Bab 11

3.8K 314 60
                                    

Wajah Odi terlihat kebingungan saat sedang mondar-mandir di sekitar kamar sambil menggigit ujung ponsel. Cowok itu merasa gelisah setelah menerima telefon dari Yuza yang memberitahu; Yuza baru saja mendengar ayahnya berbicara dengan ayah Odi melalui telfon yang mengatakan; ayah Yuza akan mengirim ayah Odi ke Bali selama beberapa untuk mengurus proyek di sana. Yuza juga mendengar, ayahnya mengizinkan ayah Odi mengajak istrinya- ibu kandung Odi, untuk sekalian berlibur. Karena alasan itu Yuza berencana menggunakan rumah Odi untuk melakukan rencana yang sudah disusun sebelumnya. Tidak hanya itu, Yuza juga memerintahkan Odi agar menyuruh asisten rumah tangganya keluar rumah selama rencana itu berlangsung.

Odi membanting tubuhnya di atas ranjang dan terlentang membentuk bintang besar, menatap langit-langit. Cowok itu benar-benar putus asa. Sepertinya ia tidak bisa menggalakkan rencana Yuza yang sudah tersusun matang itu. Terlebih Yuza malah akan menggunakan rumahnya untuk melakukan perbuatan tercela.

Odi bangun lagi dari tidurannya. Ia kemudian duduk di tepi ranjang dan termenung. Tangan kanannya terulur, meraih sebungkus rokok di atas meja lantas mengeluarkan satu batang. Menggigit bagian filter sebelum akhirnya ia membakar ujungnya menggunakan pematik. Beranjak dari duduknya, Odi berjalan sambil menghembuskan asap rokok ke udara. Cowok berkulit putih bersih itu akan ke balkon kamar untuk menghabiskan rokok sekaligus menghirup udara malam. Namun langkahnya mendadak terhenti saat manik matanya melihat handycam miliknya tergeletak di atas meja belajar. Sepersekian detik Odi menatap handycam itu sebelum akhirnya ia berjalan mendekatinya.

Mematikan rokok yang baru beberapa kali ia isap, Odi meraih handycam tersebut. Ia kemudian membolak-balikkan alat perekam itu lantas tersenyum miring setelah sebuah ide masuk ke kepalanya. Jika tidak bisa menggagalkan rencana Yuza, mungkin ia akan memberikan efek jera supaya tersadar. Sebagai sahabat mungkin ia jahat, tapi setidaknya itu jauh lebih baik dari pada harus terus-menerus mengikuti keinginan Yuza yang kadang bertentangan dengan hati nurani.

Odi kemudian mendongak dan mengedarkan pandangan di sekitar kamar. Cowok itu sedang mencari tempat aman untuk menyembunyikan benda yang ada di tangannya itu.

***

Suasana makan malam terasa begitu canggung, khususnya bagi Wali. Entahlah, ia merasa malam ini Sandro sedikit berubah. Terkesan cuek dan seperti tidak peduli dengan keberadaannya. Atau mungkin ia yang terlalu ber ekspektasi lebih, mengharapkan pria itu bersikap ramah dan hangat. Tapi yang jelas sikap Sandro sangat berbeda ketika pria itu menolongnya, menemani tidur dan memberikan apa pun yang ia butukan pasca ia menenangkan diri dari ketakutan atas kenalkan Yuza.

Sejak siang tadi Sandro pulang, sampai malam ini ia duduk dan menikmati makan malam, pria itu hanya mengeluarkan satu atau dua kalimat untuk sekedar menyapa. Menanyakan kabar, membantu Sandra mencegah ia pulang, dan mengajaknya makan malam. Sikap Sandro malam ini seperti orang yang baru pertama kali bertemu dan bahkan terlihat seperti tidak pernah memberikan perhatian padanya. Hal itu membuat ia merasa serba salah dan sungkan ingin menanyakan perihal uang kos.

"Heh, kok ngelamun," tegur Sandra sambil menyikut pergelangan Wali.

Wali tersentak lantas menoleh dan tersenyum canggung pada gadis yang tengah duduk di sebelahnya.

"Enggak suka ya sama makanannya," lanjut Sandra.

"Suka kok," jawab Wali.

"Yaudah dihabisin. Pelan banget makannya."

"Iya." Wali kemudian menyendok nasi sekaligus lauk sebelum akhirnya ia masukan ke mulut. Sambil mengunyah pelan-pelan manik matanya mencuri lirik pada Sandro dan melihatnya sedang meneguk segelas air. Makanan malam di atas piring pria itu sudah ludes tanpa sisa.

"Bang," celetuk Sandra kemudian.

Sandro meletakkan tisu yang baru saja ia gunakan untuk membersihkan sekitar bibirnya. "Ada apa, Dek?"

A-P-G (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang