Prak!
Seluruh pasang mata tertuju pada sumber suara itu berasal. Kini mereka menatap ngeri pada Wali yang tengah berdiri di samping meja.
“Enggak punya mata ya?” Yuza berdiri dari duduknya di kursi kantin. Cowok itu menatap tajam pada Wali— sedang memegang lengannya yang terkena tumpahan kuah mie ayam. Ia kemudian menarik bahu Wali hingga condong ke mejanya yang ikut terkena tumpahan kuah mie ayam yang baru saja di bawa oleh Wali.
“Bersih in!” bentak Yuza menatap bengis punggung Wali.
Odi dan Bojen yang duduk di sebelahnya, tertawa memperhatikan itu.
Dengan tangan gemetar Wali— sambil menahan panas di pergelangan, berusaha mengambil tisu yang ada di atas meja. Cowok itu berniat membersihkan meja yang digunakan Yuza dan dua temannya, makan.
“Tunggu!”
Suara lembut namun tegas, menghentikan niat Wali, sekaligus mengalihkan perhatian Yuza, Odi, dan Bojen. Kini empat siswa berseragam putih abu-abu itu menatap siswi cantik yang sudah resmi menjadi pacar Wali.
“Jangan mau, Wali.” Sandra sudah berdiri di depan Wali. Ia lantas menoleh pada Yuza dan berkata sambil menatapnya penuh kebencian. “Yuza, aku enggak habis pikir sama kamu. Kenapa si, enggak pernah bosan ganggu dia. Punya masalah apa kamu sama Wali, huh?” Cewek itu menatap satu per satu Yuza, Odi dan Bojen sebelum akhirnya melanjutkan. “Tolong berhenti ganggu Wali. Kamu yang harusnya minta maaf sama dia. Kamu kira aku enggak liat, kakimu yang sengaja ngalangin dia.”
Tidak ada yang menyangka ternyata di balik kelembutan Sandra tersimpan kekuatan dan keberanian yang mampu mengunci mulut tiga siswa paling kaya di sekolahnya.
“Sandra.” Yuza membuka suaranya. “Kamu kenapa terima anak kampung itu jadi pacarmu, si?” Cowok itu lantas menunjuk Wali. “Kamu liat dia, gimana dia bisa lindungi kamu sementara melindungi diri sendiri aja dia enggak bisa,” kata cowok itu dengan lantang hingga membuat seisi kantin menatap kecemasan.
“Bukan urusanmu. Kamu juga enggak punya hak ngatur aku pacaran sama siapa.” Sandra menarik pergelangan Wali dan berlalu meninggalkan Yuza.
Hal itu membuat Yuza merasa geram, Wajahnya yang putih memerah karna emosi meninggi.
“Tunggu!”
Teriakan Yuza mampu menghentikan kaki Sandra dan Wali yang baru berjalan beberapa langkah. Keduanya memutar tubuh dan melihat Yuza sedang berjalan dengan gaya songong, mendekati mereka.
Di depan Wali, mata Yuza menyipit, menatap intens wajah kalem itu dan bergantian menatap Sandra. Lantas dengan nada sinis dan mengejek cowok itu berkata.
“Liat kalian dampingan gini, kayaknya orang bakal bingung. Enggak bisa beda in, mana yang perempuan dan...”
Plak!
Belum selesai Yuza berbicara, Sandra menampar pipi cowok itu. Tanpa berkata-kata lagi cewek itu menarik pergelangan Wali dan berlalu meninggalkan Yuza yang mematung, memegangi pipinya sambil menatap penuh dendam pada Wali.
“Lama-lama itu anak miskin bisa besar kepala, kalau dibirain,” kata Bojen yang tahu-tahu sudah di samping kiri Yuza, sementara Odi di samping kanannya.
“Harus dikasih pelajaran yang serius itu anak,” kata Yuza, lantas memutar tubuh dan berjalan kembali ke meja, diikuti Bojen.
Odi terdiam, menggeleng sambil menghela napas sebelum akhirnya mengikuti mereka.
***
“Gimana tangannya Wali?” tanya Nana— teman sebangku Sandra.
“Agak melepuh, tapi udah aku obati tadi di UKS,” Jawab Sandra sambil mendudukkan pantatnya di bangku, lalu menoleh ke arah Wali yang sedang meniup luka di pergelangannya.
Nana menatap iba pada Wali yang duduk di bangkunya. “Kasihan, jahat banget Yuza,” ucapnya kemudian. “Eh, San aku mau tanya?”
“Apa?”
“Tapi kamu jangan marah”
Sandar tersenyum sambil mencubit pipi gembil Nana. “Kapan si aku pernah marah sama sahabat aku yang paling gemoy ini.”
Nana tersenyum malu. “Sialan,” katanya sambil mengusap bekas cubitan Sandra di pipinya. “Kamu serius enggak si pacaran sama Wali. Kamu beneran suka sama dia? Maksudku, eum. Tahu kan cowok-cowok yang suka sama kamu. Terus kenapa kamu pilih Wali?”
Sandar terdiam memandang wajah bulat Nana. Gadis itu menghela napas sebelum akhirnya memutar kepala dan kembali menatap Wali dalam-dalam.
“Aku suka sama Wali, Na,” ungkap Sandra akhirnya. “Coba deh, kamu lihat mukanya...”
Nana mengikuti arah pandang Sandra, menatap Wali dan memerhatikan wajah cowok itu dengan seksama.
“... dia polos aku yakin dia anak baik,” lanjut Sandra. “Tatapan mata dia itu tenang, meski ancaman ngikutin dia. Selain itu, dia bisa sekolah di sini dengan keadaan ekonominya yang tidak bagus, Itu berarti dia hebat Nana. Dia juga lembut dan enggak pernah marah.” Sandra memutar kepala dan menatap teman sebangkunya itu. “Nana sebenarnya aku suka Wali udah lama. Dia cowok sederhana, manis, terus pintar. Enggak ada alasan enggak suka sama dia.”
Nana tersenyum.
di Karyakarsa masih gratis sampai bab 11. Baru bagian enak-enak aja yang berbayar.
KAMU SEDANG MEMBACA
A-P-G (End)
AcakGambar Cover by; @LikikChia desain By; @Oikhoe69 Pindah ke Karyakarsa