Hari sudah menunjukkan pukul dua belas malam, aku merebahkan tubuhku di atas kasur mencoba untuk tidur tapi mataku tetap saja terjaga. Aku memiringkan tubuh dan menekuk kedua lutut ku.
“Gimana dengan Fahri?” pertanyaan itu mengalihkan perhatianku dan menoleh ke samping, aku melirik Dee dari sudut mataku.
“Entahlah, nampaknya dia udah gak peduli lagi.” Kataku memandangi asrama mereka yang jauh di sana.
“Kalian gak ada komunikasi lagi?” tanya Dee ragu-ragu menatapku penuh sedu. Aku hanya menggelengkan kepala menoleh ke arahnya. Ia mengusap punggungku, menaruh perhatian.
Aku menghembuskan nafas sangat kasar, pikiranku mulai berantakan di saat keadaan sepi sunyi. Keheningan di malam hari membuat aku berpikiran yang tidak-tidak. Aku meraih ponselku membaca kembali pesan yang sudah berhari-hari lamanya, apakah ada ketikan yang salah membuat ia tak mengabari ku lagi.
“Apa jangan-jangan dia gak suka sama aku lagi? Atau udah ada yang lain?”
Kepalaku mulai pusing karena pikiran kalut ini, aku memijit pelan keningku. Kembali menyimpan ponsel dan menelentangkan tubuh. Aku mengatur napas agar tenang. Aku meyakinkan diri sekuat mungkin bahwa semuanya baik-baik saja, jika memang benar nantinya dia akan menyukai orang lain.
“It's gonna be okay.” Gumamku sambil mengelus dada.
***
Hari-hari terus berlalu, tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Suasana di kelas tampak teratur ketika duduk berkelompok seperti ini. Membuat kedekatan mereka semakin kuat, antara Ale dan Haifa. Kian hari kedekatan mereka mulai diketahui oleh pelajar yang lain, ibarat kata mereka di mana ada Ale di situ ada Haifa. Bahkan sebagian dari guru sudah ada yang mengetahuinya, tampaknya mereka memilih bungkam jika tidak melewati batas.
Bel berbunyi
Pelajaran pun selesai, kami menata kembali meja dan kursi ke tempat semula. Sekilas aku melirik ke arah Fahri saat terkenang ucapan Dee kala itu. Perlahan aku mulai membiasakan kembali perasaanku di mana ia acuh tak acuh akan kehadiran diriku.
“Nad, kami ke kantin duluan ya.” Panggil Nur sambil menepuk pundakku. Aku menoleh ke arahnya yang hendak menghampiri Aisa menunggunya di luar.
“Eh, iya Nur, duluan aja.” Sahutku mengemasi buku yang berantakan.
“Nur cepetan!” Aisa mulai tidak sabar dengan sikap lambat Nur saat menghampirinya. Mereka pun langsung bergegas berjalan menuju kantin.
Sesaat setelah mengemasi buku di atas meja dan memeriksa buku absen aku melihat Dee dan Elva keluar bersamaan, aku berlari mengejar langkah kaki mereka.
“Dee tunggu!” panggilku membuat langkah kaki mereka terhenti.
“Loh, Aisa sama Nur kemana?” tanya Dee melihatku sendirian.
“Udah duluan pergi ke kantin.” Ujarku menyamakan langkah kaki mereka berdua.
“Terus kamu di tinggal sendirian?” sindir Elva menyunggingkan senyumnya.
“Tadi aku nulis absen, udah kelaparan banget mereka kayaknya.” Jelasku menatap wajah Elva. Hingga tak terasa kami sudah berada dekat dengan kantin.
Saat jam istirahat aku bersama Dee dan juga Elva masih berada di kantin menikmati makanan sambil bergosip. Sedang Aisa dan Nur kembali lebih awal ke kelas. Selama berjalan mereka berdua berbincang-bincang hingga berpapasan dengan abang kelas yang bernama Althaf.
“Pacar orang kok manis ya.” Bisik Aisa pada Nur yang berdiri di sampingnya.
“Ya ampun, Sa! Ingat loh abang itu udah punya pacar.” Ucap Nur mengingatkan.
“Ya terus kenapa!?” ketus Aisa seolah-olah ingin menantangnya.
“Kamu mau di cap sebagai pelakor?” tanya Nur dengan wajah seriusnya.
“Enggak lah, siapa juga yang mau rebut abang itu dari pacarnya.” Balas Aisa sambil tertawa cekikikan.
Aisa tak berpaling dari menatap Althaf sampai hilang dari pandangannya. Ia dengan mudahnya menyukai orang lain. Hatinya yang licik mulai berkata ingin mencoba mendapatkan hati abang kelas tersebut. Nur tak habis pikir melihatnya.
Ketika hendak memasuki kelas, Aisa tak sengaja mendapati Haifa dan Ale sedang berduaan di kelas. Ia terdiam, mematung melihat mereka berdua. Sontak, dalam sekejap terciptalah jarak antara Ale dan Haifa saat menoleh ke arah Aisa yang sedang berdiri di ambang pintu memandangi mereka berdua.
“Ayo, Nur!” Aisa menarik tangan Nur kasar sampai ia merintih kesakitan.
“Aduh, mau kemana kita baru sampai di kelas loh.” Rintih Nur melihat tangannya di tarik paksa.
“Ayo aja lah! nanti aku ceritain.” Seru nya sambil meninggalkan kelas.
Setelah selesai makan, aku, Dee dan juga Elva berjalan kembali ke kelas, dari kejauhan terlihat Ale yang sedang mondar-mandir di depan kelas. Wajahnya tampak tegang dahinya mengerut dengan melipatkan kedua tangannya, kegelisahannya terlihat jelas membuat kami bingung melihatnya.
“Kamu kenapa?” tanya Elva menepuk pundaknya. Ia langsung menepis tangan Elva membuat ia merasa tersinggung.
“Jangan sentuh aku!” murkanya dengan wajah merah padam.
“Ya ampun, sampai segitunya!” cela Elva memasuki kelas.
“Kenapa sih, Le?” tanya Dee penasaran. Awalnya ia tak menggubris pertanyaan Dee setelah beberapa saat Ale membuka suara.
“Kamu lihat Aisa, gak?”
“Bukannya udah ke kelas ya? Emangnya kenapa?” Ale hanya menggelengkan kepala, karena tak ingin membuatnya semakin murka Dee meninggalkan ia sendirian di luar.
Bel pun berbunyi, Aisa dan Nur kembali berjalan ke kelas setelah dari ruang guru. Dari jarak yang tak terlalu jauh Ale menatap ke arah mereka tajam dan sinis. Ia memasang badan hendak menghalangi Aisa sebelum memasuki kelas.
“Ngapain kamu di ruang guru!?” Tanya Ale dengan tatapan dingin.
“Untuk apa kamu perlu tau!?” sela Aisa. Kini mereka berdebat empat mata.
Nur masuk lebih dulu ke dalam kelas karena Aisa yang menyuruhnya, ia mengintip mereka berdua dari sebalik pintu. Wajah Aisa terlihat pucat dan tegang ketika berdebat, tiba-tiba Ale meninggikan nada bicaranya.
“Habis ngadu, hah!?” teriak Ale tepat di wajahnya.
“Apasih!” Cela Aisa pergi meninggalkannya begitu saja.
Ale begitu marah sampai mengata-ngatai nya, mendengar perkataan yang keluar dari mulutnya membuat Aisa seketika membencinya. Banyak sorot mata yang melirik ke arah mereka dan bertanya-tanya ada apa antara Ale dan Aisa. Ale membanting pintu ketika memasuki kelas. Mata Aisa memerah berkaca-kaca, ia berusahalah menahannya untuk tidak menangis dan terlihat lemah.
Tak berselang lama, wali kelas masuk untuk memulai pelajaran. Semua terlihat seperti biasa dan menyimak dengan saksama. Selang dua jam pelajaran pun berakhir, sebelum pulang Pak Syamsul memperingati kami tentang peraturan di sekolah, tidak seperti biasanya, membuat kami semua bingung saling menatap satu sama lain.
“Ingat ya, kita di sekolah untuk belajar! Jangan pacaran apalagi sampai berdua-duaan di dalam kelas.” Sindir Pak Syamsul menembus ke ulu hati.
Pak Syamsul pun beranjak dari mejanya dan keluar dari kelas di ikuti beberapa murid lainnya. Rasa amarah sudah memenuhi diri Ale, terlihat dari raut wajahnya. Ia berdiri dan memukul meja dengan sekuat tenaganya. Membuat jam yang ada di tangannya hancur terlepas. Ia menendang meja tersebut sambil berjalan keluar kelas. Tentu saja seisi kelas terkejut dengan sikap amarahnya yang tiba-tiba.
“Pak Syamsul lagi sindir dia, ya?” terdengar pertanyaan itu dari beberapa siswa di kelas yang heran dengan emosionalnya.
Ketika berjalan hendak kembali ke asrama tiba-tiba Haifa berlari mengejar Elva yang keluar dari kelas lebih dulu setelah melihat sikap Ale yang kelewatan batas. Haifa langsung meraih tangannya agar Elva berhenti.
“Va, maafin ya Ale tadi kasar sama kamu.” Ucap Haifa dengan tatapan sedu. Dee pun langsung menghampiri Elva yang sedang berbincang dengan Haifa di tengah jalan pulang.
“Emang nya ada apa sih?” tanya Elva penasaran. Dee pun memasang telinga untuk mendengarkan.
“Tadi itu—“
Rasa penasaran menghantuiku membuat aku berjalan cepat untuk menghampiri Elva dan Dee yang terhenti di tengah jalan. Saat aku mendekat sontak Haifa langsung terdiam tak ingin aku mengetahuinya.
“Ada apa sih?” tanyaku membuat Elva dan Dee terkejut menoleh ke arahku.
“Aku pulang dulu, ya.” Tiba-tiba Haifa pamit di tengah-tengah pembicaraannya.
“Kenapa sih?” tanyaku penasaran. Dee menggenggam tanganku menghentikan ku untuk terus bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Here With(out) You
RomanceKisah ini bukan hanya menceritakan tentang percintaan yang rumit, tapi juga soal hubungan persahabatan yang rumit. Tentunya ini akan menjadi kisah yang unik dan menyenangkan bagi setiap karakter yang menjalani perannya. Apakah hubungan persahabatan...