Cakra bernapas lega setelah berhasil menyelesaikan perihal Hana dan Sena. Semburat warna jingga menghiasi angkasa, menandakan pergantian sore ke malam. Sekarang ini Cakra diantar Sena untuk pulang. Motor yang dikendarai Sena berhenti di persimpangan saat lampu menyala warna merah.
"Tangan lo beneran gapapa Cak?" Cakra melirik pergelangan tangan kirinya yang terdapat perban. Mamanya Sena yang mengobatinya. "Santai aja, cuma luka kecil doang."
"Emm, gelang lo gimana?" Sena sedikit tak enak hati. Yang ia tahu, gelang itu adalah pemberian oma Cakra sebelum meninggal. Pastinya menjadi barang yang berharga bagi Cakra bukan?
"Nggak papa. Kalau pun bukan karena Hana, pasti bakal putus kalo gue jatuh. Gelang lama juga, talinya udah nggak terlalu kuat. Lagian masih bisa diperbaiki kan?"
"Sorry ya."
Cakra terkekeh. "Iya Sen elah. Kaya sama siapa aja."
Motor Sena kembali melaju saat lampu berubah menjadi warna hijau. Cakra yang berada di jok belakang tak sengaja melihat seseorang yang ia kenal. Ia segera menepuk pundak Sena memintanya untuk menepi, membuat Sena keheranan. "Kenapa sih Cak?"
"Liat tuh." Sena mengikuti tangan Cakra yang menunjuk ke sebuah Cafe di seberang jalan. "Ayo kesana Sen."
Meski tak begitu mengerti maksud dari Cakra yang tiba-tiba saja mengajaknya ke cafe, Sena tetap menurutinya. Ia memarkir motornya di depan cafe kemudian mengekori Cakra yang masuk kedalam cafe. Mendekat ke sebuah meja yang terdapat sepasang kekasih.
"Halo kak Alisya..." sapanya ramah, membuat Alisya terkejut bukan main. Bahkan ia sampai berdiri dari duduknya. "L-lo, lo ngapain disini?"
Cowok yang tadinya duduk bersama Alisya pun turut berdiri. "Kamu kenal, sayang?"
Cakra terkekeh mendengar panggilan sayang dari mulut pemuda asing itu. "Seharusnya gue yang tanya gitu. Kak Alisya ngapain disini? Lagi selingkuh ya?"
Bughh
"Jaga bicara lo ya!" Pemuda asing itu memukul rahang Cakra hingga tersungkur ke lantai. Dapat ia rasakan asin dari sudut bibirnya yang ia yakini mengeluarkan darah. Sena dengan segera membantu Cakra berdiri.
"Tanya aja ke pacar lo itu kalo nggak percaya."
"Bener sayang?" pemuda itu beralih menatap Alisya, membuat gadis itu semakin gugup. "E-enggak sayang, aku juga nggak kenal sama orang ini. Masnya salah orang ya? Jangan asal tuduh sembarangan dong mas!"
Cakra tertawa kecil mendengar elakan Alisya. Tak habis pikir dengan kakak sulungnya yang masih betah menjalin hubungan dengan cewek ini. "Cowok ini pacar lo yang ke berapa? Oh enggak, mas Juna itu pacar lo yang ke berapa belas?" dapat Cakra lihat tangan Alisya yang mengepal di kedua sisi. Ia tersenyum puas.
Cakra kembali menghadap pemuda asing itu. "Sebelum lo dimanfaatin lebih jauh lagi sama cewek ini, saran gue sih tinggalin ni cewek. Kakak pertama gue udah jadi korban, gue nggak mau ada korban lagi, dan gue juga lagi cari cara biar kakak gue bisa lepas dari ini cewek. Terserah lo mau percaya sama gue apa enggak, yang penting udah gue ingetin."
"Jangan terpengaruh sama orang nggak jelas ini sayang, seenaknya nuduh sembarangan. Dia kira dia siapa? Yuk kita pergi aja." tangan Alisya yang bergelayut di lengan pemuda itu ditepis pelan.
"Kita putus." ucapnya singkat sebelum berlalu meninggalkan cafe.
"SAYANG!!" Alisya tak sempat mengejar. Ia memilih berbalik menghadap Cakra. Mengatakan beberapa kata sebelum akhirnya keluar dari cafe. "Lo bakal terima akibatnya."
_____________
Cakra terpaku melihat sosok menyeramkan di hadapannya. Sosok hitam besar dengan taring serta matanya yang merah. Kukunya yang panjang menjuntai ke bawah, serta suara tawanya yang melengking seolah sedang mengejek Cakra. Cakra tentu masih ingat dengan sosok itu. Sosok yang dulu mengincar dirinya hingga membuat sang Oma meninggal. Tanpa sadar tangan Cakra mengepal di kedua sisi, menatap tajam sosok tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
NURAGA
Teen FictionKisah empat bersaudara yang berjuang melawan kerasnya dunia. Sejak meninggalnya sang Bunda dan Oma, keempatnya dituntut hidup mandiri disaat anak seumuran mereka dimanja oleh orangtuanya. Juna, si sulung yang pekerja keras demi menghidupi adik-adikn...