[6] School

1.6K 241 19
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Ayah, Ibu, aku berangkat!"

Aku berpamitan dengan cara menyeru kepada orang tuaku dari luar sambil memakai sepatu sekolah. Setelah selesai memakai sepatu, aku segera menaiki sepeda dan menoleh ke belakang, tepatnya ke arah ibu dan ayahku yang berdiri di depan pintu rumah.

"Semangat belajar untuk hari ini. Hati-hati di jalan, Nak!" Ibuku berpesan dengan sangat tegas tapi tetap tersenyum. Dia mengangkat tangan kanannya yang memegang spatula karena masih belum selesai memasak menu makanan yang lain untuk hari ini.

"Jangan terburu-buru melajukan sepeda." Ayahku juga memberi pesan dengan nadanya yang lembut dan senyuman tulus di wajahnya. Tangan kanannya melambai sedang ke arahku.

Aku mengangguk paham dan mulai mengayuh sepeda dalam kecepatan sedang. Angin yang timbul membuat beberapa helai rambutku berterbangan, sehingga membuatku sesekali harus menyelipkannya ke belakang telinga karena berangkat dengan rambut yang tergerai bebas. Aku membawa ikat rambut, tapi benda itu berada di dalam tas dan aku malas untuk menghentikan sepeda demi mengambilnya.

Udara pagi sangat dingin, dan aku bersyukur karena jaket yang kupakai menjadi penghangat tubuh meski tidak bisa sepenuhnya menghalangi hawa dingin untuk menerpa tubuh. Meskipun begitu, kini aku bisa menikmati suasana saat ini karena gangguan di rumahku sudah pergi, dan aku berharap penuh agar tidak terlibat urusan apa pun dengan manusia jadi-jadian itu lagi.

Aku akan rajin beribadah dan memohon kepada Tuhan agar siluman tersebut tidak kembali untuk membuat masalah yang sangat menyebalkan seperti tadi pagi. Aku tidak mau lagi berurusan apa pun dengannya. Mendengar cerita tentang dirinya kemarin memang membuatku bersimpati untuk membantunya, tapi dia sendiri tidak berminat untuk dibantu, jadi untuk apa lagi aku repot-repot membuang waktuku bersamanya?

Itu tidak berguna dan menyebalkan, sungguh.

Aku tidak mau bibirku menjadi korban agar dia bisa berubah wujud seenaknya, tidak mau. Itu sama sekali tidak aman untuk pikiran dan perasaanku. Dia memang melakukannya untuk tujuan tertentu, tapi dirinya sama sekali tidak memikirkan diriku.

Memang sialan.

"Huh! Dia pikir dia siapa? Kalau saja aku tidak menolongnya, mungkin dia sudah sekarat karena kedinginan di bawah seluncuran itu!"

Aku menggerutu kesal di atas sepeda, membayangkan semua balasan yang sudah dia berikan. Dia memang telah berterima kasih, tapi hal tersebut tidak lagi berarti bagiku karena apa yang sudah dia lakukan tadi pagi. Menciumku tiba-tiba tanpa memberi tahu terlebih dahulu, aku bersyukur tidak terkena serangan jantung saat itu. Kalau diriku terkena serangan jantung karenanya, memang dia bersedia bertanggung jawab? Bagaimana jika ayah dan ibuku khawatir?

Dia sendiri berkata jika dirinya akan kembali berubah menjadi manusia ketika kondisinya sudah pulih, dan kurasa dia sudah benar-benar pulih setelah beristirahat selama satu malam di atas bantal dan memakai selimut yang hangat. Kenapa pula dia harus menciumku? Benar-benar sialan.

𝗖𝗔𝗧 𝗔𝗡𝗗 𝗞𝗜𝗦𝗦 || 𝐈𝐭𝐨𝐬𝐡𝐢 𝐑𝐢𝐧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang