“Apa itu enggak terlalu berlebihan? yang kemarin aja menurutku udah keterlaluan, Za.”
Odi berkomentar setelah Yuza selesai menyusun rencana untuk menculik Wali dan akan kembali melakukan pelecehan yang sempat gagal. Ada perasaan iba muncul di hati cowok itu saat ia tidak sengaja mendengar percakapan Wali dan orang tuanya melalui telfon ketika di toilet. Ia tidak menyangka, kehidupan Wali begitu memprihatinkan. Rencana Yuza pasti akan semakin menghancurkan Wali dan membuatnya menderita.
“Itu pantas buat dia,” sahut Yuza penuh emosi. “Sandra dan anak-anak satu Sekolah harus tau kalau Wali homo. Kalau udah gitu, Sandra pasti akan jauhi Wali. Dia harus jadi pacarku!”
“Tapi Za, belum tentu juga Wali itu homo. Kita enggak punya bukti.”
“Kita emang enggak punya bukti, makanya, kita harus buat bukti sendiri,” jelas Yuza. “Terus sebarin ke satu sekolah.”
“Iya, tapi itu sama aja kita negrusak masa depan Wali, dia bisa dikeluarin dari Sekolah.” Odi berusaha meyakinkan Yuza agar mengurungkan niatnya. “Kita juga punya risiko Za. Kalau ketahuan, kita bisa kena kasus.”
“Aku enggak peduli sama hidup Wali. Kamu juga enggak perlu takut, kan tadi udah aku jelasin, kita harus main rapi biar enggak ada yang curiga.” Yuza terdiam menatap penuh selidik pada Odi. “Kamu kenapa jadi berubah? Kamu takut? Atau kamu mau dukung Wali, huh?”
Odi menelan ludah. Kalimat dan tatapan Yuza membuat ia gelagapan. “B-bukan gitu, Za. Aku cuma khawatir sama kita.”
“Odi,” celetuk Bojen. Cowok berambut ikal yang dipotong cepak itu sejak tadi hanya diam mengamati perdebatan dua sahabatnya. Selain setuju dengan rencana Yuza, Bojen tidak ingin terjadi selisih paham yang akan merusak rencana yang sudah disusun matang itu. “Enggak usah khawatir, kamu tahu kan siapa Yuza? Kamu juga kenal baik sama keluarga Yuza Mahendra. Kita pasti aman.”
“Iya aku tahu, tapi...”
“Aku enggak mau dengar alasan apa-apa lagi.” Yuza memotong kalimat Odi. “Kalau kamu enggak jadi ikut, terserah. Tapi jangan salah in aku kalau ayahmu berhenti kerja dari perusahaan papaku.”
Setelah mengeluarkan kalimat pamungkasnya, Yuza lantas berdiri dari duduk dan hendak berlalu keluar dari kamar Odi.
“Yuza.” Odi menghentikan langkah Yuza dan juga Bojen. “Aku mau ikut kok. Sori aku tadi mikir terlalu jauh. Aku cuma khawatir aja, takut nanti nama baik keluargamu bisa rusak kalau sampai ketahuan. Tapi kalau kamu jamin semua pasti aman, aku siap.”
Odi memang tidak bisa berkutik jika senjata pamungkas Yuza sudah keluar untuk mengancamnya. Ia lebih baik pasrah mengikuti apa kemauan Yuza walau terkadang bertentangan dengan hati nurani, dari pada nasib pekerjaan ayahnya terancam.
Meski kekayaan yang didapat keluarga Odi adalah hasil kerja keras ayahnya, tapi tidak bisa dipungkiri, jasa orang tua Yuza sangat membantu. Dulu, ketika Odi masih duduk di bangku SD, orang tuanya mengalami kebangkrutan dalam berbisnis. Secara kebetulan ayah Odi bertemu teman lamanya— ayah Yuza, yang kemudian menawarkan pekerjaan di perusahaannya. Sejak saat itu ayah Odi kembali bangkit dan memperbaiki kehidupannya hingga sukses seperti sekarang. Sejak saat itu juga Odi dan Yuza menjadi akrab dan saling paham sifat masing-masing. Dari situ Odi bisa tahu persis bagaimana karakter Yuza. Anak semata wayang yang harus mendapatkan apa yang diinginkan. Meski sebenarnya Yuza tidak pernah memperlakukan Odi semena-mena, akan tetapi Yuza selalu melibatkannya untuk melakukan perbuatan nakal. Bahkan Yuza sering mengajak Odi untuk mengencani satu gadis secara bersamaan. Tidak hanya itu, cewek yang pernah menjadi kekasih Odi juga harus dinikmati tubuhnya oleh Yuza dan menggarapnya bersama-sama.
Yuza mendesis dan menatap sinis pada Odi. “Bagus.” Lantas melanjutkan langkahnya keluar dari kamar milik Odi diikuti oleh Bojen.
Odi hanya diam memandang dua sahabatnya itu. Namun ia tetap berpikir, mencari cara supaya Yuza dan Bojen menggagalkan rencananya. Cowok itu sudah lelah dengan perbuatan cowok berwajah tampat namun terkesan bengis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A-P-G (End)
RandomGambar Cover by; @LikikChia desain By; @Oikhoe69 Pindah ke Karyakarsa