18. MASIH MENJADI PEMENANGNYA

202 34 1
                                    

"Masih tentang mereka. Meski sudah bertemu dengan versi yang baru. Mereka masih pemenangnya"

-Mereka yang tersisa-

🥀🥀🥀

Terhitung sudah dua minggu lebih Sheiza menghirup udara New York. Tinggal bersama Juni, sang nenek. Melanjutkan studinya di salah satu sekolah menengah atas paling favorit di daerah sana.

Mungkin semua orang berpikir Sheiza bahagia disana. Namun bagaimana mungkin itu benar-benar terjadi sedangkan pikirannya masih dipenuhi oleh nama-nama para sahabatnya, orang tuanya dan sang adik, Meiza.

Bayang-bayang peristiwa itu masih sangat menghantui Sheiza. Setiap malam ia menangis tersedu-sedu, sesak, sakit, marah berkumpul menyatu menghancurkannya perlahan.

"Sheiza"

Gadis itu menoleh seraya mengusap sisa air matanya cepat. Kemudian tersenyum pada Juni.
"Iya, grandma"

"Nenek mau belanja, kamu mau ikut nggak? Sekalian jalan-jalan" ajak Juni mengelus lembut surai sebahu milik Sheiza

"Oke, aku ikut deh. Bentar aku siap-siap dulu, ya" ujar Sheiza kemudian mengambil langkah besar menuju kamarnya di lantai dua.

Barangkali, inilah jawaban dari teka teki semesta yang kini Sheiza berusaha pecahkan. Mungkin saja berusaha ikhlas memang jalan terbaik, sebab yang telah berlalu, tak ada cara lagi untuk mengulangnya.

Kini hanya perlu bagaimana ia menyelesaikan prahara hidup. Perihal bagaimana orang-orang terdekatnya pergi dalam satu kedipan mata. Namun kini orang yang jauh, justru hadir menjadi benteng kokoh yang selalu ada.

Perihal bahagia lalu hancur satu per satu. Kemudian tak ada cara lain yang lebih baik daripada ikhlas. That's life.

🥀🥀🥀


Setelah tidak dengan mereka disini. Dunia Rey banyak berubah. Semuanya terasa suram, dingin dan hening. Ia pun tak banyak bicara, lagipula dengan siapa ia akan berbicara banyak? Dan apa yang akan dibicarakannya? Tidak mudah menerima semuanya dengan lapang dada.

Rumah sudah mulai diperbaiki, dibantu oleh pemerintah dan usaha mereka sendiri tentunya. Untuk sumber konsumsi tak lagi dikhawatirkan, banyak sekali orang-orang baik yang mengirimkan bantuan pada mereka, dari seluruh penjuru Indonesia.

Tentu saja! Mereka satu, satu raga, satu jiwa, satu Indonesia.

Rey masih disini. Sendiri, tak ada tawa dan candaan, tak ada bahagia, tak ada lagi Rey yang dulu.

Kini lelaki itu kembali pada tempat yang sama, tempat ia dan Sheiza melepas rindu dengan Jean yang entah dimana dan bagaimana.

Menatap hamparan laut yang luas. Lelaki itu menghela napas berat.

Indah, tapi Rey benci itu.

Rey benci dengan keegoisannya. Menyeret nyaris semua yang ia punya. Korelasi manis yang mereka dulu ciptakan, kini justru tersisa menjadi histori menyakitkan yang menggores luka tak berujung.

"Jean, cewek kesayangan lo udah akan bahagia. Tapi gue masih belum, terlalu sulit untuk bangkit, Je"

Munafik.

Satu kata yang pantas untuk lelaki ini. Berkali-kali ia meyakinkan Sheiza agar ikhlas lalu bahagia. Padahal dirinya sendiri tak tahu apa itu 'bahagia'.

Beberapa detik Rey terdiam, ia merebahkan badannya diatas pasir yang lembut, menatap langit biru yang dihiasi indahnya mega.

Laut Nestapa [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang