Alinsyah

95 10 4
                                    

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, dan bulan berganti tahun.

Sekarang Alin berusia 5 tahun, bocah itu juga sudah akrab dengan saudara dari ayahnya (para pamannya).

Tidak jarang, Alin si anak kecil perempuan bermain di taman di istana milik Gempa.

Sekarang bocah itu sudah dengan Ice, sejak Halilintar kembali sibuk dengan pergerakan Ying dan Duke Gravien. Semuanya terlihat aneh, pergerakan yang janggal membuat raja sedikit was - was.

"Kak Halilintar belum kembali?, sudah satu bulan Halilintar belum kembali. Dan Alin sedikit aneh, apa yang harus kita lakukan?,".

"Akupun tidak tau Gempa, apakah dari kita ada yang punya sihir telepati?," Taufan beberapa kali melihat ke arah Alin yang tertidur atau pingsan?, entahlah siapa yang tau?.

"Aku punya kak, tapi aku butuh kak Thorn untuk tambahan tenaga," Solar menemui Taufan, yang ditatap tersenyum tipis.

"Baiklah, ayo kita coba sekarang,". Saut Taufan semangat, akhirnya mereka mulai acaranya untuk meng - hubungi Halilintar yang masih di medan perang.

"Argh, aduh," Teriakkan dari Solar dan Duri, membuat yang lain khawatir.

"Kenapa ni kak Taufan?, kita diserang kah? Mana musuhnya?," Gempa menanya saat melihat Taufan membantu adik kedua bungsu nya.

"Bentar ya Gem, aku harus membuat mereka berdua sedikit baikan," Taufan menjawab, namun matanya fokus menatap resep obat.

Setelah lama menunggu, akhirnya Gempa bisa dapat jawabannya
"Kami melakukan telepati untuk menghubungkan Halilintar, tetapi saat kami terhubung...," Sepertinya Solar tidak bisa melanjutkan, bahkan dirinya menangis tersendat - sendat.

"Hiks, kak Halilintar. Kami merasakan sakit diperut kami, Solar duga. Itu luka tusukan pedang, itulah mengapa kami terpental karena rasa sakit itu dan hempasan kekuatan yang sangat besar hiks," Duri berusaha menyampaikan informasi itu, dengan air mata yang sudah mem - basahi muka tembamnya.

"Lagi - lagi?," Gempa juga mulai menangis, kenapa harus kakak sulungnya yang harus mati duluan?. Tidak bisakah mereka, bahagia bersama untuk kesempatan kali ini saja.

"Sebagai kakak kedua, aku juga sangat terpuruk. Tapi menunda menghantarkan ke tempat terakhir, itu bukan hal baik," Taufan berbicara dengan sedikit tegas, mukanya saja sudah berlinang air mata.

"Kita bersiap, mempersiapkan semuanya. Sampai pasukan yang selamat kembali ke kerajaan, atau menunggu pasukan ayah membawa kembali Jasad kakak tersayang kita," Taufan memilih pergi, setelah mengelus kepala adiknya sayang dengan senyuman yang dipaksakan.

Jasad itu hancur, sehingga tidak di - kenali identitasnya. Namun, karena jubah Halilintar dan pedangnya patah disamping tubuh yang hancur itu. Jadi mengira, kalau Halilintar telah gugur di medan perang.

Seseorang tersenyum senang, sejak kedatangan mayat itu.
"Satu gugur, tinggal 7 lagi. Aku pasti akan jadi raja baru di Kerajaan yang besar ini, tunggu aku Amato," Orang itu merubah wajah jadi sedih, bagaimana pun masih awal rencana.

Di Taman
"Alin tidak punya hubungan darah dengan kak Halilintar, apa yang mem - buat anak itu seperti itu?," Ice mem - buka suara, disaat Duri menyembuh - kan Solar.

"Kedekatan mereka yang harus tidak kau lupa Ice, kak Halilintar tidak pernah terang - terangan untuk mengungkapkan," Gempa memainkan sihir tanahnya.

"Kak Gem tau, karena kamu mengaw - asi kami. Sedekat apapun hubungan kita, kak Halilintar masih ada jarak. Betulkan Kak Taufan?,".

"Lebih sulit, dari yang kukira aku rasa," Taufan menatap gelang warna biru dari kakak tersayangnya.

"Ya, aku tau maksudmu. Penguburan akan dilaksanakan tidak lama lagi," Taufan berbicara dengan tegas kali ini.

Ya, akhirnya upacara penghantaran jasad Halilintar terlaksanakan dengan baik.

Ice menatap langit yang biru, langit yang cerah. Namun tidak dengan suasana kerajaan
"Akhirnya, kau pergi yang pertama kali sekali lagi. Aku tidak percaya, tapi jika kau benar-benar pergi. Itu pasti sangat membebani kakak, yang harus kak Hali tau kami semua men - yayangimu,". Ice mengusap air mata nya, menenangkan diri sebelum ber - lari menyusul yang lain. Sore akan tiba, dan mereka tidak ingin di marahi sang ratu.

"Aku juga menyayangi kalian, jaga diri mu adikku,". Ice memegang telinga nya dan menarik nya, dia tidak salah dengar kan?. Suara ini mirip kakak nya

"Lepaskan, jika kau melakukan itu. Aku yakin telingamu akan seperti gajah,". Ice sibuk menatapi sekitar, bulu roma nya berdiri. Ada suaranya tapi tidak terwujud, ingatkan dia jika novel ini tidak ada unsur horornya pada originalnya.

"Siapapun kau tuan hantu, maaf aku masih ingin memakan Ice kream dadah,". Ice berlari dengan kecepatan yang tidak akan di percayai yang di lakukan seorang Ice, tidak tau saja sosok itu menghela nafas dan menatap author dengan pandangan membunuh.

"Ini semua gara - gara racun yang di temukan oleh musuhku, aku yakin itu perbuatanmu author lucnut," Si Hali tersenyum seperti jurig, author udah pergi meninggalkan cerita yang terbengkalai.

Setelah peringatan kematian pangeran Halilintar, semua pangeran jadi dingin. Kerajaan terlihat redup saat itu juga, sedangkan tubuh Halilintar yang tidak terwujud hanya menghela nafas berat. Dia tidak bisa memakai pakaian berat khas kerajaan, pedangnya juga terlalu berat untuk di pegang. Beruntung, musuhnya tidak ada yang selamat. Karena orang yang terakhir melemparkan bubuk itu, berada di ujung tanduk.

"Selamat datang jadi mirip setan," Halilintar masih memainkan pena bulu dengan kuasa angin, yang di miliki putra mahkota.

Cklek, pintu terbuka. Halilintar juga menoleh, untuk mendapati Thorn yang ketakutan. Hali ingin ketawa, tapi kasian. Pena itu tidak bergerak, dan Thorn sudah lari mencari Gempa. Halilintar hanya mematung dan kembali memainkan pena itu, karena gabut tentu saja. Dia bukan roh nya saja kan?

Pintu kembali terbuka, kali ini ada ke enam adiknya. Dan Taufan berbicara dengan tegas
"Siapakah kau?, jika kau berniat iseng tunjukkan dirimu,".

Karena malas bicara, Halilintar memilih menuliskan sesuatu di kertas.

"Aku tidak punya wujud, tapi Taufan perhatikan Alinsyah dia selalu orang yang ku khawatirkan melakukan sesuatu yang terburuk,". Setelah itu pena tergeletak di meja, bersamaan Halilintar yang pergi dengan sepoi an angin. Taufan tersenyum ringan

"Terimakasih peringatan nya kak Hali, ".

Reinkarnasi Menjadi Mantan putra mahkota (S2 END).Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang