Jantung Wali semakin berdebar setelah menutup sambungan telfon dari Sandro. Tiga puluh menit abang sampai. Itu adalah kata terakhir dari Sandro sebelum mereka mengakhiri obrolan telefon. Entahlah kenapa jantung Wali semakin berdebar, Wali sendiri bingung, ia tidak mengerti, sulit sekali baginya menepis perasaan bahagia akan bertemu Sandro.
Wali melirik jam yang menggantung di dinding, dan ia merasa waktu berjalan sangat lama. Padahal diperkirakan sepuluh menit lagi laki-laki itu akan sampai. Entahlah, sejak ia ditelfon Sandro beberapa menit lalu, mendadak waktu berjalan lambat.
Pintu kost yang diketuk secara bertubi-tubi dari luar sana mengagetkan Wali sekaligus heran. Heran karena ketukan pintu itu terdengar kasar seperti tidak sabaran. Atau mungkin seperti itu cara Sandro mengetuk pintu? Entahlah, ia lantas beranjak dari duduknya dan berjalan mendekati pintu.
“Iya bentar,” ucap Wali di tengah langkah kakinya. Mimik keheranan semakin kentara terlihat di wajahnya. Cowok itu merasa sepertinya bukan lelaki yang ia tunggu yang sedang mengetuk pintu secara brutal itu.
Ada perasaan ragu dan tidak ingin membuka pintu ketika ia berdiri di depan pintu. Ia hanya diam dan mematung sambil menebak-nebak siapa orang diluar sana yang tidak kunjung membuka suara, meski ketukan pintu terdengar tanpa jeda.
Demi menjawab rasa penasaran, ragu-ragu Wali mengulurkan tangan, memegang kenop pintu lalu memutar dan menariknya hingga pintu terbuka lebar. Seketika Wali menelan ludah, wajahnya memucat melihat siapa yang ada di hadapannya.
“O- Odi?!”
“Lama amat buka pintunya,” sahut Odi ketus.
“Maaf, ada apa emangnya?”
“Banyak tanya.” Tanpa basa-basi Odi meraih pergelangan Wali dan menyeretnya keluar dari kosan “Ayo, ikut.”
Hal itu tentu saja membuat Wali tersentak bahkan takut. “Mau ke mana, Odi?” tanya Wali sambil berusaha melepaskan cekalan Odi.
“Entar juga tahu.”
Sekuat tenaga Wali berusaha melepaskan diri dari Odi. Namun tubuh Odi yang lebih keras dan juga tenaga yang lebih kuat, akhirnya cowok itu mampu menariknya sampai di pinggir jalan. Sayangnya suasana terlihat sangat sepi, sehingga Odi bisa leluasa menyeret Wali masuk ke mobil yang rupanya sudah ada Yuza dan Bojen di dalamnya. Melihat dua cowok itu Wali semakin ketakutan.
Setelah memastikan situasi aman, Odi lantas masuk ke mobil, duduk di bagian belakang dan langsung memegangi Wali yang berusaha ingin keluar.
“Kalian mau ngapain?” Wali bertanya dengan raut ketakutan. “Tolong lepas in, aku mau turun.”
“Kalau mau aman, diem Wali,” ancam Yuza sambil membantu Odi memegang pergelangan Wali. “Buruan jalan,” perintah cowok itu kepada Bojen yang duduk di belakang kemudi.
Tanpa pikir panjang— dengan wajah panik, Bojen lantas menghidupkan mesin. Mobil meluncur membawa Wali yang terus berteriak dan meronta. Namun sayang upayanya sia-sia karena dua tenaga cowok itu jauh lebih kuat dan mobil semakin jauh melesat.
***
Mobil yang dikemudikan Bojen membawa mereka pada bangunan yang tampak belum selesai dibangun dan terbengkalai begitu saja. Setelah memaksa turun, tiga cowok itu menggelandang Wali masuk lebih dalam ke bangunan tersebut.
“Kalian mau apa?” tanya Wali setelah tubuhnya di pepet pada tembok oleh tiga cowok itu. Meski sebenarnya ia sangat takut, akan tetapi ia berusaha bersikap tegas, membuang jauh-jauh rasa takut itu. “Lepas, aku mau pulang,” sambil meronta, berusaha melepaskan cekalan Odi dan Bojen di samping kiri dan kanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A-P-G (End)
RandomGambar Cover by; @LikikChia desain By; @Oikhoe69 Pindah ke Karyakarsa