Part 8. Pernyataan Cinta

18.5K 75 20
                                    

"Sayang! Kamu dimana?" teriak Bara di dalam rumah minimalis yang sudah seminggu mereka tempati setelah menikah. Tidak ada sahutan, Bara tahu itu.

Ribuan kali dia coba menghubungi Inaya tapi hasilnya nihil. Nomor ponselnya bahkan diblokir. Bara ingin marah tapi dia juga sadar dengan kesalahannya. Tangannya terkepal dan meninju tembok yang tak bersalah.

"Sial! Kenapa aku jadi begini, sih! Nay, maafin aku. Aku janji gak akan berbuat kasar lagi sama kamu!" Dengan sisa tenaganya Bara terus merutuki dirinya sendiri atas kesalahan yang ia perbuat.

•••

Setelah momen yang mendebarkan itu Inaya masuk ke kamar mandi. Menatap pantulan wajahnya sendiri di cermin. Dadanya bergemuruh. Sungguh dia sama sekali tidak terpikirkan untuk melakukan sejauh itu dengan pak Rahmat.

Dengan dalih membantu dan pengaruh suasana hatinya yang kacau karena masalah dengan Bara, menjadi faktor Inaya melakukan hal itu. Inaya mencuci mukanya. Meredakan gejolak birahi yang sempat hinggap di tubuhnya. Tidak mungkin juga dia meminta pak Rahmat untuk menuntaskan kebutuhannya. Ada rasa malu di hati. Sekarang saja begitu.

Setelah dari kamar mandi, Inaya pergi ke kamar Bu Aminah. Malam ini dia tidur bersamanya, sedangkan pak Rahmat tidur di kamar tamu. Itu atas permintaan Bu Aminah sendiri.

Paginya hari minggu. Inaya bangun pagi-pagi sekali. Di rumah orang lain dia tidak boleh malas-malasan. Meskipun sebenarnya dia sudah di larang oleh Bu Aminah untuk melakukan kegiatan di rumah tapi dia tetap melakukannya.

Seperti sekarang, dia tengah berada di dapur sedang memasak sup ayam. Bu Aminah berada di kamar. Mobilitasnya memang sangat terbatas dan dia juga tidak mau merepotkan Inaya kalau seandainya dia ingin keluar dengan kursi roda.

Pak Rahmat juga sudah bangun. Dia beranjak dari tempat tidurnya karena mencium bau sedap dari arah dapur. Senyumannya yang dihiasi kumis tebal langsung merekah melihat Inaya yang sedang memasak memunggungi dirinya.

Dia langsung menghampiri Inaya tanpa sepengetahuan wanita itu. Ketika Inaya sedang asik bersenandung menyanyikan lagu Rossa yang berjudul 'hati yang kau sakiti'.

"Ku menangisss...Membayangkan betapa kejamnya dirimu atas diri k...ehh..." Inaya terkejut ketika tiba-tiba saja dirinya dipeluk dari belakang oleh seseorang.

Dia menoleh dan wajah pak Rahmat yang ramah menyambut pandangan matanya. "Selamat pagi, Naya. Masak apa, nih?" ucap pak Rahmat seraya mencium kepala Inaya sebelah kanan.

Inaya kaget namun ketika mengetahui pak Rahmat yang memeluknya entah kenapa ada perasaan hangat di dadanya yang membuat dirinya enggan menyingkirkan tangan itu dari perutnya.

"Eh, pak. Ngagetin aja! Aku lagi masak sup ayam buat ibu," keluh Inaya sambil tersenyum lalu kembali mengiris bawang dengan pisau yang ia pegang.

"Buat bapak enggak?" Pak Rahmat menaruh dagunya di bahu kanan Inaya sehingga wajah mereka tampak begitu dekat.

Inaya menoleh sekilas dan hampir saja muka mereka bersentuhan. "Ya buat bapak juga dong."

"Ih, pak, udah. Tangannya nakal ihh..." celetuk Inaya seraya melepaskan tangan pak Rahmat yang mulai mengelusi perutnya.

Bukan apa-apa, tapi rasa gelinya membuat isi di dalam perutnya berputar-putar hingga membuatnya mual.

Pak Rahmat menurut. Dia melepaskan pelukannya dan berpindah di sebelah kanan Inaya. Memperhatikan bagaimana tangan ahli itu meracik bumbu hingga memasukannya ke dalam panci.

Merasa diperhatikan begitu, Inaya pun memutar kepalanya. "Bapak ngapain ngeliatin Naya gitu?"

"Enggak papa kok. Bapak cuma heran aja, kok ada bidadari yang jago masak. Emang di kayangan ada kursus masak?" ujar pak Rahmat.

Kisah Lendir Di SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang