Part 17. Antara Dua Pilihan

6.5K 48 26
                                    

Inaya terbangun di pelukan sang suami. Ia tatap lekat-lekat wajah yang masih terpejam dalam mimpi. Semalam mereka bercinta hampir tanpa henti. Kasur mereka sudah acak-acakan.

Wanita itu tersenyum. Hanya dengan ini dia bisa menebus kesalahannya karena telah berselingkuh dengan pak Rahmat. Ahh tidak-tidak, itu tidak termasuk selingkuh bukan? Selingkuh itu berhubungan layaknya suami istri tetapi Inaya dan pak Rahmat tidak melakukan sampai sejauh itu. Inaya hanya membantu pak Rahmat yang merindukan sentuhan dari seorang wanita.

Kira-kira begitulah isi pikiran Inaya. Demi menghapus rasa bersalah itu Inaya telah mempertegas bahwa dirinya tidak berselingkuh dengan pak Rahmat.

"Sayang, kamu dah bangun. Kok gak bangunin aku, sih?" Bara yang terjaga menatap istrinya yang berbalut selimut tebal tanpa busana.

"Gak papa, mas. Aku masih pengin dipeluk lama," jawabnya manja. Dia malah mengendus-endus leher Bara hingga membuat lelaki itu kegelian.

"Ihh, Nay. Kamu manja yah sekarang, tapi aku suka." Bara mengecup kening Inaya lalu meremas payudaranya yang terekspos bebas.

"Kan aku istrimu, mas. Masa manja gak boleh."

"Boleh dong. Gak boleh tuh kalo manja sama orang lain."

Deggg...

Inaya tertegun. Bara tidak tahu apa-apa tapi Inaya merasa tersindir. Tapi pikiran itu berangsur sirna kala Bara semakin lihai memainkan pucuk pink miliknya.

"Aaaccchhh...masss...pengin lagi, yahh?"

Bara hanya mengangguk sambil menyusu ke puting Inaya. Masih pagi buta tapi sepasang suami istri itu kembali melakukan olahraga nikmat. Inaya meregangkan pahanya yang bagian tengahnya dihujani tombak keras milik Bara. Inaya lupa dengan pak Rahmat, lupa dengan segalanya.

Setelah sesi pagi yang melelahkan, Inaya bangun dan melakukan aktifitas ibu rumah tangga seperti biasanya. Beberapa kali ponselnya berdering, namun ketika melihat siapa yang menelepon Inaya memutuskan untuk mengabaikannya.

Pak Rahmat, iya Inaya mengabaikan panggilan telepon pak Rahmat. Dalam hati dia merasa bersalah dengan pria paruh baya itu, tetapi ini sudah jadi konsekuensinya. Inaya tidak mau terjebak dalam hubungan gelap mereka, terlebih kelakuan hina mereka sudah diketahui oleh Ibnu.

"Ahhh...masss, ngagetin aja!" pekik Inaya yang terkejut tiba-tiba saja dipeluk oleh Bara dari belakang saat sedang menggosok pakaian.

"Istriku yang cantik, lagi apakah gerangan?" goda Bara. Inaya menyunggingkan senyum singkat. "Lagi nyiapin baju buat suamiku tercinta," balasnya tak kalah menggoda.

Bara tak kuasa untuk tidak mencium pipi Inaya yang lembut. Dia tidak tahu mengapa, tapi sejak kemarin Inaya menjadi lebih ekspresif dalam mengungkapkan rasa cintanya.

Bara kemudian mengecup puncak kepala Inaya. Surai hitamnya menghiasi wajah manis yang tampak sangat cantik di depan cermin. Bara benar-benar merasa sangat beruntung bisa memiliki istri secantik Inaya.

"Udah sarapan dulu, mas. Nanti telat, loh."

"Kamu gimana?"

"Aku nyusul nanti. Tinggal 1 kemeja lagi, nih," ucap Inaya.

Bara mengangguk. "Oke deh. Aku tunggu di meja makan yah." Inaya hanya mengangguk.

Setelah Bara pergi, Inaya diam sejenak. Memandang refleksinya sendiri sambil menghembuskan nafas dalam. "Aku harus bisa lupain pak Rahmat!" tegasnya lagi.

Pagi itu Inaya diantar oleh Bara. Itu adalah permintaan dari Bara sendiri. Inaya sih mau mau saja tapi resikonya Bara harus ijin disela-sela waktu kerjanya untuk menjemputnya.

Kisah Lendir Di SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang