Cakra itu romantis namun kadang terlalu overprotektif. Menikah dengan Cakra bagai sebuah cita-cita bagi Imel, namun apa mau di kata saat sebuah prahara tak terduga menimpa dan buatnya harus terpaksa menikah dengan Jovan, pria Misterius yang sulit I...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Staff mengarahkan kami berdua beserta barisan keluarga mulai melangkah beriringan.
Diawali gue dan Jovan di baris terdepan, lalu Kedua orang tua, kemudian Bang diyo beserta istri dilanjut beberapa sanak saudara lain seterusnya kebelakang, kami mulai memasuki aula tempat acara berlangsung.
Yah, karena prosesi Akad ditiadakan alhasil resepsi langsung dimulai dengan kemunculan gue dan Jovan yang sudah saling bergandengan gini aja, biar cepat kelar.
Pintu dihadapan kami terbuka, menuju altar tempat banyak tamu telah menanti kehadiran kami si tokoh utama hari ini.
Acara berlangsung heboh, sebab pesta ini tak hanya diramaikan oleh rekan-rekan kerja Kedua orang tua kami melainkan juga teman-teman gue dan Jovan. Yah, gue sendiri pun ga menyangka jika kami mempunyai teman sebanyak ini sampai bisa meramaikan suasana menjadi lebih dahsyat.
Saat rehat menyalami para tamu, gue mencoba bertanya pada Jovan sedikit mendeket ke telinganya sebab riuhnya suasana.
"Lo nyewa temen dimana, bang? Kok bisa rame banget begini!?"
Yah, pertanyaan gue itu logika menginat gue ansos seperti yang kalian semua tahu, dan gue bahkan tak mengundang satupun orang yang gue kenal di kampus. Lantas dari manalagi datangnya para tamu undangan yang wajahnya tampak asing ini?
Jovan lagi-lagi terkekeh lalu menggeleng dengan raut bingung. "Lah aku pikir mereka temen-temen kamu, Mel! Baru aku mau tanyakan hal yang sama."
"Ih ga lucu! Gue bahkan ga punya temen lebih dari lima belas orang bang di kampus! ngejek banget lo!"
Jovan hanya tertawa menanggapi kekesalan gue. Saat tengah sepi undangan yang menyalami, kami sesekali berbicara dan bersenda gurau perihal tamu-tamu undangan yang aneh-aneh menurut kami.
Dan ditengah kekehan yang sudah ke berapa kali melanda, gue baru menyadari sesuatu, jika Jovan tampak sedikit berbeda hari ini.
Mungkin sebab tekanan sebagai pusat acara yang menuntut kami tuk selalu menyungging senyum, tapi sumpah gue ga menduga sebelumnya, jika ternyata Jovan bisa tersenyum dan tertawa sebanyak ini. Disaat dia biasanya sedingin dan berekspresi secuek itu?
Pasti sangat melelahkan buatnya, bukan? Karena jujur gue aja capek banget dipaksa tersenyum terus seharian.
Dan cobaan gue terus berlanjut di tiap pergantian gaun serta pendempulan make up, ketiga gaun yang gue kenakan hari ini bertema internasional sesuai permintaan gue, sebab diri ini krisis identitas perihal budaya, memilih pakaian adat apa untuk dikenakan bagai satu PR tersendiri. Jadi sekalian di hapus dari list saja.
Gaun terakhir adalah gaun berwarna merah marun full payet yang persis gaun ultah gue saat bertema princess pas bocil dulu.
Acara malam sudah tak seformal di pagi dan siang hari yang memang dipenuhi oleh undangan orang tua kami, malam ini lebih banyak diisi dengan tamu seumuran gue dan Jovan, yang kali ini syukurnya tampak mengenal baik Jovan, gue tahu sebab Jovan rajin melaporkan nama-nama orang yang baru bersalaman dengan kami ditengah sesi salaman kami yang seolah tak ada akhirnya dan membuat pusing sepuluh keliling.