Makan malam pun tiba, Halilintar masih menatap pemandangan dari cendela kamarnya.
Ini hari kelima dirinya di dunia ini, para pangeran selalu mengirimkan surat perihal bayi perempuan yang di bawanya.
"Kenapa aku jadi merindukan elemental yang lain?, bukankah mereka yang membunuhku dengan racun?,".
"Maaf lancang yang mulia, kaisar dan putra mahkota telah menunggu untuk makan malam bersama,". Halilintar menatap datar, mengangguk singkat dan memberi kode untuk ajudannya untuk segera pergi.
"Lebih baik, aku bersiap,". Setelah cukup lama dengan pakaian khasnya, Halilintar pergi ke ruang makan. Di perjalanan dia malah melihat Gempa pangeran ketiga, yang hampir tertusuk oleh musuh. Sekiranya ada 20 orang.
"Aku bantu," Singkat, datar namun bisa membuat hati Gempa bahagia.
Pertarungan terjadi lebih seru, entah mengapa di Koridor ini terlalu sepi. Bahkan pengawal pun tidak ada.
Gerakan Halilintar terlalu lihai, dia bahkan menggunakan tangan kosong dan pertarungan itu. Gempa sampai terlena, sampai pedang dari salah satu dari mereka berhasil bersarang pada perut Gempa. Yang seketika muntah darah.
"Gem, jaga kesadaranmu ku mohon,". Halilintar tidak peduli lagi, saat beberapa dari pedang itu berhasil melukainya.
"K-kak, G-em s-sayang k-kakak,". Gempa tidak sadarkan diri, emosi Halilintar tidak terkendali lagi. Dia menghabisi mereka yang telah melukai adiknya.
"Gempa, ayo bangun. Jangan seperti ini,". Halilintar berusaha menyadar kan nya, sambil memanggil orang.
Kesal karena tidak ada yang datang, Halilintar membawa tubuh Gempa ke Tabib kerajaan pribadi.
Disisi lain
Solar sebenarnya tau jika kakak ketiganya diserang dan dibantu oleh si kakak sulungnya, kakinya mati rasa saat perut Gempa terkena pedang.Dia harus menyelamatkan kakak ketiganya segera, namun tubuhnya tidak bisa bergerak saat ini. Matanya membulat, saat Halilintar bertarung bar-bar disana sama seperti saat di taman masa itu.
"Kak Gem, ayo Solar bergeraklah. Jika tidak kakak ketiga bisa mati karena amukan kak Halilintar,". Tubuhnya masih terpaku hingga matanya melihat, jika Halilintar frustasi dan membawa tubuh Gempa dengan cukup lembut. Tubuhnya seketika merosot ke bawah, Halilintar ternyata masih bisa bersikap baik. Air matanya jatuh, betapa bodohnya tadi saat akan mendoakan kakaknya untuk mati di keroyok orang asing itu.
Solar berdiri lalu pergi menyusul ke Halilintar berada, dalam perjalanan dia mengirimkan pesan melalui surat yang diikat ke burung merpati miliknya.
Taufan pov
Aku sebenarnya turut kasian tentang akhir dari Halilintar di buku novel yang di baca kak Halilintar saat itu. Dan mengasihani diriku sendiri karena, aku juga diracuni oleh Yaya dan Ying. Sifat mereka sama seperti di novel, jangan- jangan itu kami semua?. Otak aku terlalu buntu Saat memikirkan itu.Aku sekarang putra mahkota, kata si Carl ajudanku aku pernah memberi jabatan ini tapi Halilintar menolak. Mungkin karena nama baiknya tergores.
Setelah aku bangun pertama kalinya, aku dikejutkan jika Halilintar disini membawa bayi perempuan setelah pergi untuk menghindari perjodohan.
Banyak surat kukirim menanyakan bayi itu, namun dia tidak membalas. Jadi aku meminta untuk dia makan malam bersama kami, kebetulan yang lain disini. Kecuali Gempa, anak itu katanya sedang mencari kucingnya dan Halilintar yang sepertinya tidak akan datang. Tak lama kemudian Solar izin ke toilet, katanya dia ingin buang air.
Beberapa suara pedang diluar terdengar, padahal para prajurit sudah pergi ke pos untuk membantu kerajaan lain. Hatiku tidak tenang, bahkan Solar belum kembali juga.
Seekor burung hinggap di tangan raja, wajah dia gelisah. Lalu dia mengajak ku untuk pergi ke tabib kerajaan, aku tidak bertanya aku terlalu kalut.
Sesampainya disana, Gempa sedang ditangani dan Halilintar yang mengurus luka di lengannya.
"Hormat yang mulia raja,". Halilintar memberi hormat ketika melihat sosok raja diambang pintu.
"Tidak usah beri hormat saat sakit, bangun dan pelayan obati pangeran sekarang,". Halilintar menatap permusuhan raja, dia bisa sendiri okay. Tapi tidak urung, mengobati luka di pinggangnya jadi lebih cepat. Kenapa Taufan merasa tidak suka, saat sang ayah menyuruh pelayan mengobati (memegang) pangeran Halilintar.
Saat melihat luka di bahunya yang cukup dalam, aku mendekati Halilintar dan mengusir para pelayan setelah yang lain udah diobati.
"A-apa yang kau lakukan putra mahkota?, ukh," Aku kesal, dan dengan sengaja menekan lukanya dengan kain yang telah kuberi obat. Hah, rasakan itu!.
"Diem, ngobatin lu lah apalagi," Karena kesal, gua pun malah pakai bahasa gaul. Sialan emang!, mataku melirik ke raja yang tampak mengerjabkan mata. Dan tatapanku bertemu dengan tatapan merah menyala yang seakan siap aku dilahap olehnya. Tersenyum kikuk lalu terdiam.
Setelah kejadian itu award banget, raja juga cuma berdeham tanpa bertanya itu bahasa mana. Dan Halilintar, orang itu sudah menutup mata untuk tidur. Mungkin karena tenaganya sudah habis untuk berlawan, atau mungkin cuma kelelahan.
"Bagaimana?, apa itu baik?," Raja bertanya, menatap Gempa sendu. Demi apa Taufan ingin menanyakan apakah si raja salah makan, atau sakit.
"Luar biasa yang mulia, beliau berhasil selamat dari kematiannya,". Yang disana terkejut, bahkan Solar yang tidak ngapa-ngapain terkejut di buatnya.
"Baguslah," Raja mengangguk setidaknya dia tidak kehilangan putranya lagi, eh lagi? Kapan raja Amato merasakan kehilangan?.
"Yang mulia raja dan putra mahkota, saya undur diri untuk istirahat. Untuk makan malam, kita undur," Halilintar bangun dari tidurnya lalu pergi, aku ingin berbicara padanya. Namun, aku terlalu shock mendengar ucapan panjangnya itu.
Tatapanku tertuju pada Solar yang menatap kosong ke arah Gempa, entah apa yang anak itu pikirkan. Aku menepuk bahunya, dia tersentak apalagi mukanya lucu sekali saat terkejut.
"Wajahmu pucat Solar, istirahatlah Gempa akan baik-baik saja," Solar terlihat ingin berbicara, namun dia mengikuti saranku. Aku penasaran tapi ya sudahlah.
"Aku kembali ke ruang kerja, sebagai pangeran putra mahkota aku tidak menyukainya," Aku pergi dari sana, pekerjaan sudah menungguku.
Raja tidak menjawab, dan tanganku mengapit lengan Solar yang seperti nya dia melamun lagi. Muka dia jadi imut ingin aku memainkan pipinya.
Sepeninggalnya putra-putranya raja menghela nafas, raut mukanya jadi sendu.
"Aku baru melihatmu seperti itu. Sayang, apa kamu tidak ingin meminta maaf pada mereka?. Mereka jadi aneh, dan kamu ikutan aneh," Tabib itu membuka penutup kepala, rambut indah perak berkilau. Amato memeluk tubuh tabib itu."Memang aku aneh, mana ada seorang ayah yang tidak memahami perasaan putranya sendiri. Dan Permaisuri ku kapan kamu memberi tau mereka, jangan sia-siakan waktu," Amato semakin memeluk erat istrinya yang memilih jadi tabib, karena insiden perencanaan pembunuhan permaisuri setelah minum teh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reinkarnasi Menjadi Mantan putra mahkota (S2 END).
Short StoryKumpulan jiwa transmigrasi