EPISODE 31

13 2 0
                                    

Sore hari ketika hendak berjalan keluar menuju lapangan Althaf menemani Bagas untuk menemui kekasihnya, Lyta. Bagas sengaja mengajak Althaf karena Lyta yang memintanya. Saat bertemu Bagas dan Lyta sempat mengobrol empat mata, Althaf sedikit menjauh karena tak ingin mendengar obrolan mereka yang bersifat privasi.

Setelah selesai, tiba-tiba Lyta perlahan mendekatinya membuat Althaf bingung dan menoleh ke arah Bagas.

“Tadi ada yang nitip ini ke Lyta, katanya untuk abang.” Ucapnya sambil memberi sebuah bingkisan.

“Eh, untuk abang? Dari siapa!?” tanya Althaf bingung, karena sebelumnya ia tidak pernah mendapatkan hal seperti ini kecuali dari pacarnya.

“Iya, penggemar rahasia katanya.” Ujar Lyta membuat Bagas tersenyum mendengarnya.

“Ambil aja sih, Thaf. Lumayan bisa makan enak, bagi-bagi ya.” Canda Bagas menertawainya.

“Ya, gak begitu juga! Kalau ayank bebeb aku tau gimana?” tanya Althaf sedikit khawatir melihat keadaan sekitar.

“Tenang!” ucap Lyta dan Bagas serentak sambil mengunci mulut.

“Dasar bucin aneh!”

Hari mulai gelap, mereka pun kembali menuju asrama. Hingga keesokan harinya saat berangkat ke sekolah Althaf mencari siapa seseorang yang disebut penggemar rahasia itu. Pada jam istirahat sedang berlangsung tiba-tiba penggemar rahasia itu memberikan sebuah coklat pada Althaf melalui orang lain.

“Eh, tunggu! Ini dari siapa?” tanya Althaf pada adik kelas yang memberikan coklat tersebut padanya.

“Identitasnya gak boleh di kasih tau katanya.” Jawabnya lalu meninggalkan Althaf yang terdiam di sana.

“Shit! Saatnya mengeluarkan jurus detektif ku!” Tiba-tiba Althaf memperagakan gaya ala Ultraman.

Ternyata penggemar rahasia tersebut tidak berhenti sampai di situ saja, ia terus membombardir Althaf dengan pemberiannya sebagai tanda suka. Kekhawatiran ini membuat Althaf memandangi mata pacarnya yang penuh cemburu, ia juga bingung bagaimana caranya untuk mengatakannya langsung pada si penggemar rahasia tersebut.

Setelah seminggu kejadian itu terus berlangsung, ketika Althaf berjalan menuju sekolah tiba-tiba ia teringat saat pertama kali memasuki sekolah ini. Dimana ada seseorang yang sering menyapanya tiap kali ia memasuki kelas. Siswi tersebut tampak berani memanggil namanya bahkan saat ia sedang asyik bersama teman-temannya. Apakah dia adalah orang yang disebut sebagai penggemar rahasia itu?

Flashback...

Sekolah yang cukup luas, ini hari pertama bagi pelajar baru memasuki sekolah ini termasuk Althaf, ia mendaftar sebagai siswa Sekolah Menengah Atas. Teman seangkatannya cukup ramai apalagi siswa baru dari sekolah lain yang mendaftar di sini.

Setelah seminggu mengikuti aktivitas di sekolah ini, dari lantai atas banyak sekali siswi yang memperhatikannya berjalan bersama dengan teman-temannya memasuki kelas yang berada di lantai bawah. Ada satu siswi yang tidak ia kenal siapa namanya karena ia sering menyapanya setiap pagi.

“Eh, abang yang ganteng itu siapa sih namanya?” tanyanya pada teman di sampingnya melihat ke arah bawah.

“Yang mana?” tanya lawan bicaranya sambil mencari.

“Itu loh, yang tinggi putih itu!” ujarnya sambil menunjuk siswa yang di maksud, suaranya begitu keras hingga terdengar ke telinganya.

“Oh, itu bang Althaf.” Gumam temannya.

“Hah!? Altha?” tanyanya kurang jelas dengan pendengarannya.

“Althaf, loh! Althaf!” teriak temannya tepat di telinga.

“Oh, Althaf!”

Althaf menoleh ke arah suara yang menyebut namanya, ia menatap siswi itu cukup lama agar bisa mengingatnya. Sampai pada akhirnya, hari-hari terus berlalu. Siswi tersebut dengan sigap berdiri di koridor lantai atas sambil menunggunya untuk memasuki kelas. Ia menatap dari kejauhan melihat Althaf yang semakin mendekat.

“Pagi bang Althaf!” sapanya begitu lembut, Althaf memasang wajah datar melihatnya dari arah bawah.

Siswi tersebut menjadi rajin menunggunya datang ke kelas sambil menyapanya dari koridor lantai atas. Sapaan tersebut berlangsung cukup lama, hingga akhirnya siswi tersebut merasa lelah dengan sikap Althaf yang dingin padanya.

Ternyata hal tersebut membuat Althaf merasa kehilangan ketika siswi itu tidak lagi menyapanya setiap pagi saat datang ke sekolah. Ketika jam istirahat mereka tak sengaja berpapasan, spontan Althaf tersenyum padanya membuat siswi itu tertegun hingga membuang muka sambil berlari ke dalam kelasnya.

“Cewek itu namanya siapa sih?” tanya Althaf pada teman di sampingnya, ia menoleh ke arah siswi yang berlari tersebut.

“Kenapa kamu suka ya!?” ejek temannya.

“Ah, enggak, bukan gitu! Pengen tau namanya aja.” Lirih Althaf sambil menggaruk tengkuknya.

“Namanya...”

Seketika Althaf teringat tentang kejadian beberapa tahun lalu dimana ada seorang siswi yang tergila-gila padanya. Kilauan mentari pagi menyengat halus wajahnya kala Althaf sedang berdiri di lapangan, saat tersadar dari lamunan ia melihat dari kejauhan seseorang yang ia pikirkan sejak tadi. Ia langsung mempercepat langkahnya agar bisa menyusul siswi tersebut.


***


Cahaya matahari pagi ini begitu silau menyengat lembut permukaan kulit, aku menghirup udaranya yang terasa segar dengan perasaan yang harus di kuat-kuatkan. Hari ini aku berjalan ke sekolah sendirian, semenjak kejadian kemarin Aisa perlahan menjauhiku. Aku tidak tahu apa penyebabnya tapi aku tetap mencoba menyapanya dan mengajaknya berbicara, namun yang aku dapatkan ia hanya diam seribu bahasa, tak seperti biasanya. Karena sikapnya yang kerapkali begitu, aku hampir terbiasa.

“Aisa, kamu tau gak jawaban nomor tiga ini apa?” aku menepuk pundaknya tapi ia tidak menggubrisnya sama sekali.

Pada saat jam istirahat pun biasanya ia selalu mengajakku lebih dulu ke kantin. Namun entah mengapa ia mendiamkan ku dan pergi begitu saja hingga hal itu membuat Nur ikut keheranan.

“Kita gak ngajak Nadhira?” Tanya Nur memastikan apa yang terjadi di antara mereka berdua.

“Dia bisa sendiri kok pergi ke kantin.” ketusnya dengan tatapan tajam sambil terus berjalan menghadap depan.

Aku masih terbayang-bayang dengan perlakuannya padaku sejak beberapa hari terakhir. Ketika aku sedang fokus berjalan tiba-tiba ada seseorang yang begitu tinggi melompat tepat di hadapanku membuat aku hampir terjatuh.

“Pagi, Nad.” Sapanya tersenyum simpul menatapku.

Seketika aku membeku, tak berkutik sama sekali. Ini sangat aneh bagiku setelah sekian tahun lamanya ia baru membalas sapaan ku, tapi kan dia sekarang sudah punya pacar kenapa berani menggoda wanita lain?

“Shit! Bang Althaf kesambet apa pagi-pagi gini.”

Karena aku tidak menjawab sapaannya, Althaf langsung meninggalkanku yang masih terpaku di tempat berdiri. Ia berlari karena kekasihnya sudah datang menuju kelas. Aku tersentak dan mengabaikan hal yang Althaf lakukan padaku secara tiba-tiba tadi, mungkin saja itu hanya sebuah taruhan permainan yang ia lakukan bersama teman-temannya.

Hingga tiga hari berturut-turut Althaf jadi sering menyapa bahkan tersenyum padaku di manapun ia menemukanku. Aku cukup risih dan takut jika nanti kekasihnya salah paham tentang hal itu. Aku jadi teringat dulu dimana aku pernah menyukainya namun sekarang tidak lagi. Tapi, kenapa Althaf jadi begini? Aku bahkan tidak pernah menyapanya lagi.

Saat jam istirahat, aku memilih untuk berada di dalam kelas sambil menulis beberapa rangkaian tugas. Suara keriuhan di luar kelas cukup ramai membuat Lyta dan Aisa duduk di depan mejaku. Tatapan mereka berdua cukup sinis lalu aku menghiraukannya karena aku menganggap mungkin saja dia menatap ke arah lain.

Mereka berdua asyik berbincang-bincang, sampai pada akhirnya suara Aisa menjadi cukup keras, setiap perkataan yang ia lontarkan dan makian yang ia ucapkan tertuju padaku sambil wajahnya ia hadapkan padaku. Aku menjatuhkan penaku di atas meja, aku menatapnya dengan mata menyala. Ia terdiam, lalu aku keluar dari kelas dengan perasaan tidak tahu apa-apa. Melihat kemurungan wajahku Nur menarik tanganku agar mendekatinya.

“Ada apa!?” tanyanya penasaran, sepertinya ia mendengar apa yang Aisa katakan.

“Gak ada apa-apa.” Aku menyunggingkan senyum seolah tidak terjadi apapun.

Menyadari hal itu Nur langsung melirik Aisa dari celah jendela kelas, tampak wajah kesal dan cemburu di matanya. Nur hanya bisa menggelengkan kepalanya.



Here With(out) You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang