"Ayah..." berkedip sekali saja dapat membuat airmata Naufal meluncur bebas tanpa bisa ia tahan. Ia mendekat dan memeluk erat Rendra, seolah tak ingin kehilangan lagi. "Nau kangen Ayah..."
Rendra diam tak membalas pelukan itu. Ia memejamkan matanya kala ingatan samar memenuhi kepala. Suara anak kecil dengan wajah yang tak begitu jelas terlintas begitu saja.
"Yah, adek kapan lahil?"
"Yah, Nau mau jadi supelhelo bial bisa lindungin adek!"
"Ayah mau kemana? Jangan pelgi..."
Ingatan samar itu sukses membuat Rendra meneteskan airmata. Tangannya terangkat membalas pelukan Naufal, melepas rindu yang sempat terlupakan. Walaupun tak sepenuhnya ingat, tapi Rendra yakin bahwa Naufal adalah keluarganya yang telah lama ia cari.
Beberapa menit berada diposisi yang sama, Naufal akhirnya melepaskan pelukannya. Matanya yang memerah karena menangis itu menatap bola mata sang Ayah yang juga berkaca-kaca. "Ayah kemana aja selama ini? Nau kangen Yah, mas Juna sama di kembar pasti juga kangen." walaupun agak ragu terkait Juna, Naufal tetap mengatakannya.
"Maaf..." Rendra mengajak Naufal untuk duduk di sofa. Ia mulai menceritakan kejadian belasan tahun yang lalu, dimana dirinya terbangun di rumah sakit dengan cedera kepala yang membuatnya amnesia. Dokter mengatakan bahwa ia mengalami kecelakaan lalu lintas yang cukup parah. Setiap ia berusaha mengingat masa lalunya, ia akan kesakitan dan berakhir pingsan. Dokter menyarankan untuk tidak memaksakan ingatannya.
Saat dimana kondisinya sudah pulih dan diperbolehkan pulang, ia mulai mencari keberadaan keluarganya. Berbekal sebuah foto yang merupakan salah satu barang yang diberikan oleh dokter, ia mencarinya kesana kemari. Bahkan KTP pun hilang entah kemana. Pencarian yang tak kunjung membuahkan hasil membuatnya memutuskan untuk meneruskan hidup di kota besar ini dengan identitas baru. Hingga saat dirinya sudah sesukses sekarang, ia kembali teringat dengan keluarga. Ia mulai mencari keberadaan keluarganya dan tanpa sengaja bertemu dengan Juna. Ingatan samar saat melihatnya serta sikap aneh Juna membuatnya penasaran dan mencari tau tentang Juna.
Rendra menunjukkan foto dirinya dan juga seorang perempuan kepada Naufal. "Bunda..." ia menerima foto itu dengan airmata yang terus mengalir. Sedih, senang, haru, entahlah Naufal tak mengerti bagaimana perasaannya.
Naufal kembali memeluk Rendra. Perasaannya menghangat saat tahu bahwa Ayahnya telah kembali. Kini mereka tak perlu khawatir tentang masa depan lagi bukan? Ada Ayahnya.
Rendra turut merasa lega. Keluarga yang selama ini ia cari, kini berada dalam dekapannya. Ia sangat berterimakasih pada Tuhan.
Keheningan yang sempat terjadi beberapa saat pun terbuyar saat ponsel di saku Naufal berbunyi menampilkan nama salah satu adiknya. Ia pun melepas pelukannya dan segera menjawab telepon tersebut.
Rendra yang melihat perubahan ekspresi Naufal langsung bertanya setelah Naufal menutup teleponnya. "Ada apa?"
"Nanda di rumah sakit, Yah. Ayo!"
______________
Cakra dan Sena dengan setia menunggu Nanda yang masih diperiksa. Keduanya duduk cemas di kursi tunggu. Belum lagi Cakra, dirinya terus saja menyalahkan diri sendiri. Seandainya dirinya selalu bersama Nanda, seandainya dirinya tidak di UKS, seandainya dirinya datang lebih awal, ada begitu banyak perandaian dalam kepalanya.
Sampai di rumah sakit tadi, Cakra langsung mengabari Naufal dan Juna. Ia sudah memasang badan jika saja nanti dimarahi Juna. Sudah biasa, dan ini memang salahnya.
Lemas, pusing, semua Cakra rasakan. Bukan hanya karena memikirkan Nanda, tapi juga karena pundaknya yang terasa begitu berat. Bahkan beberapa kali ia tampak memijat pundaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NURAGA
Teen FictionKisah empat bersaudara yang berjuang melawan kerasnya dunia. Sejak meninggalnya sang Bunda dan Oma, keempatnya dituntut hidup mandiri disaat anak seumuran mereka dimanja oleh orangtuanya. Juna, si sulung yang pekerja keras demi menghidupi adik-adikn...