Happy reading semuaaa~~
*****
"Enggak, ma. Aeri berani bersumpah, Aeri nggak pake itu."
Aeri menggenggam erat tangan Yura yang menatap lurus pada jarum suntik yang ada di depan mereka. Tampak sekali pikiran Yura berkelana kemana-mana. Aeri sendiri sadar, jika dia di posisi sang mama, dia sendiri pasti melakukan hal yang sama. Tidak ada satu pun orang tua yang menerima jika anaknya memakai barang-barang haram yang tidak hanya dilarang oleh agama, tapi juga negara.
"Apa Aeri tes saja biar mama percaya? Kita ke rumah sakit sekarang ya, ma? Aeri akan buktikan kalo Aeri tidak pake barang itu."
"Lantas untuk apa itu?"
Aeri terdiam sejenak. Jika dia menjelaskannya akankah sang mama percaya? Dia sendiri tidak yakin.
"Jujur saja, ma, Aeri memang tergiur untuk memakainya. Tapi membayangkan tangan Aeri akan sering disuntik dengan jarum itu membuat Aeri meyakinkan diri jika itu akan sakit, dan efeknya bisa sampai ketergantungan. Jarum itu hanya pengingat untuk Aeri supaya Aeri tidak terjerumus ke sana, ma."
Aeri bersimpuh dengan memeluk erat pinggang sang mama, berharap mamanya percaya dengan semua yang dia ucapkan. "Ma... please!!!"
Aeri menyandarkan dirinya dengan nyaman. Walau raganya berada di sini, namun pikirannya melayang jauh pada malam setelah natal, dimana sang mama menyodorkan sebuah jarum suntik yang ditemukan di salah satu laci lemarinya. Tidak hanya sang mama, papanya pun juga menghubunginya setengah jam kemudian dengan segala macam petuah yang ada.
Terhenyak, Aeri merasakan seseorang bersandar di pundaknya. Itu Jeno. Satu jam yang lalu mereka sepakat untuk bertemu dengan diantar oleh manajer mereka masing-masing. Dan kini laki-laki itu tengah menunduk dengan menyandarkan kening di pundaknya, sementara jari-jarinya sibuk bermain di jemari Aeri.
"Aku benar-benar menyukaimu."
"Terimakasih." Jawab Aeri tanpa menoleh.
Walau tidak memerhatikan sepenuhnya, Aeri masih dapat mencerna penjelasan Jeno bahwa laki-laki itu benar-benar hilang rasa pada Jimin jauh sebelum Jeno memutuskan hubungan keduanya, tepat seperti dugaannya. Dan entah sadar atau tidak, Aeri yakin kalau Jeno tidak sungguh-sungguh dengan perasaannya. Jeno hanya butuh tempat bersandar.
Dan Jeno melihat itu ada pada diri Aeri. Mungkin karena Aeri yang cenderung menjadi tempat mengadu hampir untuk seluruh teman yang dekat dengannya, dan kebetulan Jeno juga menginginkan itu.
Maka dari itu, Aeri menyarankan mereka untuk berteman. Untuk ke depannya bagaimana, biarkan saja waktu yang menentukan. Ia sebenarnya tidak keberatan jika bertambah satu orang lagi untuk menjadikannya tempat berkeluh kesah, tapi bukan Jeno orangnya.
"Jeno-ya, siapa yang paling dekat denganmu di grup?" walau sudah tahu, Aeri hanya ingin memastikannya lagi.
"Jaemin."
Ya, Aeri akan mencoba berbicara dengan Jaemin juga kali ini, memberi pengertian bahwa salah satu temannya butuh untuk didengarkan lebih dalam lagi.
"Aku hanya orang luar." Aeri menggeleng cepat, kenapa rasanya berbeda saat Jeno ingin dekat dengannya? Dia tidak pernah menolak Taeyong, Johnny bahkan Hendery dan Yangyang, Yuta dan Shotaro pun juga dekat dengannya. Tapi kenapa jika itu Jeno, ia merasa dia harus menjauhkan diri dari laki-laki ini? Bukan, bukan karena dia menyangkal perasaannya. Dia sungguh-sungguh saat bilang jika dia tidak menyukai Jeno. Tapi memang ada yang beda ketika Jeno ingin mendekatinya, dan Aeri sendiri ingin tahu jawabannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
PASSIONATE
Historia Corta[DISCONTINUED] Hai, Aeri Bagaimana keadaanmu? Apa kamu sehat? Apa kamu baik-baik saja? Dan yang lebih penting, apa kamu bahagia? Uchinaga Aeri - Fiksi - Semua murni ide author, kalau ada kesamaan dengan cerita lain saya mohon maaf karena ketidak sen...