Part 10. Terjadi Lagi

18.6K 78 15
                                    

"Yank, udah siap?" tanya Bara yang sudah rapi dengan setelan kaos oversize dan celana jeans biru.

Inaya hanya bergumam sambil mengangguk saat membenarkan posisi jilbabnya. Mereka berencana akan pergi berdua.

Biasanya Inaya sangat senang jika diajak suaminya jalan-jalan. Quality time yang sangat jarang sekali mereka punyai karena kesibukan masing-masing. Namun kali ini tampak berbeda. Inaya sama sekali tidak terlihat bersemangat.

Tidak tahu bagaimana cara melupakan kejadian waktu itu, ketika suaminya melakukan tindakan kdrt. Hal itu mampu mengubah seluruh pandangan Inaya terhadap lelaki itu. Kini Inaya seperti hanya menjalankan tugas seorang istri.

Kebahagiaan seolah sirna. Bara yang semula merupakan sosok suami idaman di mata Inaya, kini berubah menjadi sosok yang dirinya takuti. Dia takut Bara lepas kendali dan melakukan hal itu lagi kepada dirinya.

Dia butuh sosok pelindung, dan sialnya sosok yang pertama kali muncul di dalam pikirannya adalah pak Rahmat.

Inaya mulai menggelengkan kepala berusaha membuang jauh-jauh pikiran ngawur tersebut. Dia beranjak dari kursi riasnya, mengambil tas, lalu pergi menghampiri Bara yang berada di depan daun pintu yang terbuka.

"Udah siap?" tanya Bara.

Inaya hanya mengangguk lalu berjalan terlebih dahulu melewati suaminya. Mereka pergi dengan menggunakan mobil.

"Kita ke mall, ya. Belanja sekalian. Kamu mau beli apa aja mas beliin."

"Terserah mas Bara aja."

Bara menghela nafas dalam melihat Inaya tampak tidak seantusias dirinya. Padahal Bara sudah melakukan semua yang ia bisa agar istrinya kembali lagi seperti sebelumnya.

Dia sadar apa yang telah dia lakukan kepada Inaya benar-benar keterlaluan. Sekarang dia menyesal karena ternyata sangat sulit mendapatkan kepercayaan dari istrinya lagi.

Mereka pergi menuju pusat perbelanjaan. Seperti biasa, wanita jika diajak jalan-jalan moodnya langsung membaik. Terlihat saat Inaya sedang memilih-milih baju, entah sadar atau tidak dia berbicara kepada Bara.

"Bagus gak, mas?" tanya Inaya sembari menempelkan blouse di badannya.

Bara tersenyum. "Bagus, kok. Kamu pake apapun tetep bagus," pujinya. Inaya melirik dengan sedikit tajam lalu mencebikkan bibirnya.

Dia menaruh blouse itu kembali ke tempatnya dan berjalan memilih-milih pakaian lain. Mereka berjalan ngalor ngidul hampir dua jam.

Bara menghela nafas panjang akhirnya selesai juga. Menemani seorang wanita berbelanja harus banyak-banyak bersabar. Apalagi sekarang sedang dalam proses mengambil kembali kepercayaan Inaya.

Wanita itu tampak cuek ketika Bara membawakan semua belanjaannya yang cukup banyak. Bukan cuma pakaian Inaya tetapi dia juga membelikan pakaian untuk suaminya. Tapi tetap pakai uang suami.

Setelah Bara menaruh belanjaan mereka di bagasi mobil, Inaya mulai tersenyum. Ini senyuman pertama yang dilihat, mungkin sejak Bara memukul Inaya waktu itu.

"Makasih ya, mas."

"Iya, sayang." Tanpa diduga Inaya mencium pipi Bara, membuat lelaki itu girang bukan kepalang. Tapi tetap mencoba untuk bersikap cool.

"Ya udah, yok kita cari makan," ajak Bara. Inaya hanya mengangguk. Sedikit-sedikit wanita itu mulai luluh.

Dua jam berbelanja membuat langit sore itu berubah menjadi gelap. Cuaca pun mulai mendung, angin berhembus cukup kencang.

Mereka sudah berada di food court mall. "Kamu mau pesan apa?" tanya Bara. "Nasi goreng seafood, sama minumannya jus jambu."

Lagi-lagi Bara tersenyum. Inaya tidak bilang terserah saja sudah merupakan kemajuan yang sangat pesat. "Ya, udah. Kamu di sini dulu yah. Aku pesenin." Inaya mengangguk.

Kisah Lendir Di SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang