Inaya sedang bercermin di meja rias miliknya. Memoles make up tipis di wajahnya agar terlihat lebih segar. Bara yang baru selesai mandi, keluar hanya dengan menggunakan celana bokser dan handuk yang ia dipakai untuk mengeringkan rambut.
Senyum tersungging di bibirnya mengingat kejadian semalam. Inaya betulan menepati janjinya. Masih terbayang-bayang bagaimana Inaya pasrah di bawah kungkungan Bara. Bagaimana desahan-desahan manja keluar dari bibir manis milik istrinya.
Itulah kenapa Bara sangat bersemangat pagi ini. Dia mendekati istrinya yang tengah bersiap-siap untuk berangkat kerja. Dia peluk istrinya lalu menghujani pipi Inaya dengan ciuman.
"Mas, aku udah dandan, loh. Mau diberantakin lagi?" protes Inaya. Karena ulah suaminya, jilbab yang sudah rapi jadi agak sedikit naik ke atas. Inaya terpaksa membetulkan posisi jilbabnya lagi.
"Makasih buat semalem, ya. Nikmat banget," ucap Bara yang membuat muka Inaya bersemu merah. Semalam mereka melakukan aktivitas hubungan suami istri.
Berbeda dengan malam-malam sebelumnya saat Inaya masih tampak kaku dan belum begitu lihai. Wanita itu tampak belajar dengan cepat, meskipun belum seratus persen mahir.
"Udah, mas. Ihhh...pagi-pagi kok manja banget. Nanti telat, loh. Hari ini kan mas berangkat kerja. Itu seragamnya udah aku setrika, tinggal pakai," ucap Inaya seraya melerai tangan suaminya dari tubuhnya.
"Aduh, perhatian banget sih, istriku tersayang. Beruntung deh aku nikah sama kamu. Apa-apa dah disiapin," gombal Bara.
Sekali lagi dia mengecup ujung bibir Inaya lama. Kali ini wanita itu pasrah dan diam saja. Tapi bola matanya menatap pojok ruangan dengan raut jengah. Memang suaminya yang satu ini paling ngeyel kalau sudah dibilangin. Untung saja hanya dicium, bukan diunyel-unyel. Bisa berantakan make up-nya.
"Udah, mas. Nanti gak selesai-selesai, loh. Aku bisa terlambat nanti."
"Ah, kalo ditegur tinggal bilang aja lagi melayani suami yang perkasa ini. Mereka pasti maklum kan pengantin baru."
Mata Inaya sontak membulat mendengar ucapan Bara. Kalau itu sampai terjadi bisa-bisa dia jadi bahan tertawaan rekan kerjanya sampai satu minggu ke depan.
"Iya deh, iya. Tapi nanti malem lagi, ya?" kata Bara kemudian setelah mendapatkan lirikan tajam dari Inaya. "Hmm..." Karena malas mendebat, wanita itu pun bergumam sambil mengangguk kecil yang membuat senyum di bibir Bara semakin lebar.
Setelah sama-sama berpamitan, Inaya berangkat menggunakan motor miliknya yang sudah setia menemani selama tiga tahun ini. Nafasnya berlangsung lega setelah berhasil lepas dari cengkraman macan yang sedang buas-buasnya.
Ternyata Inaya berangkat tidak terlalu kesiangan. Terbukti secara kebetulan saat memarkirkan motor dirinya bersebelahan dengan Ibnu memarkirkan motor. Entah kebetulan atau memang disengaja oleh lelaki itu.
"Assalamualaikum, Nay. Selamat pagi," sapa Ibnu ramah.
Inaya menoleh sekilas sambil tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Waalaikumusalam," balasnya sekilas
Dia buru-buru menaruh helmnya di spion sebelah kanan lalu dengan cepat turun dari motornya dan beranjak dari situ.
"Duh, kenapa sih bisa pas banget datengnya!" gerutu Inaya dalam hati. Dia kembali berjalan lebih cepat.
Tapi rupanya Ibnu pantang menyerah. Dia berlari kecil hingga mampu meraih pergelangan tangan Inaya.
Wanita itu sontak terkejut menghadapi kelakuan Ibnu yang amat nekat itu. Inaya dengan kasar menarik tangannya lepas dari Ibnu.
"Apa-apaan sih, pak Ibnu! Jangan kurang ajar!" Inaya murka. Bagaimana tidak, dia sudah menikah. Seenaknya saja pegang-pegang tangannya, apalagi ini di lingkungan sekolah. Pasti orang lain akan berpikiran negatif.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Lendir Di Sekolah
RomanceHalo para suhu semuanya. Berhubung MSJ sudah tamat, saya selaku author malinksss hadir dengan cerita baru. Kalo ditanya apa ada hubungan antara MSJ dan cerita KLDS. Jawabannya, semua cerita yang saya buat masih berada di satu universe. Tinggal bagai...