2 . IV

442 41 4
                                    

Hei hei~
Jadi sebenarnya ini itu masih jadi bagian sama yang kemarin, tapi takut kepanjangan, makanya aku pisah
Happy reading semua~


*****

Aeri meringis pelan, raut wajahnya juga bertambah pucat. Jarum infus yang baru dipasangkan di tangannya sepuluh menit yang lalu membuatnya nyeri. Entah efek obatnya atau tetesan cairan infusnya yang terlalu cepat.

"Sakit sekali ya, kak?" Ningning yang duduk bersila di sampingnya ikut meringis melihat dimana jarum infus terpasang sempurna di kulit Aeri.

Tidak menjawab, Aeri hanya memamerkan deretan giginya. Sebelumnya ia baik-baik saja saat Ningning datang. Bahkan dirinyalah yang menyambut Ningning di teras rumah tadi. Tapi begitu dia melewati ruang tengah, kepalanya mendadak berat. Melihat Aeri yang tampak sempoyongan, Ningning pun dengan cepat memapah Aeri untuk beristirahat di kamarnya.

"Sebenarnya kak Aeri sakit apa?" desak Ningning lagi untuk kesekian kalinya.

"Cuma kelelahan. Dan kebetulan tekanan darahnya rendah, jadi harus istirahat dulu yang cukup."

Ningning menatap manik mata Aeri sejenak, lalu beranjak turun dari kasur. "Aku akan ke belakang membantu mama."

Tanpa menunggu jawaban Aeri, Ningning berjalan dengan langkah lebar keluar dari kamar Aeri. Aeri tentu tahu, Ningning pasti kecewa dengannya. Tapi mau bagaimana lagi, baginya semua orang cukup tahu kalau dirinya hanya sebatas kelelahan saja. Selebihnya? Dia baik-baik saja, dan akan selalu baik-baik saja.

.

*****

.

Tanpa sadar Jeno mencebikkan bibirnya kesal. Secara tidak sengaja ia baru saja melihat notification di ponsel Jaemin yang tergeletak asal di atas meja. Sebuah pesan dari Aeri masuk di sana, berbeda dengan dirinya yang bahkan belum menerima pesan dari gadis itu sama sekali hari ini.

Andai bisa, dia akan meminta Aeri untuk sedikit menjauh dari Jaemin, seperti gadis itu menjaga jarak dengannya. Tapi memang tampaknya tidak akan bisa, karena nyatanya Aeri jauh lebih nyaman dengan Jaemin dibandingkan dengannya.

"Sudah semua?"

Semua mengangguk serempak, begitu juga dengan Jeno yang langsung melangkah keluar menuju backstage.

"Yo, semangat."

"Hari kedua nih, ada Jimin dan Minjeong."

Jeno yang berada di barisan paling depan menunduk mendengarkan teriakan yang lain yang saling bersahut-sahutan. Sesekali bibirnya mengerucut menghembuskan nafas perlahan, menata perasaannya yang mendadak kacau.

Tidak, ia harus professional. Tentu saja.

Sekali lagi ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan hingga sebuah senyuman kembali terukir di wajahnya yang tampan.

.

*****

.

"Aeri bagaimana? Sudah mendingan?"

Jeno tersenyum kecil memperhatikan Jimin dan Minjeong yang berdiri di depannya setelah mereka berfoto bersama dengan yang lain. Sementara Jaemin yang memberikan pertanyaan pun hanya menggerak-gerakkan alisnya menunggu jawaban.

"Tadi pagi sempat drop lagi, kalo sekarang belum tau. Belum ada kabar lagi soalnya." Jelas Jimin.

"Kalo Ningning?" tanya Jeno kali ini.

Jimin dan Minjeong mengerjap perlahan, mereka pikir Jeno akan bertanya tentang Aeri lebih lanjut lagi, tapi nyatanya laki-laki itu justru menanyakan teman mereka yang lain. Padahal mereka berdua sudah bersiap untuk menggoda Jeno jika iya.

"Ningning ada di rumah Aeri, dan justru dari Ningning lah kita tau kabar terbaru Aeri."

Jeno dan Jaemin saling berpandangan, mereka dapat mendengar nada kesal dari jawaban Jimin, yang detik berikutnya gadis itu menarik nafas dalam dan mulai mengomel.

"Aku sebenarnya nggak tau apa yang ada dipikiran Aeri. Dia kalo ditanya cuma bilang aku baik-baik aja kok, aku nggak papa, tenang aja, jangan dipikirin ya. Kalo misal dia baik-baik aja, dia nggak mungkin sakit sampai selama ini. Ini udah satu minggu lebih dan bahkan pagi ini dia drop lagi. Aku mau marah tapi takutnya kalo aku marah dia makin nggak mau terbuka. Tapi kalo aku diam aja dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa, itu jelas bukan aku sekali dan aku merasa tidak becus menjadi leader. Aku harus apa? Aku capek banget ngadepin Aeri sebenarnya. Harus gimana lagi aku?"

Reflek Jeno menelan ludah melihat Jimin yang mulai berkaca-kaca. Beda halnya dengan Jaemin yang langsung mengelus lengan Jimin pelan.

"Dia sayang sama kamu, Jimin-a. Makanya dia nggak mau kamu dan lainnya khawatir." Ujar Jaemin mencoba berpikiran positif.

"Ya tapi nggak gini caranya. Yang ada, aku dan yang lain justru makin khawatir. Kamu aja yang nggak tau berapa banyak obat yang selalu Aeri bawa di tasnya."

Kali ini Jimin benar-benar menangis. Dapat mereka rasakan kalau selama ini Jimin berusaha menyembunyikan kekecewaannya. Dan tanpa sadar, pertanyaan Jeno dan Jaemin lah yang mampu membuat Jimin menguak sakit hatinya.

"Kamu leader yang baik, Jimin-a. Kamu sangat baik." Ucap Jaemin lagi, menenangkan.

.

*****

.

"Jihoon dan Aeri dulu putus karena apa sih?"

Mereka berlima, Jaemin, Jeno, Jimin, Minjeong dan Haechan, kini tengah berada di sebuah ruang private di salah satu restaurant sekarang. Kelimanya sepakat bertemu untuk mengisi waktu libur yang singkat ini sebelum kembali melanjutkan rutinitas yang begitu padat.

"Aku nggak tau. Aeri nggak pernah cerita soalnya." Ucap Jimin menjawab pertanyaan Haechan.

"Harusnya kalo nggak ada masalah, hubungan mereka pasti awet. Soalnya baik kak Jihoon dan kak Aeri sama-sama keliatan kalo saling sayang." Kali ini Minjeong mencoba menjelaskan.

"Lah, berarti mereka ada masalah dong?" tanya Jaemin kali ini, ingin tahu.

Minjeong mengerjap perlahan, bibirnya pun terkulum dalam memikirkan apakah dia harus bercerita atau tidak. "Sebenarnya, aku nggak sengaja mendengar kak Aeri menangis waktu itu. Lalu besoknya aku dengar kak Aeri dan kak Jihoon putus."

Pikiran Minjeong mendadak berkelana di malam itu. Ia ingat sekali waktu itu salju tengah turun dengan lebat dan Aeri menutup pintu kamar dengan rapat. Sekitar lima menit kemudian, dirinya yang tengah memakan semangkok ramen panas di ruang tamu mendengar isakan tertahan, dan jelas ia langsung tahu itu pasti Aeri karena tidak ada orang lain lagi selain mereka berdua saat itu di dorm.

Setelah menimang-nimang, akhirnya secara perlahan ia membuka pintu kamar, mencoba untuk tidak mengejutkan Aeri di sana. Tapi yang ia dapati justru Aeri yang tengah menyembunyikan diri di balik selimut tebal berusaha meredam suara isakannya.

Minjeong memilih untuk tidak mendekati Aeri saat itu. Bukan karena apa, hanya saja ia tidak tahu harus bagaimana nantinya kalau tangisan Aeri semakin menjadi.

"Kok aku nggak tahu?" tanya Jimin cepat menghadap Minjeong di sampingnya.

"Waktu itu kak Jimin lagi ada jadwal, Ningning juga keluar. Tinggal aku sama kak Aeri di dorm." Jelas Minjeong dan kembali memasukkan potongan daging kecil ke dalam mulutnya.

Jimin mengerjap perlahan. Kalau dia tidak salah ingat, itu awal tahun, sekitar satu bulan setelah dirinya dan Jeno memutuskan untuk menjalin hubungan. Bahkan saat itu dirinya berniat mengajak Aeri untuk berkencan bersama dirinya dan Jeno. Namun belum juga terwujud, ia sudah mendapati Jihoon dan Aeri berpisah.

*** T.B.C ***








Minggu depan libur dulu ya guys,
Kedepannya berharap tiap minggu bisa rutin gitu publish-nya

PASSIONATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang