatap bintang yang sangat cerah.

"Makin malam makin aneh kamu, sudahlah mau pulang ke kediamanku. Bicara aneh lagi, aku tembak pake sihirku juga," Solar akhirnya pergi, dan Halilintar memijit kening lelah. Kebiasaan berpikir buruk tengah malam ke bawa sampai sini.

'Secara kebetulan, adik - adikku dan aku jadi Elemental itu sendiri. Apakah ini masih terkait tentang kehidupan para pangeran ini?, kalau begitu. Aku adalah Erzan modern yang mengala - mi reinkarnasi terus menerus, dan memiliki akhir buruk setiap kehidup - an gitu?. Dan bagaimana kabar mereka ya?,' batinku yang berjalan menuju kediamanku, karena terasa dingin sekali.

Pagi telah tiba, untuk menolak rencana perjodohan itu. Erzan pergi ke wilayah utara, dengan misteri rumor buruknya.

Erzan melakukan patroli, hingga diri - nya bertemu dengan bayi yang menangis di dekat lembah kematian.

"Lah ada bayi?, eum baiklah. Kamu akan ku angkat jadi anakku,"

"Tapi yang mulia...,". Seorang pelayan ingin memberitau bahaya yang akan muncul.

"Rumor itu?, biarlah lagipun aku tidak takut pada tantangan itu," Halilintar menggendong bayi itu hati - hati, matanya menatap kalung di samping sang bayi. Dia akan mencari tau nanti tentang kalung itu.

"Ayo kembali," Aku berjalan, sesekali bayi itu membuka matanya. Sehingga netra merah seperti miliknya terlihat, Halilintar mengakui itu.

Setelah sampai di kamar, Halilintar membaringkan bayi itu di sebelah ranjang nya.
"Kamu basah, pelayan tangani dia," Pelayan itu mengangguk dan merawat bayi itu, yang ternyata anak perempuan.

"Kamu anak perempuan ternyata, tidak apa. Sekarang namamu Alinsyah regarn dwirya," Seolah bahagia, bayi itu tertawa. Halilintar tidak pernah menyesal, tangannya mengelus surai bayi itu.

Rumor bahwa pangeran pertama bertemu dengan bayi perempuan itu menyebar di wilayah itu, hingga menyebar luas ke telinga kaisar.

Hal yang sangat menggelitik adalah saat pangeran yang terkenal kejam, mengangkat bayi yang ditemuinya. Duke Gravien kesal tentang rumor itu, bahkan dirinya mengatakan jika putrinya akan menjadi putri Mahkota. Kaisar?, raja itu terkejut tentang penyangkalan Duke Gravien.

"Kai, selidiki tentang Duke Gravien dan orang yang terlibat. Dia seperti menargetkan putra pertamaku untuk naik derajat,"

"Siap,".

"Nah, siapa sangka?," gumam raja, yang cukup penasaran apa yang akan dilakukan putra pertamanya itu.

Halilintar dan pasukannya bersiap kembali ke istana, setelah tempat itu sudah aman untuk 1 tahun kedepan.
"Tidak ada yang tertinggal?,"

"Tidak ada yang mulia," ucap serentak mereka.

"Sini kan putriku," ucap Halilintar yang melihat bayi itu terus menangis, walaupun Halilintar mengatakan dengan wajah dingin.

Pelayan yang setia dengan Halilintar memberikan bayi itu dengan hati - hati, ajaibnya bayi itu langsung diam setelah melihat wajah Halilintar.
"Weo weo ababa hihi," Halilintar menatap datar bayi di tangannya.

"Baik, ayo kita pulang ke istana. Aku akan bersama dengan putriku,".

Reinkarnasi Menjadi Mantan putra mahkota (S2 END).Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang