Pukul tujuh malam Inaya baru sampai di rumah. Dia was-was dan takut karena pulang melebihi waktu ijinnya kepada suami. Dia tahu Bara adalah seorang polisi. Terlambat adalah hal yang paling dibenci oleh suaminya itu.
Benar saja. Saat masuk ke dalam rumah dirinya sudah ditunggu oleh suaminya dengan tatapan tajam yang membuat hati Inaya berdebar-debar.
"Darimana aja kamu?" sentak Bara. Tidak ada tatapan teduh, tatapan kasih sayang, tatapan cinta. Yang ada tatapan penuh kemarahan. Inaya sampai terkejut melihatnya.
"M...maaf, mas. Tadi mau pulang hujan, jadi nunggu dulu," jawab Inaya sedikit berbohong. Padahal dia baru tahu sedang hujan ketika keluar dari rumah pak Rahmat.
Bara duduk di sofa, kembali menyuruh Inaya untuk duduk di sampingnya. "Nay. Aku udah berusaha jadi suami yang baik dan pengertian dengan gak mengekang kamu. Tapi tolong, lah. Kamu sebagai istri juga harus menghargai suami kamu. Pulang on time. Itu juga jadi tanda kalo kamu menghormati suami kamu," cerca Bara.
Inaya hanya bisa menunduk dengan mata berkaca-kaca ketika dimarahi oleh suaminya. "Tolong lah, Nay. Aku kurang apa sih sebagai suami kamu? Kamu maunya apa? Kamu istri aku, Nay. Kamu tanggung jawabku. Tapi seenaknya kamu pulang malem, masih pake seragam dinas, gak ngabarin. Dimana rasa hormat kamu sama aku, Nay?"
Kini Inaya mulai mewek. Sungguh kata-kata Bara sangat menusuk hatinya. Memang benar ini adalah salahnya, tapi dia juga sudah minta maaf, dan dia baru melakukannya sekali. Tapi Inaya sama sekali tidak bisa membantah pada posisi salah seperti ini.
"Hiksss...iya mas...aku ngerti aku salah, makanya aku minta maaf. Tapi kenapa mas malah ngebentak aku sih? Hiksss..." Inaya mengusap air matanya dengan kerudung yang masih ia kenakan.
"Siapa yang ngebentak sih, Nay? Aku tuh cuma bilangin kamu, nasehatin kamu. Harusnya kamu introspeksi diri. Kenapa aku ngomong kayak gini sama kamu."
Inaya menggerutu sendiri. "Ihhh, sebelll...!!! Bukannya minta maaf udah ngebentak, malah lanjut dimarahin!"
"Iya-iyaaa...aku salah. Aku gak becus jadi istri. Aku istri terburuk sedunia. Maaf kalo kamu nyesel nikahin aku." Tanpa menunggu balasan dari sang suami, Inaya langsung beranjak dari tempat duduk meninggalkan Bara. Pipinya sudah menggembung dengan bibir manyun ke depan.
Bara yang melihat sikap Inaya terperanjat. "Bukan gitu maksudku, Nay. Kamu kok ngomong gitu, sih? Aku sama sekali gak nyesel nikah sama kamu. Aku ngomong gini tuh karena aku sayang sama kamu. Nay! Nayyy...!!!"
Bara menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Sebenernya yang salah siapa, sih? Kok malah dia yang marah?" ucap Bara dalam hati.
Inaya masuk ke kamar. Menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, lalu membenamkan wajahnya ke bantal sambil menangis. "Hiksss...kenapa kamu gak mau ngerti si mas? Aku kan udah minta maaf. Tapi kamu ngomong gitu seolah-olah aku istri terburuk sedunia. Istri yang paling gak becus ngurus suami. Sakit bangettt...ya tuhan. Gini amat cobaan rumah tangga," keluh Inaya.
Tak berselang lama Bara yang merasa bersalah masuk. Inaya buru-buru mengubah posisinya menjadi memunggungi Bara.
"Nay, kamu lagi tidur?" tanya Bara.
Inaya diam saja. "Enggak, aku lagi makan bakso sambil salto!", batinnya kesal. Dia pun masih diam saja meski merasa di sisi ranjang yang lain berderit pertanda Bara sudah merebahkan dirinya di sana.
Sedetik kemudian ada tangan yang melingkar di perutnya. "Apa, sih? Main peluk-peluk!" Inaya memindahkan tangan bara dari tubuhnya.
"Nay." Panggilan Bara tidak digubris. Inaya lalu bangun. "Mau kemana?" tanya Bara dengan nada selembut mungkin. Berharap Inaya tidak marah lagi padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Lendir Di Sekolah
RomanceHalo para suhu semuanya. Berhubung MSJ sudah tamat, saya selaku author malinksss hadir dengan cerita baru. Kalo ditanya apa ada hubungan antara MSJ dan cerita KLDS. Jawabannya, semua cerita yang saya buat masih berada di satu universe. Tinggal bagai...