43

768 55 3
                                    

"Paduka, Hamba lapar .. " Sania yang sedang menbereskan nakas lemari Alva menoleh dengan nyerngitan di dahinya, "Kenapa malah jadi paduka sih?" Ingin menangis saja ia rasanya mendengar anaknya itu memanggilnya 'Paduka'.

Ayu tertawa tanpa suara di tempatnya, drama apa lagi ini? Batinnya bertanya.

"Bunda tanya-in ke suster dulu, mulai besok bunda masak buat kamu." Ujar Sania

"Siap, paduka!"

"Jangan paduka lah, Va. Ah!" Tolak Sania, anak itu nyengir, "Baik, yang mulia." Sania menghela nafas dan berlalu dari sana,

"Oma gak laper?" Tanya Alva menoleh sedikit menghadap Oma-nya, Ayu menggeleng di tempatnya, "Nanti aja nunggu Dela balik," Ujar Ayu

"Oma kalo laper ke kantin aja, makan bareng sama Dela, bunda bentar lagi juga udah balik." Ujar Alva

Ayu tetap menggeleng, "Nanti aja, sayang. Oma belum laper kok." Ujar Ayu berjalan ke arahnya

"Aku laper banget," Ujar anak itu nyengir

"Bentar lagi bundamu balik, sabar .. "

Bukannya Sania, malah Dela yang kembali duluan. "Itu Dela udah balik, mending Oma ke kantin makan." Ujar Alva

"Oma gak laper, kamu kenapa maksa banget sih?!" Ujar Ayu gemas

"Menunya lagi enak-enak loh, Ma. Full semua, tinggal pilih." Ujar Dela

"Allah! Mama gak laper, Del. Ini Alva yang laper." Dela membulatkan bibirnya, "Ouh .. "

"Jadi pengen ke kantin." Ujar Alva mendengar pernyataan Dela

"Jangan dulu, bundamu aja belum berani masak buat kamu, takut-takut apa yang gak boleh kamu makan malah dia kasihkan ke kamu, apalagi kantin, banyak pake bahan pengawet, bumbu siap saji, gak banget buat kesehatan kamu." Ujar Ayu, Alva mengangguk saja, ia tau jawaban itu yang akan terlontarkan.

"Nih, sayang. Makan sendiri apa bunda suapi?" Ujar Sania yang masuk membawa makanan lembek untuk Alva

"Makan sendiri aja." Ujar Alva sembari menerima mangkuk di tangan sang bunda

Anak itu makan lahap sekali, terlihat sekali kalau ia tengah di landa kelaparan kini, "Uhuk .. Uhuk .. "

"Nah kan, tersedak. Pelan-pelan kalo makan," Ujar Sania membawakan anak itu air minum

"Besok pagi-pagi bunda pulang langsung masak, biar gak sampe kelaparan kayak gini, kasian banget." Ujar Sania melas

Alva mengangkat jempolnya, "Good, aku juga kangen banget masakan bunda." Sania tersenyum, mengusak rambut Alva

"Eh, paduka .. " Jitakan kecil yg ia dapat dari paduka -nya itu

"Ma, aku tinggal ke kantor dulu ya? Ada rapat dari kolega bisnis atasanku, nanti kalo selesai aku langsung kesini." Ujar Sania

"Iya, aman." Jawab Ayu

"Bunda selesain aja kerjaan bunda sampe selesai, biasanya juga pulang sorean, kadang malem, masa cuman ikut rapatnya aja, kerja macam apa itu?" Ujar Alva, tadi Dina kembali ke kantor duluan

"Biarin lah, bunda pengen nemenin kamu kok."

"Ini ada Oma, ada Dela. Aku di tinggal kedip juga gak bakalan ilang." Ujar anak itu

"Udah, syuut. Nanti bunda balik lagi, baik-baik disini sama Oma sama Dela, oke?" Mengangguk, tidak ada yang bisa di jawab lagi selain anggukan kepalanya

Sania yang baru saja menginjakkan kakinya di depan aula kantor, langsung di sambut senyuman miring mantan suaminya, wanita itu abai, malas berhadapan dengan laki-laki itu.

"Bagaimana keadaan anak itu, San? Aku dengar dia sakit lagi? Aku pikir udah mati." Ujar Devan menghentikan langkah Sania

Sania tetap abai dengan kepalan tangannya menahan emosi dalam diri, dan jalan ke depan. Devan mengikutinya dan mencengkal tangannya, menghentikan langkah Sania untuk yang kedua kalinya.

"Izinin aku bertemu anak itu." Ujar Devan tanpa basa basi

"Mau-mu apasih?! Tidak cukup dengan apa yang anakmu lakukan itu pada putraku?" Tanya Sania keras, rencana apalagi yang akan mereka perbuat, tidak bisakah untuk mereka membiarkan putranya aman sebentar saja?

"Siapa?" Tanya Devan

"Jangan berpura-pura tidak tau!"

"Aku memang tidak tau apa-apa, apa maksudmu?"

"Aril! Dia memberikan obat suntik mati pada Alva melalui pacarnya, Aril menyuruh pacarnya untuk menyamar menjadi Dokter Inka dan Dokter Inka yang asli dia sekap! Anakku sempat dikatakan meninggal beberapa saat, keadaannya terus turun di setiap waktu, hari demi hari nyawa putraku ada di batas ambang .. Gara-gara Aril, aku hampir saja kehilangan putraku! Bahkan tadi pagi pun .. Aku hampir kehilangan dia! .. .. Kalau sampai dalang di balik peristiwa tadi pagi adalah Aril, Aku gak akan bisa menerima itu! Selama ini aku sudah mencoba berbaik hati pada anak itu, pada Noel, berharap rasa benci mereka terhadap putraku lenyap perlahan-lahan, tapi apa balasan mereka?! Apa?!" Teriak Sania menahan emosi yang membuncah dalam dirinya bersama tangisnya,

Devan sampai tidak bisa berkata-kata, entah kenapa, hatinya ikut sakit mendengar keluhan Sania, padahal, ia termasuk dari salah satu orang yang sangat membenci Alva.

Kedua anaknya yang membenci Alva karena kesalahan pahaman mereka tentang kematian mamanya, dan dirinya yang ikut membenci Alva karena merasa anak itu penyebab ia berpisah dengan Sania, wanita yang ia cintai, sampai sekarang.

Sania melangkahkan kakinya cepat ke dalam kantor, malas berhadapan dengan Devan di tengah-tengah emosinya yang membuncah, ia takut tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri dan berakhir bertengkar dengan laki-laki itu perkara Alva.

Lalu satu kantor tau, dan satu kantor menjadi heboh.

"San?"

"Hmm?" Sania menoleh,

"Boleh aku tanya sesuatu?" Ujar Dina

"Biasanya juga langsung nanya."

"Tadi aku lihat kamu sama pak Devan kayak lagi berantem, apalagi kamu kayak emosi banget sama beliau, ada apa, San? .. Sebenernya, gak hanya tadi, beberapa kali aku lihat kamu sama pak Devan berargumen, debat entah masalah apa .. Kalian, .. Ada sesuatu?" Tanya Dina

Sania menggeleng, "Gak ada."

"Kenapa San? Aku gak bakal cerita ke siapa-siapa."

"Gak ada apa-apa, Din! Lagian, gak semua tentang aku, kamu harus tau .. Aku juga punya privasi, ini masalahku sama Devan!" Ujar Sania

"Oke, maaf." Ujar Dina

Sania pusing, "Enggak gitu, tapi gak semuanya aku harus ceritain ke kamu ... "

"Iya, aku paham. Kalian udah kenal lama?" Tanya Dina lagi

Sania mengangguk, "Dari lama banget, malah sebelum kenal sama kamu, aku udah kenal dia dulu."

"Sejak hamil Alva?" Tanya Dina, karena mereka kenal tanpa sengaja, bertemu dalam satu kerja, saat Sania masih hamil muda, bahkan Dina saja tidak tau kalau sahabatnya dulu itu tengah mengandung

"Sebelum Alva ada." Jawab Sania, Dina hanya membulatkan mulutnya,

"Ouhh .. "

Sania menghela nafas, "Aku kenal Devan, jauh sebelum Alva lahir."

"Teman lama?"

"Anggap saja begitu, bisa dibilang, aku kenal Devan saat masih perawan." Ujar Sania

Tbc.

SurrendersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang