What If (Henselle / PinkMoonz)

286 21 3
                                    


"Aku ramal, kita akan berjodoh dimasa depan."

"Apa sih, kak?" Aeri menarik tangannya dengan cepat, merasa salah tingkah dengan ucapan Hendery.

Dua menit sebelumnya, Hendery memberitahunya bahwa kekasihnya itu bisa membaca garis tangan seseorang dan meramalnya. Dan dengan mudahnya Aeri menurut begitu saja saat Hendery menarik telapak tangannya, bertindak seolah-olah Hendery benar-benar bisa membaca garis-garis ditangannya yang menengadah.

"Loh, nggak percaya?" ucap Hendery lagi dengan menatap Aeri yang ragu di depannya. "Nih, dengar. Hendery, singkatan dari Hendery dan Aeri. Tuh, dari nama aja kita udah pasti jodoh."

Aeri menunduk, mengulum bibirnya yang tampak memaksa ingin tersenyum akan gurauan Hendery. Ia tahu, Hendery terkenal akan sifat humorisnya. Tapi yang ia tidak tahu, Hendery cukup berhasil mencairkan suasana dalam kecanggungan hubungan mereka yang baru berjalan belum ada sebulan.

"Kamu sebenarnya sayang sama kakak apa tidak sih?"

Setelah dihadapkan dengan gurauan garing yang sukses membuat perutnya tergelitik, kini Aeri dihadapkan dengan sifat serius Hendery yang tampak membuatnya terlihat semakin mempesona. Belum lagi laki-laki itu sekarang tengah merebahkan diri dipangkuannya, menatapnya dalam.

"Boleh kakak jujur? Terkadang aku merasa kalo kamu terpaksa menjalani hubungan dengan kakak..."

"Tidak. Aku tidak pernah merasa terpaksa untuk menjalin hubungan dengan kakak. Kenapa kak Hendery bisa berpikiran seperti itu?" Aeri menatap mata Hendery yang berada tepat di bawahnya, antara sakit hati dan tidak akan ucapan Hendery barusan. "Kak, mungkin aku memang terlihat mudah segan dengan orang lain. Tapi percayalah, untuk urusan perasaan, aku akan bertindak dengan sangat jujur. Aku akan bilang tidak jika aku tidak suka, dan aku akan bilang iya jika aku dan dia mempunyai perasaan yang sama. Seperti perasaan kakak dan aku."

Setelah mendengar penjelasan dari Aeri, Hendery bangkit dari tidurnya, menarik tubuh Aeri ke dalam pelukannya.

"Maaf, sudah ragu sama perasaan kamu, Aeri-ya." Ujarnya seraya menyapu lembut surai Aeri hingga ke punggung.

"Apa yang membuat kakak berpikiran seperti itu?" kali ini Aeri menarik diri, masih berusaha mendapatkan jawaban dari laki-laki di depannya. Padahal selama sebulan terakhir ini, Hendery tampak baik-baik saja dan begitu mengerti dirinya.

Alih-alih menjawab, Hendery menarik kedua tangan Aeri dan menggenggamnya erat. Dengan lembut ia melabuhkan beberapa kecupan di sana. "Aku hanya ingin mendapatkan jawaban dari keraguanku, Aeri-ya. Keraguan yang sering timbul dengan sendirinya. Karena aku nggak mau kehilangan kamu untuk kedua kalinya."


PASSIONATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang