Cakra mengikuti langkah lebar siswa-siswi yang entah kenapa berkumpul di lapangan. Mereka mendongak ke atas, tepatnya kearah rooftop sekolah. Disana terdapat seorang siswi yang berdiri di tepi rooftop dengan pandangan kosong. Cakra sempat menahan napasnya saat melihat siapa siswi itu, ia terkejut. Hingga akhirnya Sena yang baru saja sampai menyadarkannya dengan pekikan. "Kenapa cuma diliatin sih anjir, tolongin!"
"Lo panggil pak Wisnu sama bawain air minum, gue susul cewek itu. Cepet!" Sena mengangguk cepat. Pak Wisnu adalah guru Agama yang mengajar kelas 12. Mengingat Cakra yang bisa melihat apa yang tak ia lihat, membuat Sena mengerti kenapa Cakra menyuruhnya memanggil pak Wisnu.
Cakra sampai di rooftop dengan napas yang terengah. Ia membulatkan matanya saat siswi itu hendak naik ke pembatas. Dengan cepat ia mendekat dan menariknya hingga siswi itu jatuh diatas Cakra.
Siswi itu adalah Nila. Cakra duduk, menumpu badan Nila dengan tangannya. "Nila, lo gapapa? Hei." ia menepuk-nepuk pipinya saat tak mendapat respon dari Nila.
Mata Nila yang terpejam tiba-tiba saja terbuka. Berdiri dan menatap tajam kearah Cakra. Cakra yang ditatap seperti itu reflek mundur perlahan, ia tahu bahwa itu bukanlah Nila. "La, ini gue, Cakra."
Nila justru tersenyum miring. Ia mencekik leher Cakra dan mendorongnya ke tembok pembatas rooftop. Cakra mencoba melawan, membaca doa-doa yang diajarkan sang Oma sambil terus berharap seseorang datang dan membantunya. Fokusnya terbuyar karena oksigen seolah ditarik menjauh darinya. Ia tak bisa melawan sosok ditubuh Nila sendirian dengan situasi seperti ini. "L-lepas..."
Sena datang dengan pak Wisnu serta beberapa anak lain yang ingin tahu apa yang sedang terjadi. Pak Wisnu mendekat, meletakkan telapak tangannya ke puncak kepala Nila dan mulai membaca doa. Tak lama, tubuh Nila meluruh dengan mata yang terpejam. Cekikan di leher Cakra pun lepas yang membuatnya terbatuk, ia sibuk menetralkan napasnya yang masih tersengal. Ia sadar bahwa sosok ditubuh Nila belum sepenuhnya pergi. Ia beralih menatap Sena yang berdiri dengan sebuah botol ditangannya. Dengan cepat ia mengambilnya, membuka tutupnya lalu mengucapkan beberapa doa. Setelah itu, ia minumkan air itu pada Nila secara perlahan.
Nila mengerjapkan kedua matanya. Memandang bingung karena banyak pasang mata yang sedang menatapnya. Kepalanya tertoleh pada seseorang yang ia kenal. "Kak Cakra--"
Huekk
Ucapannya terpotong kala perutnya terasa diaduk. Cakra membantu memijit tengkuk Nila agar merasa lebih baik. "Gapapa lebih baik muntahin aja, nanti gue jelasin sepulang sekolah."
Setelah dirasa membaik Cakra membantu Nila bangun. Beberapa siswa mulai meninggalkan rooftop, menyisakan pak Wisnu, Sena, dan---
---Nanda.
Ia memandang datar kearah Cakra yang sedang memapah Nila. Cakra baru menyadari kehadiran Nanda yang entah sejak kapan ada disana. Nanda melihat semuanya, dan ia tak suka jika Cakra ikut campur urusan mereka.
"Nan..." Nanda lebih dulu pergi meninggalkan rooftop sebelum Cakra menyelesaikan kalimatnya, membuat Cakra hanya bisa menghela napas panjang.
____________
Bel pulang sekolah sudah berbunyi 5 menit yang lalu, namun Nanda tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Cakra yang memang dipulangkan lebih awal sudah berada didepan kelas Nanda. Menunggu pulangnya sang adik. Tak lama, teman sekelas Nanda mulai keluar satu persatu. Namun, ada sesuatu yang membuatnya terkejut. Kavin. Ia melihat Kavin keluar dari kelas Nanda. Jadi, Kavin satu kelas dengan Nanda? Kenapa Nanda tak memberitahunya? Apa Nanda baik-baik saja? Apa dihukumnya Nanda pagi tadi juga karena ulah Kavin? Cakra menelan mentah-mentah pertanyaan itu saat ponselnya berdenting, menandakan sebuah pesan masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
NURAGA
Teen FictionKisah empat bersaudara yang berjuang melawan kerasnya dunia. Sejak meninggalnya sang Bunda dan Oma, keempatnya dituntut hidup mandiri disaat anak seumuran mereka dimanja oleh orangtuanya. Juna, si sulung yang pekerja keras demi menghidupi adik-adikn...