08. Hari 5 : Hujan

156 19 0
                                    

Hera Pov

Hari ini kelas ku mendapatkan pelajaran olahraga di jam pelajaran yang terakhir. Aku sudah mengganti pakaian dari seragam sekolah menjadi seragam olahraga.

Prriiitt!

Melihat peluit itu ditiup oleh Pak Guru, dengan segera aku memukul bola Voly kearah depan. Kali ini giliran tim ku untuk melakukan penilaian. Point demi point berganti, Tim ku dan Tim lawan juga secara bergantian mencetak point itu.

Zrazzhhhh!

Baru setengah permainan, tiba tiba hujan turun. Kami tidak bisa menghindarinya, kami memutusan untuk melanjutkan penilaian bola Voly.

“Hosh hosh hosh...” aku bernafas dengan berantakan, setelah selesai dengan penilaian itu aku dengan segera menepikan diri di bawah pohon beringin yang berada di samping lapangan bola Voly

“Hera..”

Panggilan itu, suara itu, Galen!

Ketika aku sedang kesusahan dalam mengatur nafas, tiba tiba dari arah belakang Galen menghampiri ku. Ia tersenyum menatapku, dan salah satu tangannya itu sedang sibuk memberikanku teduhan, sebuah payung Galen pegang.

“Kelas ku sedang jam kosong, aku tidak sengaja melihat mu”

Aku pun mengangguk pada Galen, aku masih susah mengatur nafas ku, ditambah suasana di sekitar mulai berubah menjadi dingin.

Set set set~

Pandanganku yang semula menunduk, kini aku tegakan kepalaku menatap Galen yang sedang merapihkan beberapa helai rambut dan poni ku.

“Rambut coklat mu jadi basah ya..” gumamnya

Aku pun hanya terdiam karena perhatiannya lagi.

























Galen Pov

Entah, ini suatu keberuntungan untuk ku atau untuk Hera, kelas ku yang bertatapan dengan lapangan Voly secara langsung itu, membuat aku bisa memperhatikan Hera dengan leluasa. Jadinya, ketika hujan datang dengan tiba tiba, aku jadi langsung bisa berlari menghampirinya.

Ditambah dengan jam pelajaran pada kelasku yang sedang kosong, walau aku harus berlari menuju ke area parkiran sekolah untuk mengambil payung, lalu balik lagi menghampiri lapangan bola Voly untuk memayungi Hera. Aku tak mau ia sakit nantinya

“Mau susu Vanilla panas?”

Aku menawarkan minuman hangat pada Hera, melihat kedua tangannya yang sedikit bergetar, sepertinya ia kedinginan.

“Mau!”

Hera dengan cepat menjawab tawaranku, raut wajahnya yang senang membuat senyumku melebar.

Kami pun berjalan perlahan menuju kantin sekolah untuk mendapatkan segelas susu Vanilla hangat untuknya.





















***






















Triingg tringg tring!

Bel pulang terdengar, waktunya untuk pulang. Aku masih menatap Hera yang duduk didampingku, ia masih meniup cairan susu berwarna putih itu. aku pun tersenyum, karena merasa gemas akan tingkah lakunya.

“Mau aku bantu meniupnya?” aku menawarkan hal ini pada Hera agar ia bisa dengan mudah meminum minuman kesukaannya itu tanpa menunggu waktu

Ia menggeleng, aku mendengar jawaban darinya “Tidak, aku bisa sendiri kok”

Kami menunggu hujan reda untuk pulang, karena walau jarak rumah kami lumayan dekat dengan sekolah, tetapi kendaraan yang kami gunakan adalah sebuah sepeda. Itu membuat waktu di perjalanan terasa lebih lama.

“Hera, ganti dulu pakaianmu” aku berujar lagi seperti ini

Tak!

Suara dari gelas kaca yang Hera letakan di meja, ia telah selesai menengguk habis susu Vanilla nya. Lalu Hera menatapku dan tersenyum dengan lebar.

“Tidak mau. Sekalian basah, hehe”

Aku menggelengkan kepala, dan berujar “Nanti kamu bisa sakit, suasana nya dingin, Hera”

Hera menggelengkan kepalanya lagi, aku tidak bisa memaksanya, tapi aku tetap merasa khawatir. Tubuh Hera tidak cocok dengan suhu yang dingin “Kalau begitu, ayo cepat pulang. Agar kamu cepat hangat” ucapku






















Hera Pov

Sekarang aku dan Galen sedang menaiki sepeda melintasi jalan pulang, aku memaksanya untuk terus kehujanan karena aku sudah lama tidak merasakan kehujanan seperti ini. Lebih tepatnya, aku baru merasakan hujan dengan suasana hati yang berbahagia.

Jadi, aku memaksanya juga untuk meninggalkan payung miliknya di sekolah, agar kita bisa ber-hujan-hujan-an.

Ckitt!

Galen menekan rem sepeda, membuat sepedanya berhenti. Aku mengerutkan kedua alisku karena merasa bingung.

“Ada ap—“ belum sempat aku selesaikan pertanyaanku, aku dengan cepat ditarik oleh Galen ke tepi jalan

Galen memberhentikan sepedanya tepat di samping halte bus.

“Menepi dulu, hujannya semakin lebat” ucapnya sambil memperhatikan ku dari ujung rambutku hingga ujung sepatuku, raut wajah Galen terlihat khawatir

“Kenapa? Rumah kita sudah dekat kan?” tanya ku karena merasa bingung, padahal sebentar lagi kita akan sampai lalu mengapa Galen memilih untuk berhenti

“Kamu bisa lebih kedinginan, Hera. Kan sudah ku bilang, hujannya semakin lebat” ucap Galen

Nada bicaranya terdengar sedikit kesal, lalu apa boleh buat. Dari pada membuat Galen marah padaku, aku memilih untuk diam saja dan setuju untuk meneduh.

Beberapa menit berlalu, tapi hujan tak kunjung reda. Rintiknya itu berubah menjadi guyuran yang lebat beriringan dengan waktu, sepertinya hujan nya akan awet.

Aku melirik Galen, dari ujung mataku sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu. Aku tidak mau ambil pusing, karena suhu udara disini semakin dingin.

Tap tap~

Aku menoleh saat Galen menepuk bahu ku, ia lalu berbicara “Hera, maaf tapi— bolehkah aku memelukmu?”

Aku terkejut akan permintaan darinya, membuat aku hanya bisa terdiam.

“Ah- sudah lupakan. Jangan difikirkan. Jangan dipaksakan juga jika kamu risih..” ucapan Galen terdengar lagi

Aku pun menatap Galen dengan lekat, suasananya dingin juga. Mungkin dengan berpelukan, suhu tubuhku bisa berubah menjadi hangat.

“Boleh Galen” aku berucap, lalu tanpa menunggu reaksi dari Galen, aku berjalan mendekat kearahnya dan melesakan tubuhku pada rengkuhannya

Deg!

Ini— ini terasa sangat nyaman. Aku terhenyak untuk sesaat. Tidak seperti ucapan Galen yang katanya akan membuat ku risih tetapi, dalam pelukan Galen aku merasa tubuhku perlahan menghangat, walau suhu dingin masih bisa kurasakan, tapi aku merasa nyaman dan aman.

“Aku baru pertama merasakan pelukan se-hangat ini..” gumamku

Aku pun memejamkan mataku agar pelukan ini lebih terasa. Aku mendengar Galen terkekeh. Lalu aku pun berujar lagi.

“Dulu saat bersama Seno, aku tak pernah mendapatkannya..” ucapku lebih lirih

Aku lalu terdiam, Galen juga terdengar tidak ada reaksi untuk perkataan ku barusan. Tetapi tak lama setelahnya, Galen berbicara.

“Jika sekecil pelukan hangat saja tidak pernah dia berikan, lantas apa yang kamu dapatkan saat bersamanya? Apakah hanya rasa sakit, Hera?”

Kedua mataku semakin terpejam erat, untuk kesekian kalinya, ucapan dari Galen adalah benar. Perlahan setetes air mata lolos dari ujung mataku, aku merasa bodoh.




















Tbc.


Golden Hour (Short Story) GxGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang