Dengan sebatang rokok yang masih digigit di ujung mulut, Yuza duduk melamun di depan rumah kontrakan yang ia sewa. Kepalanya menyandar pada tembok, pikirannya menerawang ke masa kecilnya, masa dimana ia mulai lemah jika dihadapkan dengan sosok wanita yang telah menjadi seorang ibu, dan selalu tidak tega tiap kali melihat ada ibu-ibu yang bersedih. Se nakal apa pun ia waktu kecil, tapi jika ada seorang ibu yang melihat dan menegur, Yuza selalu mengurungkan niatnya untuk berbuat nakal.
Kejadian itu bermula ketika ia baru saja masuk sekolah dasar. Menjadi anak paling kaya di sekolah ternyata tidak lantas membuat Yuza beruntung. Ia malah sering dimanfaatkan oleh kakak kelas yang badung dan sering diambil paksa uang jajannya oleh mereka. Yuza yang ketika itu masih kecil, ia tidak berani melawan dan terpaksa merelakan uang jajannya kepada kakak kelas yang memalak nya dengan ancaman. Namun suatu ketika, Yuza merasa bosan dan kesabarannya terkuras habis. Akhirnya Yuza kecil memberontak melawan kakak kelas yang kembali merampas uang jajannya. Sayangnya tenaga Yuza tidak seimbang dengan keberanian dan dendamnya yang meluap-luap. Ia yang masih kecil ketika itu malah dihajar habis-habisan oleh lima kakak kelas hingga harus dilarikan ke rumah sakit.
Selama beberapa hari menjalani perawatan, ibunya tidak mau meninggalkan Yuza barang sebentar. Kerap kali air mata ibunya keluar saat melihat luka memar di wajah dan bagian tubuhnya.
“Mama kok nangis,” tanya Yuza ketika itu. “Yang dipukuli sama temen-temen kan aku, yang ngerasa sakit juga aku. Tapi kenapa mama yang nangis?”
Menggunakan telapak tangan ibunya Yuza menyeka air mata. Sambil menatap prihatin, wanita itu menjawab.
“Yang dipukuli emang kamu, yang ngerasain sakit juga badanmu, tapi hati mama jauh lebih sakit, nak.”
“Kok gitu,” tanya Yuza dengan polosnya.
“Karena, selama sembilan bulan mama yang ngandung kamu, berusaha kasih yang terbaik supaya kamu sehat. Mama juga berjuang mempertaruhkan nyawa waktu ngelahirin kamu. Setelah lahir mama rawat kamu, besar in kamu penuh kasih sayang sampai kamu besar. Makanya mama enggak ikhlas, enggak rela kalau ada orang lain nyakitin kamu. Ibu mana pun, hatinya pasti terluka, dia pasti nangis liat anaknya dilukai sama orang lain yang sama sekali enggak pernah bantu ngerawat anaknya.”
Sejak saat itu Yuza sangat mengagumi wanita yang telah menjadi seorang ibu. Ia sangat salut dengan ketulusan hati seorang ibu yang begitu besar menyayangi anaknya.
Sayang sekali, perlukan yang ia terima dari kakak kelas menumbuhkan dendam di hati Yuza. Ia jadi sering berbuat nakal dan menindas teman-temannya nya supaya tidak ada yang berani menyepelekan dirinya. Akan tetapi ia selalu mengurungkan niat melukai temannya dan langsung tersadar jika temannya itu menangis sambil menyebut ‘ibu’.
Hal itu berlangsung hingga Yuza sudah menjadi remaja dan tidak ada lagi anak yang menyebut ‘ibu’ saat ia berbuat nakal. Sehingga ia bebas melakukan kenakalan tanpa ada hambatan. Kenakalannya baru berakhir setelah ia membuly teman satu kelas yang bernama Wali. Yuza seperti merasakan penyesalan seumur hidup saat Wali menyebut nama ‘ibu’ setelah ia melakukan pelecehan seksual, kekerasan bahkan sampai bergantian dengan sahabatnya, Bojen.
Meski sudah pernah meminta maaf dan sampai mendekam di penjara selama lima tahun, akan tetapi rasa penyesalan masih menghantuinya sampai sekarang ia sudah berumur dua puluh sembilan tahun.
Penyesalan, tidak ingin melihat ibunya karena khawatir akan membuatnya kecewa, memaksa Yuza akhirnya kabur ke Jakarta dan tidak pernah kembali lagi. Tidak ada satu pun teman bahkan orang tua yang mengetahui keberadaannya sekarang. Di Jakarta ia tinggal sendiri di tempat kos yang sempit dan bekerja serabutan. Menjadi kuli panggul, kenek, dan kadang menggantikan sopir bus. Teman-temannya sekarang sebagian besar adalah preman terminal, gelandang, dan tetangga sekitar kosan. Makanya, ia bingung dan heran ketika orang asing berpakaian kantoran yang ia tolong tadi, bisa tahu siapa namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A-P-G (End)
RandomGambar Cover by; @LikikChia desain By; @Oikhoe69 Pindah ke Karyakarsa