20. Menyerah Atau Mempertahankan Rasa?

15 1 0
                                    

Selepas mengantar Armina pulang, Arka memilih langsung pulang juga. Kepalanya nyaris pecah, meski terbilang jenius, tetap saja Arka itu manusia biasa. Kalau banyak beban pikiran ya pasti bisa mumet juga.

Apalagi selama ini Arka yang selalu menjalani hidupnya dengan santai, fokus pada pendidikan dan hobinya tanpa pusing masalah percintaan.

Sekalinya ada gadis yang membuat hatinya berdebar malah bikin banyak pikiran. Belum lagi telepon dari Daddy Hega dua hari lalu kembali mengingatkan Arka kalau rencana perjodohannya setahun lalu itu bukan dibatalkan, melainkan hanya ditunda.

"Sudah cukup Daddy memberi waktu satu tahun untuk kamu menenangkan diri dan melakukan apapun kemauanmu. Jadi berhentilah bersikap kekanakan. Datang pada Daddy dengan kakimu sendiri! Kalau tidak, Daddy yang akan datang dan menyeretmu. Jika itu terjadi, kamu pasti tahu konsekuensinya."

Sebenarnya Daddy Hega itu tipikal democratic parents, tidak pernah menuntut anak-anaknya ini dan itu. Dan jika sang ayah bisa sampai setegas itu dalam satu hal, pasti ada sesuatu dibalik keputusan mutlak yang ayah.

"Haish..." Arka mengacak rambutnya frustrasi, di lantai 30 Royal Palace Hotel tempatnya bersembunyi beberapa bulan ini, pria itu melihat pusat kota di bawah ketinggian lebih dari 70 meter itu.

Sudahlah, fokus dulu pada pertandingan basket lusa.

***

Hari pertandingan akhirnya datang juga, setelah ini Shea bisa bernapas lega karena akan terbebas dari jerat siksa latihan ala Pak Arka.

Semua team sedang bereuforia merayakan kemenangan team basket putra dan putri SMA ARTAMA. Tapi disana tidak ada sosok Sheana, setelah menerima piala dan medali, Sheana menghilang dari kerumunan.

"Arlan, dimana Sheana?"

"Hah? Apa, Pak? Nggak kedengaran?"

"Saya tanya dimana Sheana?"

"Oh, Sheana, bentar, Pak. Ehh guys, ada yang liat Sheana nggak?"

"Tadi dia jalan kesana, Pak, arah toilet."

"Ya sudah, kalian bisa pulang, kita ketemu dua jam lagi di DFR dekat alun-alun. Kita rayakan kemenangan kalian hari ini."

"Yeyyy, siap, Pak. Aseeekkk makan sampai puasss."

"Bungkus juga ya, Pak. Buat emak saya di rumah." Celetuk Gibran, rekan team Arlan.

"Hm, Arlan kamu yang koordinasi. Hubungi saya kalau sudah siap kesana. Saya ada perlu dulu."

"Siap, Pak."

Arka langsung menuju arah ruang ganti dan toilet. Entah kenapa sejak tadi Arka mencemaskan keadaan siswi judesnya itu. Dan Arka ingin memastikan kalau gadis itu baik-baik saja.

Di lorong menuju toilet keduanya berpapasan, benar firasat Arka, gadis itu sedang tidak baik-baik saja. Wajahnya pucat dan seperti sedang meringis menahan sakit.

"Sheana, kamu kenapa? Sakit?"

Gadis itu hanya menggeleng sambil meremas kaosnya. Dan saat jarak keduanya semakin dekat, Arka dapat mendengar dengan jelas rintihan Sheana dan wajah pucat yang semakin kentara.

"She---" Belum sempat bertanya lagi, Arka dikejutkan dengan tubuh Shea yang mendadak oleng.

Dengan sigap Arka menangkap tubuh ramping yang tadinya tampak cool dengan kostum basketnya sudah berganti dengan tampilan girly ala Sheana, rok selutut berwarna hitam dan polo shirt senada dengan sepatu sneaker berwarna putih.

Cantik, ehh bukan saatnya memuji kecantikan gadis itu. Ada yang lebih urgensi.

"Ukhhh...." Arka semakin khawatir saat mendengar rintihan kesakitan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Married Mr. PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang