salah paham

140 19 2
                                    

Gue yang tampan bin cool, akhirnya bisa dapatin pedang di ruangan itu yang sama namanya dengan yang gua butuhin.

Dan itu kusimpan di ruang ajaibku, Tiba-tiba Icy datang. Mana dengan wajah nyeremin nya.

"Kak Hali jangan ikutan gila kaya di novel gaje itu, tenang aja Icy bakal lindungi mu dari mereka yang orang asing. Kak Halilintar, apakah pedang itu sudah kau temukan. Mana itu?," Yang terakhir jadi sedingin es kutub utara.

"Pedang apa?, gua dari tadi sibuk ngerjain ini loh. Dah sana, jangan ganggu gua," Aku berkata tanpa menatap wajahnya.

"Ck, sini gua bilang," Icy dengan kepala batunya, aku menatap jengah dirinya.

"Ngak ada, kembali aja. Ini sudah malam," Aku menatap jengah, pena sudah menggelinding ke lantai. Aku menatap menahan amarah.

"Tenang, aku hanya meminta pedang itu. Bukan nyawa kamu, ayo serahkan," Ice tidak menyerah, sekali lagi.

"Aku belum menemukannya, jadi kembalilah ke kediaman. Angin malam semakin dingin," Aku mengeratkan jubah buluku.

"Kau lupa?, aku pengendali es dan air. Apa itu memungkinkan untuk aku merasakan dingin?, lagi pula aku memakai jubah sekarang," Aku selalu tidak bisa menang darinya, menatap datar. Kembali ke meja kamar, dan mengerjakan berkas.

"Hah, jangan ganggu aku," Aku memfokuskan penuh pada pekerjaan ini, sial!. Kapan ini akan selesai?.

Tidak menyerah!, entah apa Ice tiba-tiba membekukan kertas laporan yang sebenarnya Taufan tangani.
"Kali ini untuk apa?," Aku capek, ingin liburan melepaskan beban berat ku.

Dia tidak menjawab, pergi tanpa pamit. Membekukan sepanjang jalan, tanpa memandang itu diperlukan tidak saat ini.
"Yah, ku rasa. Es itu akan tahan sampai esok pagi," Aku menatap datar, mataku menangkap ide gila sekarang. Perlahan aku menyeringai.

Srek
Brag
Bzzttt
Bzzttt

Aku menatap puas, hasil karyaku. Hal apa lagi, raja dan putra mahkota menanggani masalah ini. Bukannya aku tega dan tak berperasaan, mereka duluan lah yang membawa saya pada karakter ini.

"Untuk sentuhan terakhir," Darah dari goresan jariku membasahi salju di bawahku, sekiranya cukup aku kembali masuk ke kamarku. Karena aku di luar semalam ini, dan aku masih demam. Aku yakin, besok aku tidak bisa bangkit dari ranjang. Karena kondisi tubuh ini.

Pagi hari telah tiba, benar dugaan Halilintar tentang tubuh yang ia tempati sekarang. Seluruh tubuhnya sakit, belum lagi mimpi buruk yang menghampiri silih berganti.

Mengabaikan kondisinya, Halilintar menciptakan peri kecil untuk mengerjakan berkas di mejanya. Lalu istirahat lagi.

Sedangkan peri yang dipanggil, hanya pasrah untuk mengerjakan berkas di meja penuh milik tuannya.

"Peri mana yang dipanggil untuk menyelesaikan berkas oleh tuannya?, pastilah aku. Peri Supra,". Supra mendengus sebal, rupanya sekarang remaja tinggi dengan visor khasnya.

"Eh, kamu siapa?. Apa yang kamu lakukan?," Seseorang menginstruksi kegiatan Supra.

"Supra, kau tidak melihat?," Supra menjawab dengan acuh, mata dan tangannya bekerja keras.

Orang itu menatap keseluruhan penampilan di depannya. Tampan, ehem lebih tampan dari si pangeran pertama kerajaan ini.

"Siapa yang menyuruh anda duduk di sana?," Supra sedikit terganggu oleh orang itu, nadanya jadi sedikit kesal.

"Aku putra mahkota, apa yang salah untuk itu?. Pangeran pertama juga kakakku, kamu keberatan?," Pandangannya beralih ke sosok yang di kasur, ah itu Halilintar yang mukanya pucat.

Menyadari tatapan Taufan, Supra menutup sisa pekerjaannya.
"Aku keberatan, silahkan keluar tuan. Tuanku butuh istirahat yang cukup," Supra menatap tajam.

Menyadari bahaya yang mengintai, Taufan memilih bangkit untuk pergi. Dan menyempatkan untuk menatap kondisi kakaknya.
"Kamu benar, sepertinya raja akan khawatir tentang kondisinya,".

Setelah merasa Taufan sudah pergi, Supra menghela nafas lega. Mengerjakan berkas, sesekali melirik Halilintar yang sekarang memunggungi dirinya.

Berbeda dengan Halilintar, Gempa yang mendapat kabar tentang pangeran pertama. Menyiapkan buah - buahan untuk menjenguknya, tidak lupa memberi tahukan dirinya akan berkunjung.

"Dia lagi sakit ternyata, lantas soal darah yang di salju kekuatan Ice. Mungkin itu darah dari Halilintar karena muntah atau luka. Bisa saja kan," Gumamnya melirik Ice yang perlahan mulai cair, sepertinya Ice membatalkan skillnya karena merasa bersalah.

"Yaya, apa ada informasi tentangnya untuk terbaru?," Gempa sudah siap dengan pakaiannya.

"Belum yang mulia, kami akan segera mendapatkannya," Gempa hanya bisa mengangguk, dan membiarkan Yaya pergi dari ruangannya.

"Siapapun itu, sepertinya mereka benar-benar aneh,".

"Pangeran demam?, apa dia terkena racun?," Kaisar terkejut untuk berita kali ini.

"Kondisinya lemah satu minggu lalu yah, tapi dia memaksa untuk terlihat seperti biasanya. Hah, jangan mengirimi dia berkas lagi. Biar aku yang tanggani yah,".

"Itu tugasmu bukan?, bagaimana tentang rumah Tok kasa?," Taufan ingin sekali memukuli Taufan asli sekarang.

"Ketua penyihir sudah ditahap mengawasi Gempa, anda tidak perlu khawatir tentang itu,".

"Kalau begitu, cukup bagus,". Raja sesekali menatap kondisi langit yang cerah, tenang namun ada badai dibaliknya. Seperti kondisi kerajaan nya dan putra pertamanya.

'Apapun yang terjadi, kuharap ini tidak memicu kerusakan yang lain,'.

"Yang mulia gawat, ada petir merah di wilayah selatan kerajaan Virtune," ucap salah satu menteri di Kerajaan ini.

"Selidiki lebih lanjut, jika berbahaya kita akan membantu kerajaan itu," Raja terlihat tenang, sebelumnya. Raja Gioshya pemimpin kerajaan Virtune meminta bantuan lewat surat, yang sampai baru malam tadi.

"Rencanaku gagal jika Halilintar tidak berubah jadi lebih baik, pusing kepala aku," gumamnya saat memandang ke bawah, tempat rakyatnya berada.

Reinkarnasi Menjadi Mantan putra mahkota (S2 END).Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang