[05]

941 96 1
                                    

"Oma, Bunda kenapa ditutupi kain?" tanya Naufal kecil dengan polosnya. Ia menatap bingung orang-orang yang sedang mengaji di sekeliling sang Bunda. Beberapa diantaranya ada yang menangis, termasuk Juna. Lela -Omanya- hanya diam menahan tangis mendengar pertanyaan dari cucu keduanya.

Merasa tak mendapat jawaban dari Omanya, Naufal beralih bertanya pada kakaknya. "Mas Juna, kenapa nangis sih?" sedangkan yang ditanya justru berlari masuk kekamar. Naufal terheran dibuatnya.

"Kamu disini dulu ya, Oma susul Juna."

Dikamarnya, Juna duduk di sudut kamar dan menangis menelungkupkan kepalanya pada kakinya yang dilipat ke dada. Lela masuk dan menghampirinya. Mengusap bahu Juna yang bergetar karena menangis.

Juna mendongak saat mendapat usapan itu. Bibirnya pucat, matanya sembab, jejak airmatanya pun masih tersisa diwajahnya. Hati Lela semakin sakit melihat hal itu. Sontak saja ia memeluk Juna dengan erat. Tangis Juna pun masih berlanjut.

"Bunda kenapa tinggalin Juna Omaa... Hiks..."

"Juna tau Oma, meninggal itu artinya pergi ke surga. Bunda jahat, pergi ke surga sendirian. Juna mau ikut Bunda. Juna gak mau punya adek, Juna cuma mau Bunda... Hiks..."

"Semua ini gara-gara adek... Hiks... kalo aja adek gak lahir, Bunda pasti masih ada sama kita Oma... Hiks..."

Lela mengusap-usap punggung Juna saat cucunya itu menangis meraung. "Sstt... Gak boleh bilang begitu. Semua sudah takdir. Bunda kamu milih nyelamatin adek karena dia sayang sama adek. Jadi, jangan pernah benci adek ya. Adek gak salah. Sayangi adek sama seperti kamu sayang ke Naufal ya??"

Tak terdengar jawaban dari mulut Juna. Hanya terdengar isakan kecil darinya. Sarah -Bundanya- dinyatakan meninggal sesaat setelah melahirkan putra kembarnya. Dokter sudah menyarankan untuk menjalani operasi sesar melihat keadaan Sarah yang sudah lemas. Namun ditolak mentah-mentah oleh Sarah karena ingin melahirkan secara normal.

"Gimana sama Ayah, Oma??" tepat empat bulan sudah sejak kepergian Damar ke kota. Damar juga selalu kirim uang setiap bulannya. Namun, satu bulan ini Damar tak ada kabar sama sekali. Dihubungi pun nomornya tak lagi aktif. Itu juga yang membuat kesehatan Sarah menurun menjelang hari persalinannya.

Lela menggeleng pelan menjawab pertanyaan Juna. Ia kembali memeluk Juna dengan erat. "Mulai sekarang, Juna, Naufal sama adek kembar kamu tinggal sama Oma ya. Kita mulai hidup yang baru dengan kenangan yang indah."

"Meja nomor 2 Jun." ucapan Mikko membuat Juna tersadar dari lamunannya. Ia mengusap kedua matanya yang terasa basah dan segera melanjutkan pekerjaannya. Ia mengesampingkan urusan pribadi dan tetap berusaha profesional.

Dihadapannya saat ini terdapat dua orang dewasa dengan setelan jas hitam. Dengan yakin, Juna meletakkan dua gelas coffee dan dessert ke hadapan keduanya. "dua coffee latte dan dua dessert. Ada tambahan?"

"Ah tidak, terimakasih." Juna membeku. Suara itu, suara yang amat ia rindukan belasan tahun terakhir. Juna mendongak melihat wajah si customer. Hatinya menghangat. Wajah itu masih tetap sama seperti saat terakhir ia mengingatnya. Bohong jika ia tak rindu, tapi ia juga kecewa. Tangannya tiba-tiba terkepal saat mengingat apa saja yang telah ia lalui selama ini. "Saya permisi."

Kepergian Juna membuat kedua orang dewasa itu terheran. "Kau mengenalnya?" tanya salah satunya.

"Tidak, aku tidak mengenalnya."

"Lalu kenapa dia seperti terkejut saat melihat wajahmu?" yang ditanya juga mengernyit heran. "Entahlah, aku juga tidak tau." ucapnya sambil menatap punggung Juna semakin menjauh.

NURAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang