EPISODE 11

18 2 1
                                    

Hari-hari telah berlalu, suasana begitu nyaman dan tenteram aktivitas berjalan dengan lancar, mengena murid baru kita semua sudah akrab satu sama lain. Tak terasa dua hari lagi sekolah akan mengadakan study tour dan ini hal pertama kali yang kami rasakan. Semua pada antusias menantikan hari itu, mulai dari menyediakan makanan ringan dan memilih teman sebangku ketika berada di bus nanti.

Jam pelajaran telah di mulai, guru memberikan sebuah catatan lalu aku sebagai sekretaris kelas di panggil untuk menulis catatan tersebut di papan tulis. Setelah selesai aku kembali menyalin catatan itu di bukuku, hingga terkadang jariku sampai sakit karena menulis  terlalu banyak.

‘Suara bel berbunyi‘

Jam pelajaran pun berakhir, kami membereskan buku dan peralatan lainnya untuk di bawa pulang ke asrama. Satu persatu temanku meninggalkan kelas, aku dan Aisa berdiri di ujung pintu mengamati akan kesadaran anggota piket di hari Rabu. Dua lainnya berjalan dengan pelan pura-pura tidak tahu saat keluar kelas.

“E-eh, mau ke mana?” tanya Aisa menghentikan langkah kaki Erik dan Khal.

“Loh, kenapa memangnya?” tanya Erik tidak tahu.

“Udah, gak usah pura-pura! besok hari Rabu jadi kita bersihkan kelasnya sekarang.” jawab Aisa dengan lantang, Erik dan Khal hanya bisa tertawa.

Aku memperhatikan percakapan mereka yang mulai akrab satu sama lain, perasaanku ada yang aneh melihat gelagat dari Erik dan juga Aisa sejak kemarin. Sudah beberapa kali piket Erik terlihat begitu rajin dalam membantu membersihkan kelas, biasanya ia cuma sekedar membantu sedikit lalu selebihnya pergi begitu saja.

“Tips nya dong biar rajin!” ujarku menggoda Erik yang sedang mengepel lantai.

“Taps, tips, taps, tips! Pergi sana ambil air lagi.” Serunya memberikan ember padaku.

“Galak amat!” lirihku mengambil ember dari tangannya.

“Ya udah, ya udah! Ulang lagi.” Gumamnya mengambil kembali ember tersebut.

“Nadhira, boleh minta tolong ambilkan air?” pintanya dengan lembut sambil memberikan lagi ember tersebut.

“Nah, gitu dong!” kataku meraih ember tersebut dan pergi mengambilnya.

“Dasar cewek!” gumamnya duduk untuk beristirahat.

Setelah mengisi air hingga penuh aku kembali ke kelas dengan membawa seember air yang menetes akibat dari pergerakan langkah kakiku, setibanya di kelas aku melihat Erik dan Aisa duduk berduaan di sana sedang Khal menunggu di luar kelas.

“Loh, kok sendirian?” tanyaku melihat Khal sedang merenung, aku pun memasuki kelas dan melihat pemandangan itu.

“Oh, pantesan!” sindirku membuat jarak di antara mereka berdua.

“Mana airnya?” tanya Erik melihat kedatanganku.

“Nih!” kataku membuat airnya meluber kemana-mana.

Aku pun keluar dan duduk bersama dengan Khal, kami berdua sama-sama melihat ke dalam kelas apa yang terjadi selanjutnya. Kami pun kembali merenung.

“Udah ku bilang lebih baik kita di luar aja.” Ujarnya menatap pemandangan di depan.

“Iya, sih! Jadi obat nyamuk kalau ikut bantu di dalam.” Lirihku melenguh nafas panjang. Masih pegal mengangkat seember air tadi.

Setelah beberapa menit menunggu Aisa dan Erik yang sedang mengepel lantai akhirnya mereka keluar kelas dengan membawa peralatan kebersihan yang mereka gunakan.

“Udah siap, ayo pulang!” ajak Erik melihat kami berdua.

“Ayo, Nad!” ajak Aisa padaku.


***


Dua hari telah terlewati dan kini hari di mana study tour sudah menanti. Semuanya sedang menuju bus dan bagaimana denganku? Aku terlalu santai bersiap-siap dan hampir saja ketinggalan. Ketika aku memasuki bus semua kursi sudah terisi bahkan tidak ada lagi yang tersisa, aku berdiri sambil melihat sekelilingku tiba-tiba Aisa dan Dee memberikan aku tempat ditengah-tengah mereka sedang duduk berdua. Walaupun sebenarnya sempit mereka tetap berbaik hati untuk berbagi padaku dan waktunya bus berangkat memulai perjalanannya.

Setelah hampir tiga puluh menit duduk kesempitan, Dee berjalan ke belakang menghampiri Elva, melihat itu Aisa langsung menarik ku untuk lebih dekat dengannya.

“Kenapa?” tanyaku terheran-heran.

“Aku mau mengobrol sesuatu.” gumamnya.

“Tentang apa?” tanyaku penasaran.

“Aku dekat dengan Erik.” bisik Aisa. aku yang mendengarnya cukup kaget.

“Hah? kok bisa bagaimana ceritanya?”

“Ya, begitulah.” jawabnya tersipu malu sambil menunjuk isi chat mereka berdua di sosial media.

“Pantesan selama piket Erik jadi begitu rajin, ternyata eh ternyata!” ucapku menggodanya.

“Kami berdua baru dekat beberapa minggu.” Katanya sambil memperlihatkan mereka sedang bertukar pesan hari ini.

“Nanti lagi ngobrolnya, Dee balik.” Gumamnya sambil menyimpan ponselnya ke dalam tas.

“Memangnya kenapa?” tanyaku melihat Dee yang hampir dekat.

“Cukup kita berdua saja yang tau.” Bisiknya dan memasang ekspresi wajah seperti sebelumnya.

“Kalian berdua ngobrol apaan, sih?” tanya Dee ketika kami mendadak diam di saat ia menduduki kursinya kembali.

Aisa mengerlingkan mata padaku tanda untuk menjaga sebuah rahasia, Dee mungkin menyadarinya namun dia bertingkah cuek beranggapan tidak mendengarnya sama sekali dan kami kembali duduk bertiga, diam, menikmati perjalanan.

Selama tiga jam di perjalanan akhirnya kami sampai juga di tempat tujuan, aku tertegun menyaksikan pemandangan yang indah dari sekolah yang tertata rapi ini. Ketika kami memasuki lorong-lorong sekolah ini kami disambut dengan hangat, hati siapa yang tak terenyuh di perlakukan dengan hormat seperti itu.

Berbagai perlombaan terlaksana meskipun kalah dan menang tidak membuat kedua sekolah berkecil hati, intinya saling menikmati setiap momen yang ada. Berada di detik terakhir semuanya mengabadikan momen untuk di kenang kembali, kami beranjak mengemasi diri dan berpamitan sambil melambaikan tangan pada mereka semua. Kami menaiki kembali bus yang kami tumpangi dan tujuan selanjutnya adalah mengunjungi tempat wisata yang ada di kota tersebut. Setiap sudut kami tempuh sambil memotret untuk mengabadikan momen yang ada, sampai pada akhirnya tiba-tiba Aisa datang mendekatiku.

“Nad, ayo foto berempat sama mereka.” katanya tersipu malu, berempat yang ia maksud adalah bersama anggota piket kelas.

“Ayo!” seruku.

“Kamu yang ngajak mereka, ya.” Pintanya dengan mata yang berbinar-binar, memohon.

“Hm, iya deh!” kataku mengiyakan.

Aku berjalan menuju arah di mana Khal dan Erik sedang berada, untungnya mereka hanya berdua di sana membuat aku tidak begitu deg-degan untuk mengajaknya. Erik sadar aku semakin dekat berjalan mengarah padanya, ia memasang badan dengan tatapan matanya yang tajam menatap wajahku. Kedatanganku menarik perhatian mereka.

“Kenapa!?” tanyanya.

“Ih, tau aja loh aku datang membawa maksud!” Ujarku.

“Apaan!?” tanya Khal penasaran juga.

“Ayo foto berempat! Buat kenang-kenangan.” Ajakku, mereka saling tatap satu sama lain.

“Ide yang bagus!” seru Khal mengiyakan.

Aku segera memanggil Aisa untuk datang menghampiriku kami bertiga yang sedang menunggu, dia tampak senang karena mereka menerima ajakanku. Aisa dan aku langsung mengambil posisi, sedang mereka berdua tampak keheranan.

“Erik, kamu salah posisi!” ucapku membuatnya terkejut yang sedang berdiri di sampingku.

“Terus aku di mana!?” ia menggaruk tengkuknya mendengar raungan ku.

“Khal tukar posisi!” seruku, lalu mereka pun mengubahnya dengan Erik berada di samping Aisa.

Aisa tak kuasa menahan senyum dengan posisi pengambilan foto yang ia inginkan, berada di samping Erik. Sedang aku dan Khal sudah menyadari kebucinan mereka berdua, hingga pemotretan pun dilakukan.

Cekrek!

Selama menikmati setiap momen ketika study tour aku tidak terpikirkan tentang pacarku, bahkan aku sudah merasa bahwa aku tidak pernah memilikinya. Kenapa aku berasumsi begitu, karena sudah beberapa hari ini dia kembali melakukan hal yang sama tidak menghubungiku sejak seminggu sebelum keberangkatan study tour.

Kami pun melanjutkan perjalanan karena hari sudah mulai malam, tiga jam di perjalanan tidak terasa begitu lama karena menuju arah pulang. Semua dalam keadaan muka kusam ketika sampai di sekolah dengan kondisi bangun tidur, tidak lagi menghiraukan wajah masing-masing karena kelelahan selama berada di dalam bus. Aku langsung berjalan menuju asrama memasuki kamar dan menggantikan pakaianku untuk segera beranjak tidur.

Namun, sebelum memejamkan mata aku kembali mengecek ponsel hanya untuk memastikan apakah ada notifikasi yang aku lewatkan, ternyata memang tidak ada satu pun, telingaku selalu berdenging seperti mendengar suara notifikasi dari Satria.  Aku mencoba tidur dalam keadaan kecewa, overthinking dan banyak sekali pertanyaan yang memenuhi isi kepalaku, di paksa tidur dalam keadaan seperti ini rasanya begitu sulit.

Selang beberapa menit aku mencoba merelaksasi pikiran dari kekacauan sampai akhirnya aku bisa memejamkan mata dengan tenang, tiba-tiba ponselku bergetar tanda adanya notifikasi masuk namun mataku sudah tak sanggup untuk melihat hingga aku membiarkannya begitu saja.

“Apa kabar?”

Here With(out) You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang