Part 18. Selingkuh

3.4K 56 23
                                    

Beberapa hari selanjutnya Inaya betul-betul menjaga jarak dengan pak Rahmat. Dia memutuskan untuk fokus dengan rumah tangganya dan memperbaiki semua yang terjadi di antara dia dan Bara.

Meski belum kembali seratus persen seperti sedia kala, tapi minimal jauh lebih baik ketimbang beberapa hari ke belakang. Bara semakin perhatian dengan dirinya. Memanjakannya dengan setiap sentuhan, membelikan segala yang ia butuhkan.

Meskipun Bara terkadang harus merogoh kocek yang cukup dalam untuk menyenangkan hati sang istri. Bagaimana tidak, selera Inaya tidak main-main. Dia teramat sangat mengutamakan kualitas ketimbang kuantitas.

Alih-alih membeli banyak barang murahan dengan jumlah yang banyak agar bisa gonta-ganti setiap waktu, wanita itu lebih suka memakai satu barang yang punya kualitas bagus untuk selalu ia pakai kemanapun ia pergi.

Contohnya seperti sekarang, mereka tengah berada di mall untuk belanja bulanan. Inaya sedang memilih-milih sayur dan daging di supermarket dengan Bara di sebelahnya sedang mendorong troli yang sudah berisi beberapa barang.

"Ada lagi yang mau dibeli?" tanya Bara yang kakinya sudah pegal karena diajak Inaya kesana kemari. Dia juga heran kenapa kalau sedang berbelanja wanita seperti tidak punya rasa capek. Padahal itu sesuatu hal yang membosankan.

"Bentar, mas." Inaya merogoh ponselnya yang ada di dalam tas. Membuka resep-resep makanan yang sudah ia simpan di bookmark untuk mencocokkannya dengan semua yang sudah ada di dalam troli.

"Duuuhhh..." Inaya tampak menggerutu. Matanya memicing ketika sedang menggulir ponselnya. "Kenapa, sayang?" tanya Bara.

"Ini, mas. Hpku agak ngeleg-ngeleg." Bara memperhatikan layar ponsel milik istrinya. Bagian pojok kanan atas sudah terdapat retakan akibat pernah jatuh. Layarnya pun sudah banyak goresan dan tidak mulus lagi.

Ponsel berlogo apel geroak itu tampak sudah sangat jadul. Maklum iPhone s7 yang dipakai Inaya memang keluaran lama. Itu ia beli dengan gaji pertamanya. Jadi sudah sangat lama.

"Hpmu udah agak error kali, Nay. Mau beli yang baru?" ujar Bara. Sejenak Inaya membolak-balikkan benda pipih itu untuk mengecek kondisinya. "Iya bener sih, mas. Emang mas mau beliin?" Inaya melirik ke arah Bara.

Lirikan itu tampak biasa saja, tapi bagi Bara di matanya terlihat seperti harapan untuk betulan dibelikan. Bara berpikir sejenak. Dia memang baru gajian, tapi apa memang harus dipakai untuk beli hp baru?

Tapi kalau Bara menolak pasti Inaya akan sedih dan kecewa. "Kamu mau hp tipe apa, sayang?" tanya Bara lagi.

Perlahan senyum di bibir Inaya mengembang. "Kalo boleh iPhone 15 promag," ucap Inaya dengan tampang polos dan lugu.

Tapi tidak bagi Bara. Dirinya terlihat kesulitan untuk menelan salivanya sendiri ketika mendengar permintaan sang istri. "Emm...kalo android gimana, sayang? Kalo iPhone, mas belum sanggup buat beliin."

Seketika senyum yang merekah di bibir Inaya lenyap. Bahunya yang tadi diangkat langsung turun. Tampak wajah kecewa di wajah Inaya yang membuat Bara menjadi merasa bersalah.

"Maaf, sayang," ucap Bara penuh penyesalan. Hanya sebentar Inaya kembali tersenyum, kali ini lebih tipis daripada sebelumnya. "Gak papa, mas. Gak usah dipaksain. Hpku yang ini masih bisa dipake juga kok. Mending uangnya ditabung aja."

Setelah mengucapkan itu Inaya kembali berjalan untuk mengambil beberapa bahan yang kurang. Sebenarnya Inaya sama sekali tidak berpikir mau punya hp baru, tapi obrolan barusan sedikit membuatnya berharap dan harapan itu langsung dipupuskan hanya dalam jarak beberapa detik.

"Nay, android juga banyak yang bagus kok. Kualitasnya gak kalah sama iPhone." Bara terus membujuknya agar tidak ngambek. Padahal memang tidak ngambek hanya sedikit terguncang saja.

Kisah Lendir Di SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang