26. MERAYAKAN PERPISAHAN

146 17 11
                                    

"Ternyata perpisahan memang selalu identik dengan sedih. Sebab momen indah selalu disalip keadaan yang memaksa agar tidak lagi menjadi kesatuan"

-Manusia dan perpisahan, 2024-

🥀🥀🥀

Barangkali megahnya New York ini sudah membuat lelaki bernama Alreyzian ini jatuh cinta padanya.

Sebab setiap sudut pada kota bergengsi ini mempunyai cerita tersendiri baginya. Sebab udara New York yang membawa semua luka terbang bersamanya. Ada jalanan indah ini yang menjadi saksi bahwa seorang Rey pernah menyumbang karbon dioksida di kota ini.

Perpisahan memang bukan sesuatu yang menyenangkan untuk dirayakan. Sekalipun memang harus dilakukan. Sebab 'berpisah' tentu saja menjadi kata pahit yang mengakhiri semua momen.

Kini saatnya pemuda ini mengucapkan salam perpisahan pada New York. Dua minggu lebih dua hari lelaki itu mengabadikan napasnya pada kota ini, ternyata rasanya tak begitu lama.

Sore ini mungkin terakhir kalinya lelaki itu tersenyum pada New York yang indah ini. Sebelum akhirnya kembali dibungkam oleh semua bekas luka yang tak kunjung kering.

Lelaki dengan kemeja berwarna putih dan celana jeans hitam itu menghembuskan napas sejenak sebelum akhirnya tersenyum tipis.

Menatap kembali layar ponselnya kemudian beralih menatap sekeliling. Menatap megahnya bandara tempat ia berpijak saat ini. Bukan semata-mata hanya untuk mengagumi, melainkan sebab ada seseorang yang ia harapkan ada disini.

"Lo gak bisa datang, ya, Shei?..." gumamnya pelan kemudian menarik kopernya untuk mulai melangkah.

"ALREY!!"

Sepasang kaki terbalut sepatu itu spontan berhenti. Tangannya mencengkram erat pegangan koper hitamnya. Perlahan kakinya bergerak untuk memutar arah hadapnya agar menatapnya.

Gadis itu berlari dengan wajah senang hingga sampai dihadapan Rey, dengan jarak yang hanya satu langkah, Sheiza memeluk tubuh tegap Rey erat. Napasnya masih tersengal sebab berlari sejak dari parkiran bandara.

Tersenyum tipis, kedua lengan lelaki itu ikut tergerak melepas cengkraman pada koper dan beralih mengalungkannya pada punggung Sheiza, membalas pelukannya dengan mengusap pelan surai gadis itu.

"Sorry gue telat. Tadi macet" jelas gadis dengan rambut sebahu itu setelah melepas pelukannya dan dibalas anggukan kecil oleh lelaki itu.

"Pesawat apa?" tanya-nya masih dalam pelukan Rey.

"Fire Airlines 671-463"

"Hati-hati. Kabarin kalau udah sampai nanti. Jangan lupa kalau udah sampai, bersih-bersih abis itu istirahat. Jangan lupa makan juga, terus--"

"Iya iya bawel!!" potong Rey terkekeh seraya mencubit gemas pipi Sheiza dibalas decakan sebal oleh pemiliknya.

Jevan yang sejak tadi memperhatikan mereka dengan jarak lebih kurang sepuluh meter pun tersenyum tipis. Lelaki itu yang mengantarkan Sheiza kesini dan tertinggal dari parkiran sebab Sheiza langsung berlari karena takut tidak sempat menemui Rey.

Perlahan kedua kaki milik Jevan juga membawanya untuk mendekat kepada dua sahabat itu. Berdehem pelan untuk menarik atensi keduanya.

Ia tersenyum tipis. Mengulurkan tangannya pada Rey sebagai simbol ingin berjabat tangan.

"Sorry buat yang kemaren" ujarnya lebih dulu.

Rey membalas jabat tangan Jevan. "Gue juga minta maaf. And..."

Laut Nestapa [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang