2 . VI

504 49 20
                                    

Aeri tercengang melihat penampilan Mark di depannya saat pintu elevator terbuka. Kumis tipis tampak menghias di sana, belum lagi rambut acak-acakan serta kacamata yang melingkar seolah berusaha untuk menyembunyikan kantong mata yang menggelap.

"Are you okay, kak?" tanyanya begitu Mark masuk ke elevator.

Mark mengangguk kecil seraya tersenyum tipis.

Kalau mengingat jadwal comeback group Mark yang akan berlangsung bulan depan, kemungkinan penampilan Mark saat ini juga dialami oleh member yang lain.

"Ada latihan?" kali ini Mark balik bertanya.

"Kelas aja, kak. Yang lain baru mendarat besok." Jelas Aeri yang kemudian membungkukkan badan ketika pintu elevator kembali terbuka karena sudah tiba di lantai yang ia tuju. "Aku permisi dulu ya, kak."

Aeri berlalu setelah Mark mempersilahkannya. Dan begitu dirinya berbelok, ia menemukan Jaemin berdiri bersandar pada dinding tepat di depan ruang latihannya.

"Aeri-ya."

Aeri tersenyum tipis. Ia ingat kalau dirinya pernah tanpa sengaja memberitahu Jaemin akan jadwal kelasnya siang ini, jauh sebelum percakapan mereka di mobil waktu itu.

Dan lagi, setelah percakapan itu, dirinya dan Jaemin benar-benar tidak berkomunikasi sama sekali walaupun hanya sekedar mengirim pesan seperti sebelum-sebelumnya.

"Siang." Aeri membungkuk saat Jaemin sudah berdiri tegak di depannya.

Hening. Suasana menjadi sangat canggung dan bahkan udara terasa begitu dingin, terlebih Jaemin yang tak kunjung membuka mulut untuk berbicara.

Menarik nafasnya perlahan, Aeri mendongak berusaha menatap Jaemin. "Aku permisi dulu, ya. Sebentar lagi coach-ku datang."

Tanpa menunggu jawaban, Aeri berbalik. Namun begitu tangannya meraih handle pintu, suara Jaemin menginterupsinya.

"Bisa kita berbicara nanti?"

Tanpa berpikir ulang, Aeri langsung menyetujui ajakan Jaemin. Dan di sinilah mereka berdua berada sekarang, di salah satu sudut kantin setelah satu setengah jam dirinya sibuk dengan kelasnya.

"Aku minta maaf." Ucap Jaemin sungguh-sungguh. "Aku janji untuk tidak membicarakan hal itu pada orang lain. Dan aku benar-benar minta maaf karena sudah lancang menguping pembicaraan mamaku dan bibimu waktu itu."

Aeri tersenyum tipis, nyaris tak terlihat.

Ya, kalian tidak salah mendengar. Nyatanya memang salah satu bibi Aeri mengenal dengan baik orang tua Na Jaemin. Dan dari orang tua Jaemin lah, keluarganya dan dirinya mengenal bu Jung, sang psikiater.

"Aku sudah memaafkanmu bahkan sejak hari itu, Jaemin-a. Hanya saja..."

"..."

"Hanya saja aku terlalu takut. Aku takut suatu saat entah dengan sengaja atau tidak, kamu akan membicarakan hal itu kepada yang lain." Jujur Aeri. "Kita tidak akan pernah tahu, sampai kapan kiranya rahasia yang aku dan keluargaku jaga dengan baik akan diketahui banyak orang. Dan entah siapa yang akan menyebarkannya di awal..."

"Hei." Jaemin menggeser kursinya, menempatkannya tepat di hadapan Aeri hingga lutut mereka bertubrukan, menatap gadis itu yang setia menunduk. "Aku tau kita baru saja kenal baik dan dekat juga baru beberapa bulan ini. Tapi percayalah, aku bisa menjaganya dengan baik..."

"Bahkan dari Jeno sekalipun?"

Jaemin menutup bibirnya perlahan, matanya pun mengerjap pelan. "Kenapa jadi Jeno?"

"Karena dia yang paling dekat denganmu. Bisa saja..."

"Kamu sudah mulai menyukai Jeno?"

Mata Aeri mengerjap beberapa kali. Alisnya pun turut bertaut mendengar pertanyaan spontan dari Jaemin. "Kenapa jadi kesana?"

PASSIONATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang