EPISODE 28

7 2 0
                                    

Semua terlihat senang saat mengetahui guru mata pelajaran yang di nanti kedatangannya sedang berhalangan untuk hadir. Beberapa para siswi membentuk sebuah kumpulan saling bergosip, sedang para siswa hanya melihat mereka sambil menggelengkan kepala. Ketika Aisa dan Nur sedang asyik berbincang berdua tiba-tiba Anggi datang menghampiri mereka.

“Nur, udah siap?” tanya Anggi. Nur menatap matanya dalam.

“Oh, iya! Ini bukunya.” Jawab Nur sambil memberikan buku catatan padanya.

“Makasih ya.” Ucapnya sambil berjalan kembali menuju mejanya.

Aisa yang menyaksikan itu tak sabar ingin mengejek Nur sampai merona pipinya. Nur yang sadar langsung menoleh ke arahnya. Ia pun menepuk Aisa pelan.

“Ih, apasih!” gelak Nur mencoba untuk tidak salah tingkah.

“Udah siap?” ejek Aisa mengulangi perkataan Anggi padanya.

“Udah Aisa!” seru Nur sambil menyusun rapi bukunya.

“Jadi pacar Anggi.” Bisik Aisa tepat di telinga Nur, membuat ia tertawa keras. Beberapa ada yang memperhatikannya.

“Kalau itu kayaknya gak mungkin, deh!” ujar Nur sadar diri.

“Kok gak mungkin sih, harus yakin dong.” Aisa mencoba untuk memberinya rasa semangat.

Di jam kosong ini, aku bingung harus berbuat apa. Aku mencoba untuk tidur dan menenggelamkan wajahku di atas meja. Rasa kantuk mulai melandaku, aku menguap dan mencoba untuk tertidur. Suara kebisingan mulai terdengar saat beberapa siswa mulai merasa bosan dan beranjak dari kursi mereka.

“Ale mau kemana?” tanya Farhan ketua kelas saat ini.

“Mau duduk di luar, bosan aku di dalam.” Jawabnya ketus dengan raut wajah masam.

“Yas, ayo duduk di luar.” Ajaknya sambil berjalan keluar. Tak lama setelah itu Ilyas pun menyusulnya dan di ikuti oleh yang lain.

“Woi! Jangan ribut! Nanti kita malah di kasih tugas!” teriak Farhan dari dalam sambil berbincang dengan teman sebangkunya.

“Gak akan di kasih, percayalah!” ujar Anggi melintasinya hendak keluar menghampiri yang lain.

Suara keributan itu membuat aku terbangun, aku menegakkan pandanganku melihat keadaan kelas saat ini. Mataku tertuju pada Fahri yang asyik berbincang pada Ifan sedang berada di hadapannya. Aku langsung memalingkan wajahku ke arah luar dan benar saja sepertinya di luar lebih menyenangkan.

“Gak bisa tidur, nad?” tanya Dee entah sejak kapan sudah berada di depanku.

“Enggak, berisik banget.”

“Eh, kamu mau tau gak.” Kataku sambil mendekatinya.

“Apa!?” tanyanya mula penasaran.

“Aku udah pernah cerita belum kalau aku pernah suka sama dia?” tanyaku sambil melihat seseorang yang sedang berada di luar tersenyum.

“Hah!? Kok—belum ada cerita, sih.” Jawab Dee terkejut mengetahui siapa yang aku maksud.

“Nanti deh aku ceritain sama kamu di roof top.”

“Ya udah kalau gitu, ayo keluar.” Ajak Dee. Ia begitu bersemangat untuk ikut bergabung bersama mereka.

Ternyata di dalam kelas tampak membosankan, aku pun merapikan rambutku yang berantakan karena tertidur tadi. Lalu aku menyusul Dee yang sudah bermain sambil bercanda tawa dengan yang lainnya. Ketika aku berdiri di ambang pintu aku melihat Ilyas sedang memegang setangkai bunga yang habis ia petik dari dahannya. Bunga tersebut semakin tampak indah di tangannya berkat senyuman yang ia pancarkan.

“Cantik.” Satu kata yang keluar dari mulutku saat melihatnya. Tiba-tiba Ilyas datang menghampiri dan berdiri di hadapanku, sepertinya ia mendengar ucapanku.

“Nih, buat kamu.” Ucapnya sambil memberikan setangkai bunga yang indah itu padaku.

Aku tertegun melihatnya, cukup lama. Sampai pada akhirnya aku meraih bunga itu dari tangannya. Saat menatap wajahnya ada pancaran cahaya yang membuat aku seolah-olah sedang di mabuk cinta. Kupu-kupu mulai beterbangan di perutku, jantungku berdebar kencang ketika ia tersenyum memandangku. Aku terpana melihat wajahnya, sudah lama aku tidak merasakan berdebar seperti ini.

“Dia gak salah kasih, kan!?” gumamku dalam hati menatap matanya penuh tanda tanya.

“Nad!” sapa Ilyas melambaikan tangannya di depan wajahku. Aku langsung tersentak dari lamunan.

“Kamu gapapa?” tanyanya melihatku tak berkutik sedari tadi.

“Oh, iya gapapa! Makasih ya.” Kataku sambil menggenggam bunga yang ia berikan. Ia hanya tersenyum padaku.

Ilyas pun berlalu dari hadapanku dan menghampiri teman-temannya, tak ada satu pun yang sadar tentang kejadian beberapa detik tadi semua tampak menikmati kesenangan di luar kelas ini. Wajahku memerah, aku tersipu malu menyadari bahwa ada seseorang yang memberikanku setangkai bunga, begitu romantis. Apa ia sengaja memberinya padaku karena mendengar aku mengatakan bunga itu cantik?

Setelah pergantian jam, kami semua kembali masuk ke dalam kelas saat guru mata pelajaran sudah datang. Senyuman bahagia masih terlihat jelas di wajahku. Aku menduduki kursi dan menyimpan setangkai bunga tersebut ke dalam buku pelajaran.

Kami semua terlihat fokus menyimak guru yang sedang menjelaskan materi pelajaran hari ini. Sampai pada akhirnya, jam belajar pun selesai ketika bel berbunyi keras. Pelajar mulai keluar dari kelas, perlahan kelas tampak kosong karena para siswa dan siswi kembali ke asramanya untuk beristirahat.

Waktu berjalan begitu cepat dan malam pun terlihat gelap. Banyak bintang yang bertaburan di langit cuaca malam ini begitu cerah. Aku menghampiri Dee yang sudah berada di roof top lebih dulu, kami sudah terbiasa bercerita di sana hingga larut malam. Aku menepuk pundaknya dan ia pun menoleh ke arahku.

“Novel baru lagi?” tanyaku melihat ia menutup buku yang ia baca.

“Iya, kemarin aku pinjam punya adik kelas.” Jawabnya sambil menatapku yang duduk di sampingnya.

“Bagus kayaknya.” Gumamku membaca judul buku tersebut.

“Kalau aku udah selesai baca, aku kasih pinjam ke kamu.”

Dee meletakkan buku tersebut tepat di sampingnya, kami berdua terdiam menikmati pemandangan bintang yang bersinar terang. Suara keributan di asrama terdengar hingga di atas ini, aku tak bisa berpaling untuk meratapi keindahan malam.

“Tadi katanya mau cerita, cerita lah!” Ungkap Dee memulai pembicaraan kembali.

“Dulu aku pernah suka sama Ilyas ketika pertama kali aku memasuki sekolah ini.” Lirihku mengamati bintang yang ada di langit.

“Terus kenapa kamu pacaran?” tanya Dee merasa aneh dengan ucapanku barusan.

“Entahlah, aku juga gak tau. Dulu aku gak berani terlalu suka sama Ilyas karena banyak banget yang suka sama dia.”

“Dulu cuma sekedar rasa sukanya.” Kataku menoleh ke arahnya. Kelihatannya ia mengerti apa yang aku maksud.

“Kenapa bisa suka lagi sama dia?” Dee mulai penasaran dengan ceritaku.

“Gak tau, tiba-tiba aja pas liat dia di luar kelas tadi hati tuh ngerasa gimana, gitu! Kamu gak liat emang waktu dia kasih aku bunga!?” aku jadi teringat kembali saat Ilyas datang menghampiriku tiba-tiba.

“Ih, kok bisa!? Kok aku gak liat waktu dia kasih kamu bunga?”

Cerita mulai menegang dan Dee semakin penasaran saat aku menggantungkan ceritanya kenapa aku bisa suka kembali pada Ilyas. Aku tersipu pipiku mulai merona mengingat kembali kejadian beberapa detik itu, dalam sekejap raut wajahku berubah ketika Dee melontarkan pertanyaan yang menusuk relung hatiku.

“Terus gimana dengan Fahri?” lirihnya. Aku menoleh ke samping dan menatapnya dari sudut mataku.

Here With(out) You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang