Cakra terbangun dengan napas yang memburu. Ia menyeka wajahnya yang dipenuhi keringat, menghela napas panjang saat menyadari bahwa itu semua hanya mimpi. Mimpi yang cukup mengerikan, tapi sepertinya ia pernah bertemu cewek yang ada dalam mimpinya tadi. Ah iya benar, cewek yang pingsan saat upacara Senin kemarin. Apa ia harus menolongnya? Pikirnya.
Kepalanya sedikit mendongak menatap jam dinding kamarnya, pukul enam pagi. Sepertinya tidur setelah sholat subuh memang tak baik, membuatnya mengalami mimpi buruk.
Ceklek
Nanda membuka pintu kamarnya dengan seragam yang sudah rapi ditubuhnya. "Udah bangun? Tumben. Mandi sana, terus sarapan. Jangan sampe telat ke sekolah."
Cakra hanya berdehem singkat dan Nanda kembali setelahnya. Dengan langkah yang sedikit di seret, Cakra mengambil handuk serta seragamnya dan beranjak menuju kamar mandi yang berada di dekat dapur.
Setelah siap dengan seragamnya, Cakra bergabung bersama Naufal dan Nanda yang sudah ada di meja makan. Ia duduk disamping Nanda, mulai mengambil nasi serta lauknya. "Mas Juna mana?" tanyanya.
"Gak enak badan katanya. Lagian hari ini mas Juna libur, biar istirahat dulu. Tenang aja, gue yang bakal jagain mas Juna. Hari ini cuma ada satu matkul dan dosennya minta daring."
Cakra mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penjelasan Naufal. Kemudian ia melirik pada Nanda yang hanya diam menyantap sarapannya. Apa dia masih marah soal kemarin? Cakra kembali menghela napasnya kemudian melanjutkan acara sarapannya.
Membuat Nanda marah adalah hal yang buruk menurut Cakra. Nanda akan mencuekinya seharian atau bahkan yang paling parah, menghindarinya. Seperti saat ini, didalam angkot Nanda sibuk memainkan ponselnya dan mengabaikan Cakra yang sedari tadi berusaha untuk mencari topik.
"Nan udahan dong marahnya, gue gak suka lo diemin kaya gini."
"Dan gue gak suka lo bohongin." Cakra terdiam. Sepertinya ia salah bicara.
"Yaelah Nan, iya iya janji gak ngulangin lagi?"
"Bener?" Nanda mengacungkan jari kelingking kedepan. Awalnya Cakra tampak ragu, tapi pada akhirnya ia juga mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking Nanda. "Iya iya."
Angkot yang Cakra dan Nanda naiki berhenti di halte sekolah mereka. Keduanya segera turun dan tak lupa membayar ongkosnya. Berjalan beriringan menuju ke kelas masing-masing. Cakra tak sengaja melihat cewek yang ada dalam mimpinya dari kejauhan. Cewek itu tampak pucat dan pandangannya terlihat kosong.
"Nan, lo duluan aja gue masih ada urusan." pamitnya lantas segera meninggalkan Nanda yang berdecak kesal. "Kebiasaan banget gak bilang-bilang."
Nanda melanjutkan langkahnya menuju kelas yang sudah tampak didepan mata. Sementara itu, Cakra berhasil menyusul dan meraih tangan cewek tadi. Cewek itu terkejut dan segera melepaskan tangan Cakra. Ia tampak takut.
"Eh sorry, sebelumnya kenalin gue Cakra." Cakra mengulurkan tangannya kedepan. Cewek itu menelisik Cakra dari atas sampai bawah. Matanya membaca name tag seragam Cakra. Ah ternyata dia yang selalu dibicarakan teman sekelasnya, anak Osis yang kabarnya bisa melihat hantu.
"Nila." cewek itu menjabat tangan Cakra.
"Sorry kalo gue terlihat terlalu ikut campur, tapi kalo lo butuh bantuan mungkin gue bisa bantu."
"Maksudnya?" Nila mengenyitkan dahinya bingung.
"Emm gimana ya. Akhir-akhir ini lo ngerasa ada yang aneh gak sama diri lo?" Cakra berhenti sejenak, menatap sesuatu yang berdiri dibelakang Nila. "Sesuatu yang mistis mungkin?" lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NURAGA
Teen FictionKisah empat bersaudara yang berjuang melawan kerasnya dunia. Sejak meninggalnya sang Bunda dan Oma, keempatnya dituntut hidup mandiri disaat anak seumuran mereka dimanja oleh orangtuanya. Juna, si sulung yang pekerja keras demi menghidupi adik-adikn...