Inaya baru saja masuk kerja setelah mengambil cuti beberapa hari lantaran sedang melangsungkan pernikahan. Sudah seminggu ia resmi menjadi istri dari pria tampan bernama Bara yang berprofesi sebagai polisi.
Dengan menggunakan baju dinas coklat dan kerudung berwarna senada, Inaya masuk ke kantor sekolah SMA Dirgantara. Ia langsung disambut oleh rekan kerjanya.
"Ciyeee...ada pengantin baru, nih. Ehem...keliatannya happy banget. Pasti semalam gerah, ya?" sambut seorang guru bernama Bu Murniati.
Inaya tersipu malu tapi tidak bisa menyembunyikan senyumannya. "Ah, ibu bisa aja. Jangan ngomong gitu, ihh. Malu."
Inaya celingak-celinguk. Jaga-jaga siapa tau ada yang menguping pembicaraan mereka, terutama bapak-bapak guru rekan kerjanya yang kadang sering cari perhatian kepadanya.
Mendengar kabar pernikahan Inaya adalah sebuah hari patah hati di sekolah itu. Terutama bagi seorang guru laki-laki yang sudah menyukai Inaya sejak lama.
"Hehehe…gak papa. Saya juga pernah ngalamin, kok. Jadi mba Naya gak perlu sungkan buat cerita sama saya. Kalo perlu mba Naya bisa konsultasi soal posisi-posisi yang uenak tenan," ujar Bu Murniati dengan gamblang. Dia memang guru yang suka ceplas-ceplos. Umurnya memang tidak muda lagi, tapi soal jiwa, dirinya lebih muda daripada guru-guru yang lain.
Mata Inaya membulat. "Ya, ampun! Ibu ini ngomong apa, sih? Posisi apa? Striker atau kiper? Sialnya aku paham lagi dia lagi bahas soal apaan," batin Inaya.
Menurutnya, hal-hal berbau ranjang terlalu vulgar untuk diceritakan kepada orang lain. Meskipun itu sesama wanita. Inaya tetap saja tidak nyaman.
Belum sempat Inaya menjawab pertanyaan Bu Murniati, rekan kerjanya yang lain datang dengan sebuah berita.
"Eh, udah pada tau belum? Hari ini kepala sekolah yang baru mau dateng," ucap Bu Ani penuh antusias.
"Terus kenapa kalo dateng hari ini?" Seminggu yang lalu juga udah dikasih info sama pihak yayasan," jawab Bu Murniati acuh.
"Aku cuma penasaran kepala sekolah yang baru itu ganteng, badan tegap atau gimana?" Bu Ani berkhayal sambil memegangi kedua pipinya yang memerah.
"Huh. Yang dipikirin cuma itu. Dasar perawan tua." ujar Bu Murniati dalam hati. Biarkan saja. Bu Ani memang sedang gencar-gencarnya mencari pasangan hidup mengingat usianya sudah kepala tiga.
Tapi mau gimana lagi kalo tipe yang dicarinya terlalu berlebihan soal fisik. Maunya yang masih muda terus badannya berotot. Nikah aja sama pegulat UFC kalo gitu.
Guru yang lain tidak menanggapi dan memilih untuk pergi. Inaya juga berjalan menuju meja kerjanya. Tak lama kemudian, bel berbunyi menandakan akan segera dilangsungkan upacara bendera karena hari ini adalah hari senin.
Para siswa-siswi berbaris di lapangan upacara. Saat upacara bendera, disitulah diperkenalkan kepala sekolah baru. Semua orang baik guru maupun siswa begitu antusias melihat kedatangannya. Mereka berharap kepala sekolah yang baru bisa lebih bijaksana dan tidak galak.
Saat aba-aba pembinaan upacara memasuki tempat upacara, di situlah kepala sekolah yang baru hadir di antara mereka.
Tampak raut cemberut dari Bu Ani ketika melihat sosok kepala sekolah yang baru. Inaya malah menahan tawanya melihat rekan gurunya itu menunjukkan wajah kecewa. Kemunculan kepala sekolah baru sangat jauh dari harapan Bu Ani.
Dia tua. Rambutnya botak di bagian depan dan beruban di bagian belakang. Kumis lebat dan perut buncit. Wajahnya juga tidak bisa dibilang tampan. Inaya merasa familiar ketika melihat wajah kepala sekolah tersebut. Meski pada akhirnya dia gagal mengingat siapa pria paruh baya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Lendir Di Sekolah
RomanceHalo para suhu semuanya. Berhubung MSJ sudah tamat, saya selaku author malinksss hadir dengan cerita baru. Kalo ditanya apa ada hubungan antara MSJ dan cerita KLDS. Jawabannya, semua cerita yang saya buat masih berada di satu universe. Tinggal bagai...