***
Sekitar pukul enam pagi, aku membuka mata dan bangun dari tidur. Pandanganku masih buram dan terasa sangat berat karena masih mengantuk. Ditambah hawa dingin di pagi hari semakin membuatku merasa enggan untuk bangun. Aku sedikit menggerutu di dalam hati karena akhir pekan belum tiba sehingga diriku tidak dapat melanjutkan kegiatan tidur karena harus bersekolah.
Murid sekolah di seluruh penjuru mana pun pasti selalu enggan untuk bersekolah ketika baru bangun dari tidur. Jelas saja bermalas-malasan di pagi hari di bawah hangatnya selimut jauh lebih nikmat dibandingkan mempelajari rumus matematika atau menghapal sejarah dunia. Meskipun hal tersebut sangat penting, tetap saja sebagai pelajar diriku memiliki sisi yang sangat malas seperti pelajar lain di dunia ini.
Yah, tapi aku harus mengalahkan sisi malas dan rasa kantukku karena harus melakukan hal penting sebelum bersekolah. Lagi-lagi aku menggerutu kesal di dalam hati karena harus kembali ke taman bermain untuk mengambil seragam sekolah milik makhluk jadi-jadian yang merupakan teman sekelasku sendiri. Ini masih terlalu pagi sehingga udara dingin akan sangat menyiksa.
Membayangkan menaiki sepeda di pagi hari dan menciptakan angin yang akan mengenai tubuhku saja sudah membuatku merasa enggan. Walau mengenakan jaket tebal, tetap saja tidak menutup kemungkinan kalau diriku tak kedinginan.
Setelah puas menggerutu sambil memandang langit-langit kamar, aku kemudian bergerak untuk mengubah posisi menjadi duduk. Tanganku mengusap mata yang terasa berat karena rasa kantuk. Aku menguap pelan sambil menutup mulut dengan tangan, lalu melirik ke sana ke mari untuk mencari keberadaan makhluk jadi-jadian yang kubawa pulang kemarin sore.
Hatiku bertanya-tanya mengenai kucing hitam yang semalam tidur di dekat kakiku. Seharusnya dia masih berada di sana mengingat udara pagi ini masih sangat dingin. Kucing biasa pun selalu kedinginan saat pagi hari. Apalagi dia juga berkata jika dirinya sangat lemah dengan udara dingin, jadi di mana dia sekarang? Aku sempat berpikir jika dia pergi tapi itu tidak mungkin terjadi karena sama saja sengaja mencari penyakit dengan cara membiarkan tubuh kedinginan.
Kepalaku kembali bergerak dan mataku menuju tempat di mana Itoshi Rin tidur. Aku termenung, membayangkan semua yang sudah terjadi. Khususnya, aku berusaha menerima kenyataan kalau diriku sudah tidur satu ranjang dengan laki-laki lain selain ayahku. Walaupun dia tidur dalam wujud kucing, tetap saja wujud aslinya adalah manusia.
Dan aku tidur dengan laki-laki lain!
Aku mengusap kepala dengan ekspresi bodoh karena masih tidak bisa menerima kenyataan tersebut. Kami berciuman dan tidur bersama di atas kasur yang sama. Itu membuatku merasa berdosa. Bahkan dengan ayah kandungku saja, aku sudah bertahun-tahun tidak tidur bersama dengannya semenjak remaja. Rasanya sangat menyebalkan. Aku dan dia hampir tidak pernah berbicara sebelumnya, tetapi sekarang sudah melakukan hal yang lebih dari sekadar berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗖𝗔𝗧 𝗔𝗡𝗗 𝗞𝗜𝗦𝗦 || 𝐈𝐭𝐨𝐬𝐡𝐢 𝐑𝐢𝐧
FantasySore itu, aku menemukan kucing yang sedang berlindung di bawah seluncuran anak-anak dari derasnya air hujan yang mengguyur bumi. Aku memutuskan untuk membawanya pulang dan dipelihara. Saking gemasnya dengan kucing hitam tersebut, aku pun memeluk dan...